Sore terlihat lebih ramai dari biasanya, mungkin sekarang sudah waktunya orang-orang pulang kerja, langit bahkan sudah mulai menjingga. Sudah lewat dua jam dari waktu pulang sekolahnya, tapi Misaki masih belum terlihat ingin pulang, dia memang tak ingin pulang. Tak peduli satu jam lagi matahari akan tenggelam dan bahayanya anak gadis jalan sendirian malam-malam, dia hanya berjalan tanpa arah mengelilingi daerah pertokoan.
Di rumah memang selalu ramai, semua orang di rumah pasti akan memanjakan, mulai dari pertanyaan ingin mandi atau makan malam, atau menawarkan hiburan, tapi dia tak pernah merasa benar-benar senang, siapa yang senang disambut dengan senyuman ala preman.
Bibirnya masih berdenyut, helaan nafas terdengar berat keluar dari dalam bibir berdenyut itu, satu luka dia dapatkan dari kelakuan yang bahkan tanpa sadar dia lakukan. Semua memang bukan salahnya, semua salah ke tiga seniornya itu, bisikan-bisikan mereka tak bisa diterima Misaki dengan sabar seperti biasanya, kesabarannya sudah terkikis sejak dia memutuskan meninggalkan kelas, dan ketiga senior yang melihatnya membolos itu mulai membisikkan kata-kata yang tak bisa dia terima, menyebut keluarganya tak tahu tempat karena menyekolahkannya di sekolah itu, menyebut keluarganya bodoh karena buat apa menyekolahkan dirinya di sekolah padahal pada akhirnya dia akan menjadi penjahat seperti mereka, dan mereka tertawa saat menyebut penjahat memang perlu sekolah untuk menipu orang yang lebih pintar.
Dan tanpa sadar tangannya sudah mendarat di pipi salah satu seniornya itu.
"Aku lupa mereka senior club karate, orang-orang rumah pasti bertanya tentang luka ini, tsk" Misaki benar-benar mengutuki sikapnya yang tak bisa dia kontrol.
Langkah Misaki berhenti, di depannya berhenti sebuah mobil hitam penuh dengan laki-laki bertato, "Misaki-chan~~ kau kutemukan" ucap satu laki-laki yang mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.
⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫
"Bisa kau jelaskan mengenai hal ini," suara bariton itu menggema, terdengar marah karena foto-foto yang ada di mejanya.
Misaki menatap ke sekeliling, ruangan besar yang baru saja dia masuki dipenuhi puluhan laki-laki bertampang sangar duduk berjejer di kedua sisinya, ini pertama kali Ayahnya terlihat marah padanya, biasanya laki-laki berumur hampi 40 tahun itu hanya melengos tanpa memperdulikannya.
"Ini pertama kalinya Ayah marah padaku, ku pikir Ayah akan bersikap tak perduli lagi," ucapnya santai sambil berjalan menuju meja sang Ayah, melewati beberapa berandalan yang duduk diam.
"Aku yakin Ayah sudah tau semuanya."
"Jelaskan!"
"Apa aku harus menulis laporan untuk itu?" tanya Misaki, masih dengan gaya santainya.
"Mi-Misaki-chan, tolong jangan membuat Kashira jadi lebih marah," bisik salah satu laki-laki bertato yang duduk di sebelahnya.
"Aku hanya hilang kendali, anggap saja aku sudah muak dengan mulut-mulut mereka, muak dengan keluarga ini yang membuat mulut-mulut mereka berkicau tanpa henti, muak karena aku adalah anak Ay-"
PLAKKK
Semua menahan nafas, beberapa orang yang ada dalam ruangan itu malah bersiap, bersikap siaga kalau-kalau bos mereka kehilangan kendali nantinya.
"Ayah menambah satu luka lagi di wajahku lo, dan ini pertama kalinya kau menamparku," pipinya memanas, dan dirasakaan bibirnya yang tadinya sudah mengering mulai mengeluarkan darah lagi, jujur saja hatinya lebih sakit, tapi ini pertama kalinya Ayahnya bereaksi terhadapnya, menatapnya fokus dimanik mata, memberikan perhatian meski dengan amarah, jadi entah kenapa di sedikit senang.
"Kau membuat ketiga seniormu masuk Rumah Sakit, babak belur hingga trauma, ada apa dengan ketenanganmu selama ini. Aku tak pernah mengajarimu untuk bersikap brutal seperti itu."
"Aku hanya manusia Ayah, kesabaranku ada batasnya, Ayah pikir aku bisa selalu tenang dengan perkataan mereka yang seenaknya itu? Aku tahu keluarga macam apa yang aku miliki, aku tak perlu mereka untuk memberi tahuku, aku cukup sabar selama ini, seharusnya mereka mengerti itu dan menutup mulut mereka, tapi mereka tetap saja bertindak seperti hakim yang melihatku sebagai penjahat terkeji di dunia, padahal aku tak pernah melakukan apa-apa. Aku hanya sedikit bersikap seperti apa yang mereka sebutkan tentang hidupku, sedikit memenangkan mulut mereka, kalau mereka menangis itu urusan mereka, mereka mendapat balasan seharusnya mereka tak protes akan hal itu."
Semua terdiam, jujur saja semua orang tahu kehidupan apa yang dimiliki Misaki, semua mata di dalam ruangan ini selalu tertuju pada gadis itu selama ini, tapi mereka tak pernah tahu, separah apa luka yang di dapat oleh Ojou-sama mereka.
"Kurasa penjelasanku cukup jelas Ayah, 15 tahun sudah cukup untukku menyimpan semua kesakitanku karena keluarga yang Ayah berikan." Misaki mendongak menatap sang Ayah, senyumnya pahit sedikit getir, meski begitu dia tetap sayang Ayahnya, "Aku lelah, boleh aku ke kamar sekarang?"
Yamaguchi senior itu terdiam, berbalik memunggungi sang Anak, Misaki sudah hapal pergerakan Ayahnya itu, Ayahnya akan berbalik memunggungi kalau sudah tak ada lagi yang disampaikan.
Misaki juga berbalik menuju pintu keluar, hampir sampai menuju pintu suara bariton itu kembali terdengar lagi, "Ryuma, obati luka anak itu."
"Hai' Okashira" jawab laki-laki yang sebelumnya menjemput Misaki itu.
⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫
"Aku membuat anak kita berubah menjadi seperti diriku. Kayura, apa yang harus kulakukan?"
_________________________________________
Waaaaa, akhirnya chapter 1 nya selesai juga, mungkin ceritanya agak aneh dan banyak kekurang, minna-san mohon kritik dan sarannya dan jangan lupa vote sama reviewnya ..
Kalau ada yang kurang sreg sama ceritanya langsung aja comment ya ..
Ja~~~
Arigato minna ..
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Sang Putri
RomanceMisaki, dalam 15 tahun hidupnya tak pernah merasakan kebahagiaan, tak pernah mengenal siapa ibunya, tak pernah mengecap manisnya kasih sayang.. Hidupnya selalu ramai, banyak teriakan disekelilingnya, banyak pesta pora disekitarnya, banyak tawa yang...