The Changing Life

131 5 6
                                    

HOLA READERS, AUTHOR HERE 

BACK WITH A STORY

A BRAND NEW STORY 

Jujur deh, udah lama author kepengen banget bikin cerita romance, cuma ditengah-tengah pembentukan alur suka " ADUH INI CERITA KAYANYA GA PANTES " atau " ADUH INI CERITA GAGAL PANEN BANGET SIAL (?) "

Dan baru kali ini saya bisa ada pemikiran matang buat bikin cerita romance dan TA-DAAAAAAA

Author pun menyajikan sebuah cerita baru dengan nuansa romance (?) Saya harap kalian maklumin kalo ceritanya jelek karena.. Yah ini cerita pertama saya yang bertema full romance.

Enjoy :)  

****

" ...Apa yang telah kulakukan..? "

Cairan hangat berwarna merah mengalir dari tubuh pria yang tergeletak dihadapannya. Bau anyor dengan cepat memenuhi seisi kamar yang kini ditempatinya. Dengan tatapan tidak percaya, ia berjalan mendekati tubuh pria yang sudah tak bernyawa tersebut.

Ia telah membunuh ayah kandungnya sendiri.  

***

PIIP PIIP PIIP PIIP PIIP

CKLEK!

"..Lagi-lagi..Mimpi itu.. "

Rambut berwarna chestnutnya tampak kusut setelah terbangun dari mimpinya, begitu pula dengan wajahnya. Hatinya selalu saja menangis meskipun air matanya tidak keluar. Sudah lama ia membuang seluruh emosi dan perasaannya, walau tidak sepenuhnya.

Hari ini ia tidak ingin menginjakkan kakinya ke sekolahnya. Tidak. Kemarin ia baru saja ditindas, dan pulang ke rumah dalam keadaan yang cukup memalukan -- Sekujur tubuhnya mengeluarkan aroma tak sedap dari air got yang disiramkan oleh beberapa teman sekelasnya, membuat seluruh murid, guru, karyawan, ataupun orang-orang yang pada saat itu berada di dekatnya, otomatis menghindar dan memberi kesan jijik terhadapnya.

Toh, ia sudah terbiasa ditindas seperti ini. Namun entahlah, rasanya hari ini ia tidak ingin bersekolah saja.

Tetapi tetap saja sepertinya ia harus benar-benar pergi ke tempat yang, menurutnya, bagaikan ' Neraka di Bumi ' tersebut, dan harus diusahakan sampai di sana tepat waktu. Ujian Matematikalah yang menjadi alasan utamanya.

" Seiraa! Ayo sarapa! Ibu tahu kamu sudah bangun! " Mendengar namanya dipanggil, Seira hanya tersenyum tipis kemudian membalas panggilan ibunya, " Iya bu, tunggu sebentar ya! "

***

" Kakak kenapa? "

Suasana hening yang menyelimuti ruang makan pun dipecahkan oleh sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang lelaki yang berusia sekitar 12 sampai 13 tahun. Seira tahu dengan pasti, bahwa adiknya itu sangat mengkhawatirkan kondisinya yang beberapa hari ini memburuk.

" Tidak apa-apa kok Daryl, kakak hanya...sedikit pusing saja, " Jawab Seira sambil memotong kembali omeletnya yang tadinya masih setengah terpotong. Lelaki tersebut tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putihnya yang kinclong, " Syukurlah! Jaga kesehatan ya kak! Jangan sampai terserang penyakit lagi! " Kemudian Daryl yang sudah menghabiskan sarapannya pun beranjak berdiri dari kursinya, mengambil tas sekolahnua lalu berjalan ke arah pintu depan.

Seira memperhatikan ayahnya yang masih saja asyik membaca koran, membiarkan secangkir kopi yang dibuat oleh ibunya tergeletak begitu saja di atas meja. Ibunya yang menyadari hal tersebut, mengerucutkan bibirnya seraya mengambil sebuah panci penggorengan, kemudian berjalan ke arah meja makan tempat dimana suaminya tersebut sedang menikmati aktivitas rutinnya.

BLETAKK!!

 Sebuah hantaman keras tepat mendarat di kepala sang penggila koran tersebut. Seira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sementara Daryl yang hendak membuka pintu rumah tertawa terbahak-bahak melihat ayahnya yang meringis kesakitan dan ibunya yang tertawa sinis 'HA-HA-HA' melihat penderitaan suaminya. Pertengkaran pasangan bodoh ini berlangsung setiap harinya dan paling dapat membuat hati Seira dan Daryl merasa geli karenanya.

Tanpa disadari 3 bulan telah berlalu sejak ia dipungut oleh keluarga yang hangat ini, dan sepertinya Seira sudah merasa nyaman dan tentram hanya dengan bersama mereka.

***

Seira POV

Aku termenung menatap jendela, melamuni hal yang sama setiap harinya. Hari ini tidak seperti biasanya, Transjakarta tidak terdapat banyak penumpang, membuatku lebih bisa berkonsentrasi dalam lamunanku.

Sebenarnya memang.. Iya. Aku phobia terhadap laki-laki karena trauma di masa laluku.

Dua orang lelaki pujaanku di masa lalu, mengkhianatiku tanpa alasan.

Itulah yang sering terpikir dalam benakku, dan aku tak mampu melepaskan diriku dari masa lalu. Aku terlalu takut.

Namun 'ayah' dan Daryl.. Mengapa.. Aku tidak takut terhadap mereka?

Transjakarta yang tengah kutumpangi akan membawaku ke halte Transjakarta di depan Pluit Village, lalu aku akan berjalan kaki ke PIK selama kurang lebih setengah jam, dan naik MRT untuk sampai ke Golf Island, dimana sekolahku, SMAK Santoferus berada. Sebenarnya sekolah ini dibangun belum cukup lama, yakni sekitar satu setengah tahun yang lalu.

Warna langit hari ini sangat indah. Merah kejinggaan. Kedua warna tersebut adalah warna favoritku. Aku menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, yang menunjukkan pukul 6.45, sedangkan ujian akan dimulai pada pukul 8 tepat.

" Setidaknya 10 menit lagi akan sampai di halte.. " Gumamku pada saat itu, dan benar saja, 10 menit pun berlalu dan tiba-tiba aku mendengar bunyi decitan ban dari bus raksasa ini. Kedua mataku menangkap sebuah halte, yang tak lain adalah halte Transjakarta yang barusan kumaksudkan.

Namun sepertinya.. Ada.. Yang tidak beres dengan otakku, atau lebih tepatnya lagi tubuhku. Aku berjalan terhuyung-huyung ke arah halte. Tak bisa menyeimbangkan tubuh, tangan kananku meraih dan memegang erat railing disampingku, disusul dengan tangan kiriku, kemudian melanjutkan langkahku menuju luar halte.

Ketika berhasil keluar dari halte, pandanganku memburam. Apakah.. aku akan pingsan? Sepertinya memang dari awal aku harusnya tidak pergi ke sekolah. Seketika itu juga aku merasakan tubuhku akan tumbang dalam beberapa detik saja. Tepat pada saat tubuhku nyaris menyentuh tanah aspal yang kasar, seseorang menopang tubuhku, dan setelahnya aku..tak ingat lagi. Pandanganku sudah berubah menjadi gelap gulita.

***

"..ei "

" ...Hei..kau... "

" .. Bangun, kita sudah sampai. "

Suara yang terdengar 'berat' membangunkan Seira yang terlelap dalam tidur nyenyaknya yang berlangsung sementara waktu. Kedua matanya terlalu lelah untuk dibuka. Apa boleh buat? Ia tidak suka menyinggung perasaan orang lain, dan juga tidak ingin. Dengan malas, Seira segera mengucek-ucek matanya dan mengangkat pundaknya yang ia sandarkan kepada orang disampingnya.

Tunggu.

Tadi dia bilang apa?

Kita?

Dan juga, Seira bersandar kepadanya?

Malunya! Seira merasa ia sudah tak sopan, menumpang istirahat di pundak orang yang bahkan ia belum lihat sosoknya,  dan yang tak ia kenal, alias orang asing, ASING! Secepatnya ia berdiri dan kemudian membungkuk di hadapan orang tersebut dan meminta maaf. Kali ini mukanya benar-benar memerah seperti kepiting rebus!

" Ma-maafkan aku! Aku tidak sopan.. Maaf! " Ucap Seira dengan nada yang agak panik. Yang ada bukannya ia ditampar, ditegur, atau dimarahi orang bersuara 'berat' tersebut, namun justru ia mendapatkan sebuah elusan lembut di kepalanya, sama seperti yang 'ayah'nya selalu lakukan terhadapnya.

" Tidak usah sesopan itu, hanya menumpang sebentar saja kok, tidak apa-apa.. "

Ketika Seira mendongak untuk melihat sosok orang yang telah menolongnya, matanya terbelalak disertai mulutnya yang menganga tidak percaya. 

Bahwa seorang lelakilah yang telah berbaik hati menolongnya.

Pastell LächelnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang