The School Idol

133 4 3
                                    

Le-lelaki?!

Pemuda dihadapannya tersenyum lembut. Tangannya ia tarik kembali setelah mengelus-elus kepala Seira dengan lembut. Seira tidak tahu ia harus berbuat apa. Ia segera berdiri kemudian memundurkan tubuhnya agak menjauh dari pemuda yang telah menolongnya.

Haruskah ia berterima kasih? Atau.. Haruskah ia.. Kabur?

Keduanya saling terdiam. Tak tahu harus bicara apa. Pemuda tersebut memandang Seira dengan aneh, karena ketika Seira melihatnya, Seira langsung bertindak bak seseorang yang telah melakukan pembunuhan atau dosa berat lainnya.

Tiba-tiba saja kaki Seira terpeleset dan ia kembali terjatuh di atas lantai MRT yang dapat dibilang, lumayan dingin. Saat Seira mengaduh kesakitan, pemuda tersebut kembali menolong Seira untuk berdiri, namun dengan tegas Seira menolak.

" Aku dapat berdiri sendiri, " Sahut Seira dengan muka yang masam, " Jadi jangan bantu aku. " Gadis yang pagi-pagi sudah beraroma Vanilla tersebut merapikan rok kotak-kotak selututnya yang kotor terkena debu, sedangkan pemuda tersebut hanya dapat tertawa kecil melihat tingkah Seira yang aneh.

" Kamu.. Benar-benar aneh..! Ahahaha! " Tawa pemuda yang kini berada di samping Seira yang terduduk lemas menggema di MRT tersebut. Kesal karena bertemu seorang lelaki asing yang dianggapnya menyebalkan dan kejam, Seira kembali berdiri menuju pintu keluar MRT, meninggalkan pemuda yang masih saja berjongkok dengan penuh senyuman.

Menjijikan! Itulah satu kata yang dapat Seira deskripsikan untuk senyuman pemuda tadi.

***

Murid-murid di kelas X-A menatapnya dengan penuh kekesalan. Kepalanya tertunduk selama ia berjalan menuju bangkunya. Tas selempangnya ia cantelkan pada meja yang terbuat dari kayu oak berwarna coklat kejinggaan, dan tangannya ia tenggelamkan ke dalam tas tersebut untuk mencari kotak pensilnya.

Tanpa diketahui Seira, laci mejanya telah dipenuhi lautan gumpalan kertas. Ada tidak ada sih, Seira tak akan peduli. Setiap hari ia sudah rutin membuang 'hadiah-hadiah penggemarnya' itu. Ketika Seira hendak mengambil buku matematikanya, tangannya terhenti oleh genggaman seorang murid perempuan yang menatapnya tak suka.

Seira tak suka dengan ini. Ia tak ingin memulai pertengkaran. Tak mau ambil pusing, ia menghela nafasnya sesaat, kemudian menatap gadis disampingnya itu, " Ada perlu apa denganku? "

" Maaf tapi.. Apakah kau bisa menjauh dari Ray-ku? " Seira mengerutkan kedua alisnya. Ray? Siapa? Setahu Seira ia tak pernah mendekati murid laki-laki di sekolah ini. Pertanyaan gadis tersebut membuat Seira berpikir untuk kedua kalinya.

Tunggu..apakah Ray adalah.. orang yang telah menolongnya tadi pagi?

Dengan tegas Seira melepaskan genggaman gadis tersebut, lalu menjawab gadis tersebut dengan nada yang datar, " Menjauh? Memangnya aku.. terlihat seperti mau PDKT sama cowok orang lain ya? Dengar. Aku TIDAK pernah mendekati semua murid laki-laki yang ada di sekolah ini. Tadi pagi Ray hanya membantuku dan ketika ia ingin membantuku untuk yang kedua kalinya, aku menolak, karena takut akan merepotkan. Mengerti? "

Gadis tersebut hanya membesarkan matanya tidak percaya. Kedua tangannya menggebrak meja Seira sehingga kotak pensil bermotif domo miliknya jatuh ke lantai. Sekarang raut wajah gadis tersebut terlihat marah dan kesal, dan ia nampaknya tak menggubris kata-kata Seira barusan.

" AKU TIDAK PERCAYA! KAMU, SEORANG MURID YANG DIBENCI DAN DIKUCILKAN! MANA MUNGKIN AKU BISA MEMERCAYAIMU! " Bentaknya kepada Seira. Seira masih saja menatapnya datar, tak ingin melawan ataupun menjawab. Tepat pada saat sebuah tamparan akan mendarat di pipi Seira, seseorang menahan gadis itu untuk melakukannya.

Pastell LächelnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang