Wanita itu sudah menunggu kedatangan Mack cukup lama. Agen-nya hanya mengatakan, dia cukup melakukan pekerjaan yang telah biasa dilakukannya dengan sebaik-baiknya, setelah itu ia akan menerima bayaran yang lumayan besar di akhir pekerjaannya. Jadi apa lagi yang menghalanginya untuk bersikap seprofesional mungkin, demi memuaskan pria itu. Terlebih ketika mengetahui jika pria yang menginginkan jasanya itu, adalah seorang pria tampan dan yang pasti kaya raya. Menilik kemewahan kondominium yang ia datangi saat ini. Itu pemikiran wanita pirang mungil itu beberapa saat sebelumnya, ketika Mack baru saja melangkahkan kakinya keluar dari salah satu ruangan di kondominium tersebut. Sedangkan Mack berkutat dengan inspeksi dan penilaiannya sendiri.Cukup menarik, kecil dan ramping dengan tekstur wajah aristokrat pada wajahnya. Tapi, sepertinya ada yang salah. Mack membatin. Matanya yang bulat dan besar, terlalu besar untuk wajahnya yang tirus, dengan hidung sedikit bengkok dan lancip, mengingatkannya pada wanita-wanita penyihir pada cerita masa kecilnya. Secara keseluruhan dia cukup cantik, hanya mata dan juga hidungnya kurang menarik untuk di lihat. Tapi, apa bedanya? Seharusnya itu tak masalah bagi Mack. Itu hanya wajah dan tubuh yang tak penting, dia tak akan mengingat itu setelahnya. Sial! Tak dapat menghindar untuk mengumpat. Dia membayar mahal untuk ini, dan hanya wanita seperti ini yang didapatnya? Ia menggeram kesal, mengutuk kebodohan orang kepercayaannya, yang semakin ceroboh dalam memilih wanita penghibur untuknya.Padahal mereka wanita panggilan kelas atas, dengan bayaran yang sepadan, tentu saja. Sebagai pria dewasa, lajang dan juga sehat, Mack memiliki kebutuhan sex yang cukup tinggi, namun pria itu lebih memilih mengunakan jasa wanita penghibur dari pada harus terlibat affair ataupun sex singkat dengan wanita yang dikenalnya. Alan, pegawai kepercayaan Mack, yang mengatur semua yang Mack butuhkan selama bertahun-tahun. Dengan sifatnya yang keras, kasar dan juga tempramental itu, Mack tidak memiliki teman ataupun sahabat. Alan-lah satu-satunya pegawai sekaligus sahabatnya. Bekerja sebagai Asisten Mack, di Abraham Luther Kenward (ALK) Inc. Di mana Mack adalah CEO di perusahaan multi nasional yang membawahi langsung beberapa perusahaan sekaligus. ALK awalnya adalah perusahaan jasa pengeboran minyak, yang mengkhususkan pada penyedia jasa konstruksi, dan pengadaan peralatan pengeboran, work-over sumur hingga mobilisasi rig, untuk tambang dan gas bumi. Di tangan Mack perusahaan peninggalan orang tuanya itu telah berkembang pesat dan merambah di berbagai bidang. Termasuk kontraktor jasa pembangunan real estate, yang kini justru menjadi sumber utama penghasil pundi-pundi keuntungan pergerakkan ALK. Sebuah hotel bintang lima yang dikelola ibunya pun kini telah berkembang menjadi sebuah group hotel, yang memiliki beberapa cabang yang tersebar di beberapa daerah di Inggris. Cukup lama Mack hanya termangu, menatap wajah tirus di hadapannya, tatapannya yang tajam dan kelam itu mampu membuat nyali wanita di hadapnnya itu menciut. Bahkan menggerak-gerakkan kakinya dengan gelisah.Senyuman menggoda, dan profesionalisme wanita panggilan kelas atas yang semula wanita itu tampilkan dihadapan Mack, perlahan menghilang, berganti dengan senyum gugup dan gelisah yang tak dapat dia tutupi. Mack tertawa dalam hati. Senang membuat orang lain merasa takut dan gentar kepadanya. Ketakutan wanita itu justru mulai membangkitkan hasratnya. Tanpa banyak bicara Mack melangkah ke sudut lain kamar luas tersebut, melempar sebotol antiseptik dan juga handuk ke atas tempat tidur, beserta sebuah paket kecil pengaman untuknya sendiri. "Mandi dan bersihkan dirimu." Perintahnya pada wanita itu, yang berdiri ragu melakukan perintah Mack. Sesaat terlihat kebingungan mencari letak kamar mandi. Mack menunjuk pada salah satu arah tanpa menoleh, perhatiannya tertuju pada ponsel di tangannya, yang semenjak tadi berdering namun dia abaikan.Ada apa?!" Ucapnya tanpa mengucap salam atau sebangsanya, justru bertanya dengan nada menghardik pada penelepon di seberang sana. "Bodoh! Hanya untuk urusan sekecil itu kau meneleponku? Lakukan semaumu, apa peduliku brengsek!" Makinya pada suara di seberang sana. Salah satu pegawai Mack menelepon tentang masalah yang terjadi pada salah satu proyek pertambangannya. "Penggal saja! Cari yang baru!" Terdengar suara di telepon menyela memberi alasan. "Bungkam saja mulut mereka dengan uang, tolol! Hanya seperti itu saja kau tak becus!" Mack memutuskan teleponnya. Pada saat bersamaan wanita itu ternyata telah kembali dari kamar mandi, berdiri kaku di depan pintu kamar mandi, tak berani menatap kepada Mack. Nyalinya semakin menciut mendengar kata-kata kasar Mack di telepon beberapa saat yang lalu.Mack meminta wanita itu mendekat dengan isyarat jarinya. Kemudian menarik lepas handuk yang di kenakan wanita itu dengan kasar, melemparkannya begitu saja ke lantai. Wanita itu terlihat ketakutan dan tertegun menatap tubuhnya sendiri yang kini telanjang bulat di hadapan Mack. "Buat aku senang wanita jalang! Aku membayarmu untuk memuaskanku, bukannya mematung seperti keledai bodoh di depanku!" Bentak Mack menggelegar, membuat wanita itu terkesiap, lalu dengan gugup melakukan tugasnya, membuka pakaian Mack. Namun, pria itu menepisnya, tak mengijinkan wanita itu menyentuhnya, Mack melakukan hal itu sendiri, menurunkan celananya dengan cepat, namun tak membuka kemejanya. Kejantanan Mack tampak menantang, wanita pelacur itu mengerti, dia berjongkok di hadapannya. Mack menatap tajam mulut mungil wanita bayarannya itu. Menyodorkan dirinya yang pongah ke arah bibirnya. Kecupan wanita itu diujung dirinya membuatnya menggeram, Mack mendorong seluruh dirinya ke dalam mulut wanita itu. Kepala mungilnya mulai naik turun di sepanjang kejantanannya. Namun tak sedikitpun berani mendongak untuk menatap ke atas. Mack meraih rambutnya pirangnya yang lembut dan terawat, mengepalnya erat. Sebagian rambut pirang itu bergerak indah, sempat mengalihkan angan Mack pada peristiwa siang tadi. Wanita dengan rambut pirang yang lain, hanya mungkin sedikit lebih gelap. "Sialan..." Mack mendesis. "...kau...!" hisapan kuat mulut wanita itu membuatnya mendongak ke atas. Rahangnya mengeras, sekeras dirinya dalam belitan mahir lidah wanita pelacurnya itu. "Riana Jovon!" Mack menyerukan nama yang mampu membuatnya bergairah Wajahnya yang cantik dan menggoda, serta bibir dan lidahnya yang tajam. Baru kali ini Mack bertemu seseorang yang berani melawan dirinya. Terlebih dia adalah seorang wanita. Ingin sekali rasanya Mack mencium bibir itu dengan kasar, menghentikan kata-kata pedas dari bibirnya. Kemudian berakhir dengan menyetubuhinya dengan keras, membuat wanita itu memohon dan mengiba memohon ampun kepadanya. Mengingat sosok wanita itu membuat hasrat sekaligus kemarahan menguasai dirinya. Disentaknya wanita penghibur itu untuk berdiri, cairan mulutnya membuat pangkalnya yang semakin mengeras terlihat mengkilat, garang. Dia mendorong wanita itu untuk membungkukkan badannya menghadap ke tempat tidur. Membuka lebar kedua kakinya yang panjang, memperlihatkan celah kemerahan daging kewanitaannya.Mata Mack menghitam, dia butuh pelepasan itu. Tangannya tangkas meraih bungkusan kecil di atas mejanya, lalu menyelimuti miliknya. Mack memasuki celah di antara bongkahan bokong wanita itu cepat. Suara melenguh keluar dari mulut wanita yang mencengkeram sisi ranjang Mack. Desahan erotis terdengar setiap kali Mack memompa batang berototnya berulang-ulang dengan ritme cepat dan kasar. Sementara sebelah tangannya memegang bahu, dan sebelah lagi mencengkeram rambut wanita itu. Tak peduli perlakuannya yang cenderung kasar tersebut membuat si wanita meringis menahan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Rasa sakit dan nikmat oleh ukuran klien nya yang luar biasa malam ini. Mack bergerak maju mundur lebih cepat lagi, membuat suara benturan dirinya dan bokong di depannya. Matanya terpejam, kedua tangannya memegang erat kedua bongkahan. Dorongan terakhir menghujam keras, menyemburkan benihnya ke dalam diri wanita pelacur itu. *** Ditempat lain... Sekali lagi dia membawa miliknya yang tebal dan keras menghujam lebih dalam, menyentuh titik nikmat yang sangat peka, membuat kekasihnya mengerang dan menggelinjang hebat dalam gelombang orgasme. Kemudian mengigit bahunya cukup keras, bahkan terasa perih mengoyak kulitnya, tapi justru membuat pria itu semakin bersemangat. Meradang, memompakan batang berotot miliknya ke dalam liang sempit kekasihnya, sampai titik terakhir gelombang orgasmenya mereda.
Dia mengatur posisi yang dia sukai, melingkarkan kedua kaki kekasihnya di bahu, melakukan gerakan lembut kemudian cepat. Merasakan miliknya yang semakin berdenyut, kian hebat, dan akhirnya meledak dengan sempurna, menggapai klimaks yang di harapkannya. Menghempaskan tubuh yang bersimbah keringat di samping kekasihnya. Keheningan merayap di antara mereka, seiring dengan detak jantung yang mulai berdegup teratur. "Dia mulai mengancamku lagi." Pria itu membuka suara beberapa menit kemudian, pandangannya menerawang jauh ke langit-langit kamar apartmentnya. "Mack?" Tanya sang wanita, sekedar memastikan siapa yang dimaksudkan oleh kekasihnya. "Siapa lagi? Mack bilang jika aku tak serius bekerja, Dewan Komisaris perusahaan telah bersepakat untuk mendepak aku keluar dari ALK."Riana terdiam cukup lama, mencerna informasi yang baru saja di sampaikan Tristan, kekasihnya. "Kurasa Mack ada benarnya Trist, kau seharusnya mulai serius pada bisnis keluargamu." Tristan tersenyum menanggapi nasihat Riana. Membalik posisi tubuhnya menghadap Riana. "Jangan mencemaskan hal itu sayang. Apapun yang terjadi aku tetaplah bagian dari ALK, walau kecil. Aku memiliki sebagian saham milik ibuku di perusahaan itu," ujarnya sambil meraih jemari Riana, mengecupnya dengan mesra. "Seseorang akan menyelematkanku dari kemurkaan Mack. Aku tau apa yang sebenarnya Mack rencanakan padaku, tenang saja, aku tetap pada rencana semula." *** Lebih dari sepuluh menit kertas itu berada di tangan Mack, selembar akte kepemilikan sebidang tanah, namun benaknya tidak sedang berada di sana untuk membacanya. Beban pekerjaan yang menumpuk belakangan ini membuat Mack semakin tegang dan mudah tersulut emosi. Semua beban yang seolah harus ia pikul seorang diri dari waktu ke waktu. Angan Mack mengembara pada kejadian belasan tahun yang lalu, ketika orang tuanya meninggal beruntun. Kepergian Claire Kenward, ibunya, lalu disusul kepergian ayahnya satu bulan kemudian. Anfal yang dialami ayahnya di tengah rapat yang sedang dipimpinnya. Pria malang itu roboh, dan tak pernah bangun lagi. Mack dan juga kakak perempuannya, Emma, secara otomatis mewarisi seluruh kerajaan bisnis yang di tinggalkan Ayah dan Ibu mereka. Emma yang menikah dengan seorang pria berkebangsaan Prancis, cenderung tidak mau tau, dan tak ingin terlibat pada kerumitan urusan perusahaan. Meminta pengacara keluarga mereka mencairkan sebagian harta warisan bagian Emma selanjutnya hanya menikmati hidupnya dan bersenang-senang. Berlibur, keliling dunia, menghamburkan uang peninggalan orang tua mereka. Sementara Mack muda harus bekerja keras, di usianya yang belum genap dua puluh tahun ketika itu. Menyelesaikan pendidikannya, sekaligus membangun bisnis keluarga. Mempertahankan apa yang telah di bangun ayahnya bersama beberapa orang kepercayaan ayahnya. Berapa tahun kemudian. Sebuah tragedi terjadi lagi. Sebuah kabar yang disiarkan langsung oleh stasiun berita BBC yang tanpa sengaja sedang Mack saksikan. Tentang tewasnya empat puluh tiga turis, termasuk lima belas anak-anak, di kawasan Tetirah, Cavalese, Italia. Emma dan Fergy suaminya tercantum sebagai korban tewas, saat sebuah kereta gantung terhempas ke tanah, beserta rangkaian rel seberat tiga ton yang terlepas dan jatuh dari ketinggian empat puluh lima meter. Padahal beberapa jam sebelumnya Mack sempat melakukan percakapan singkat dengan Emma. Suara Emma yang begitu bersemangat menceritakan tentang aktivitasnya bermain ski pagi itu, yang ternyata menjadi percakapan terakhir Mack dengan Emma. Mack terpuruk dalam kesedihan panjang selama berbulan-bulan berikutnya. Melebihi kesedihan yang dia alami saat kepergian ayah dan ibunya. Membenci Tuhan yang tak adil pada dirinya. Mengapa Tuhan mengambil semua orang yang dicintainya, meninggalkannya seorang diri, menghadapi kerumitan hidup, serta tanggung jawab yang sedemikian besar. Sementara begitu banyak orang menggantungkan hidup mereka pada keberlangsungan perusahaan yang ia pimpin. Beberapa pegawai setia ayahnya melakukan semua tugas untuknya pada masa-masa sulit itu. Dustin, Manager Keuangan ayahnya, adalah orang yang datang secara berkala untuk melaporkan kegiatan keuangan perusahaan. Mack hanya perlu membubuhkan tanda tangan setelah membaca sepintas apa yang orang-orangnya kerjakan. Dunianya berhenti berputar pada saat itu. Sampai kehadiran seorang bocah kecil ke dalam kehidupannya. Bocah laki-laki itu berusia tak lebih dari empat tahun, dan masih sangat polos. Dan entah bagaimana, hal itulah yang bisa kembali membangkitkan gairah hidup Mack. Menyadarkannya dari keterpurukan, dan mulai berhenti menghujat dunia. Bahkan bekerja lebih keras dari sebelumnya. Setidaknya ia masih memiliki salah satu keluarganya. Bocah kecil itu bernama Tristan, Putra Emma, yang sebelumnya bermukim bersama Emma di Italia. Mau tak mau Mack harus mengasuh Tristan keponakannya. Karena pengadilan memutuskan, hak asuh Tristan jatuh kepada Mack, sesuai surat wasiat terakhir Emma. Sepertinya Emma telah memiliki firasat ia tak akan menghabiskan waktu terlalu lama di dunia ini. Panggilan telepon di meja kerjanya membuyarkan lamunan panjang Mack tentang masa-masa suram yang pernah ia hadapi di masa mudanya. "Kenward." Jawab Mack. Kaku seperti kebiasaannya. Seseorang di seberang sana menyampaikan serangkaian panjang informasi penting tentang tender mega proyek milik negara yang sudah cukup lama dinanti-nantikan Mack. "Siapa saja pesaing terberat kita?" Tanya Mack lebih serius. "New Global Company." Jawab suara tersebut. Yang langsung membuat kening Mack berkerut. NGC, nama itu tak bisa dianggap enteng, keluarga Vallerwood telah berkecimpung di bisnis yang sama dengan ayahnya berpuluh-puluh tahun yang lalu. "Kabar baiknya, NGC sedang menghadapi masalah di dalam jajaran Dewan Komisaris perusahaannya. Paul Anderson sebagai General Director, gosipnya telah hengkang dari NGC, terkait masalah internal di dalam perusahaan tersebut." "Bagus. Informasi yang sangat menarik. Tunggu sebentar." Mack menjauhkan teleponnya sesaat. Lalu berbicara pada orang di balik pintu ruangannya. "Masuk!" katanya, memberi ijin pada suara ketukan di pintu. Lalu mengabaikannya ketika sesosok pria berumur lebih dari setengah abad masuk, menatap penuh cinta dan kerinduan pada Mack. Setelah berhari-hari tak melihatnya berada di rumah dia merasa lega melihat Mack kembali ke rumah. Hanya saja wajahnya yang muram dan pemarah itu masih saja belum berubah, menyisakan geliat dan nyeri tersendiri di dalam hati Joseph. Bertahun-tahun ia hanya sanggup membatin pada keadaan itu. Dia tak memiliki keberanian dan juga kemampuan untuk menghapus duka itu dari sana. Telinga pria tua itu berdiri penuh waspada pada pembicaraan yang di lakukan Mack di telpon. Sepertinya itu sebuah informasi berharga. Batinnya. "Ku harap informasi penting ini hanya milik ALK, pastikan ALK memenangkan tender itu Rob. Kabari aku jika NGC benar-benar mundur. Terima kasih untuk informasi ini Rob." Mack mengakhiri pembicaraannya, menyadari Joseph telah menunggu untuk melaksanakan perintahnya. "Apa kabarmu Josh?" Tanya Mack pada pria paruh baya yang berdiri menunggunya. Ia menyunggingkan sebuah senyum kaku di sudut bibirnya. "Saya baik My Lord." Jawabnya takzim. "Siapkan menu makan malam, untuk seorang tamu wanita, yang akan berkunjung malam ini, dan pastikan semuanya siap sebelum pukul delapan malam." Perintah Mack pada Joseph yang tak dapat menyembunyikan keheranan dari wajahnya, karena tak biasanya Mack menerima tamunya di rumah.Akan saya pastikan siap sebelum jam delapan My Lord." Jawab Joseph menjanjikan. "Ada yang lain lagi? Atau perlu saya tambahkan menu spesial lainnya?" Tanya Joseph. "Tidak. Kurasa itu saja." Joseph mengangguk patuh dan bergegas meninggalkan ruang kerja Mack. Menimbang-nimbang untuk segera menelepon seseorang terkait informasi penting yang baru saja ia dapatkan

KAMU SEDANG MEMBACA
surrender to love
RomanceApa lagi yang akan pria arogan ini lakukan kepadanya. Untuk beberapa saat, Aleta mulai menyesali keterlibatannya di dalam kehidupan Riana, terlebih ketika melihat sorot mata pria yang tak segan-segan menghabisi siapapun itu. termasuk dirinya