Chapter 5

6.6K 488 31
                                    

Memikirkan perasaan Marvin? Mengapa harus memikirkan perasaan dari laki-laki yang pernah mempecundangi cintanya?

"Aku nggak mau kita bertengkar di depan Marvel," Hazel memilih mengakhiri percakapan sarat emosi itu.

Sedangkan Marvin kembali pada keyakinan bahwa dia tidak akan menyerah untuk Marvel.

"Kalau begitu kita bisa bicarakan hal ini baik-baik," kata Marvin. "Kapan kamu ada waktu?"

Waktu?

Rasanya tidak ada lagi yang harus dibicarakan, andaikan jika waktu mengijinkan.

"Mau bicara apalagi?" Hazel bertanya.

"Entahlah,"

Marvin menjawab dengan jawaban mengambang. Tiada kepastian.

"Mungkin tidak perlu bicara. Aku hanya ingin bersama kamu dan Marvel seharian. Hanya memastikan kalian baik-baik saja. Aku tahu, hanya satu hal itu yang aku bisa minta dari kamu. Nggak berat kan?"

Marvin tidak lagi menunggu apa-apa. Termasuk jawabannya, apakah mengiyakan atau menolak.

"Hari Minggu aku ada di Jakarta."

Marvin mendengarnya, tapi tidak lagi menanggapi. Dia hanya membungkukkan badan untuk mengacak rambut Marvel kemudian berpamitan.

***

"Tumben kamu ke Jakarta nggak ngasih tau Mama. Mau buat surprise ya?"

Mama mengingatkan dirinya bahwa kedatangannya hari Sabtu sore itu ke rumah orangtuanya telah memberikan kejutan untuk mama, papa dan Vio. Sebenarnya bukan kejutan. Kedatangannya hari itu bersifat dadakan, karena sebelumnya memang dia tidak pernah berencana untuk datang. Lagipula minggu lalu, dia juga pulang ke Jakarta.

Dan hari ini, hari Minggu tepat jam 7 pagi, Hazel sudah selesai mandi dan berpakaian rapi. Pilihannya jatuh pada sebuah dress biru tua yang jatuh di atas lutut bermotif titik-titik kecil berwarna kuning pupus. Paduannya, sebuah cardigan warna biru yang sedikit lebih terang dan sepasang sepatu flat warna hitam. Marvel pun sudah rapi dengan kemeja kotak-kotak dan celana jins. Tidak lupa Hazel memakaikan topi untuk melindungi kepalanya dari panas jika mereka memang jadi berjalan-jalan pagi itu.

"Aldric jam berapa datang jemput kamu?"

"Mas Aldric lagi di Manila sekarang, Ma."

"Oo, mau jalan sama Karina ya?"

Hazel menatap mama. Ragu antara mengatakannya atau tidak. Dia bisa saja membuat janji dengan Marvin di sebuah tempat jadi Marvin tidak perlu datang menjemput dan mama pun tidak banyak bertanya. Tapi, mereka belum sepakat. Belum tentu juga Marvin akan benar-benar datang. Mengingat waktu itu Marvin juga tidak memastikan apalagi memaksa untuk menghabiskan waktu bersamanya dan Marvel.

"Ma. Aku dan Marvel mau jalan-jalan sama Marvin."

Hazel akhirnya menjawab. Kini malah perasaannya jadi tidak enak dengan mama.

"Lho?" Mama, sesuai dugaannya, cukup terkejut.

Entah, terkejut karena beliau berpikir Hazel sudah menutup rapat akses Marvin untuk bertemu dengannya. Atau mama terkejut karena Hazel yang selama ini hanya keluar jalan-jalan bersama Aldric kini malah mau menghabiskan waktu dengan Marvin.

"Marvin minta waktu. Kangen sama El, dan dia mau aku juga ikut." Hazel menambahkan. "Nggak apa-apa kan, Ma? Cuma jalan-jalan ke tempat permainan anak-anak gitu."

Hazel pun belum mengetahui akan seperti apa konsep jalan-jalan hari itu. Dia hanya menebak-nebak saja.

"Nggak apa-apa sih." Mama masih belum melepaskan ekspresi setengah bingung yang biasa diperlihatkan jika Hazel menceritakan sesuatu yang luar biasa. "Kan niatnya baik untuk ngajak El main. Iya kan?"

"Iya, Ma."

Vio yang baru saja bangun tidur, menyapa mereka.

"Pagi, Ma. Pagi, Kak."

"Ya ampun, Vi. Jam segini udah bangun?" tanya mama sambil tersenyum.

"Ih, mama ngeledek ya?"

Vio biasanya memang bangun lebih siang. Rekor bangun jam 8 di Minggu pagi benar-benar peristiwa luar biasa.

"Wiih, kakak sama El udah rapi. Mau ke mana, Kak?" tanya Vio dengan wajah penasaran. Diambilnya sebutir apel dari keranjang buah dan menggigitnya.

"Mau jalan-jalan." Mama menjawabkan.

"Sama siapa, Kak? Sama Mas Aldric?"

Mama lagi-lagi menjawabkan. "Kamu mau tau aja deh urusan kakak kamu."

"Iya dong. Aku kan kepo, Ma." Vio beralih kepada Marvel. "Naah El, mau pergi sama siapa?"

"Mau main sama Oom baik,"

"Oom Aldric ya?"

"Bukan. Oom baik," Marvel menjawab lugas.

"Sama ayahnya, Vi." Mama mengedipkan mata.

Dan Vio langsung bersemangat.

"Waaah. Kok bisa, Ma? Ceritain dooong," Vio langsung menggiring mamanya menjauh. Vio segan menanyakan kepada Hazel.

"Aduh, kamu tuh ya." Mama enggan menceritakan lebih jauh.

"Mama suka gitu deh. Bikin penasaran."

Hazel menjawab. "Marvin mau jalan sama El. Kakak cuma nemenin."

"Ooo, gitu ya, Kak?"

Sejak Hazel mendiamkannya karena Vio pernah menyinggung soal Marvin, Vio menjadi segan jika di rumah itu ada yang tidak sengaja membahas Marvin ketika Hazel ada di sana. Responnya pun tidak berlebihan seperti biasanya. Vio maklum, kalau kakaknya sudah tutup buku dengan masa lalu.

"Mas Marvin tuh, Kak." Vio yang lebih dulu melihat mobil Lexus yang memasuki halaman.

Hazel pun beranjak dari kursi, mengikuti Marvel yang sudah lebih dulu berlari menuju teras.

"Aku berangkat dulu ya, Ma? Vio?"

"Take care and have fun, Kak." Vio hanya melambaikan tangan kemudian beralih menuju lemari es.

"Oooom,"

Mama tertegun mendengar suara penuh semangat Marvel.

"Zel. Kamu belum ngasih tau Marvel soal siapa ayahnya?"

Hazel menunduk.

"Lebih baik kamu jujur soal Marvin, Sayang." Mama mengucapkannya dengan hati-hati. "Mama kasihan banget sama El."

***

Apa yang dikatakan mama sesaat sebelum berangkat, terus terngiang di ke dua telinganya. Hazel menarik napas yang setiap detiknya terasa semakin pendek. Mungkin jika punya waktu lebih untuk berpikir, dia akan memilih untuk tidak ikut. Setiap menatap Marvin dan Marvel secara bergantian, setiapkali itu pula nafasnya terasa sesak.

Turun dari mobil, Marvel beralih kepada Marvin yang kini tengah menggendongnya. Hazel memilih menjaga jarak, hingga kini dia memilih berjalan di belakang Marvin.

"Ndaa," Marvel terdengar mencarinya.

"Ii..iya, El, Bunda di sini," Hazel mempercepat langkahnya. Menyusul di antara kerumunan orang yang berjalan menuju pintu masuk taman mini.

"Kamu gendong El, nanti aku yang ngantri tiket," Marvin menyerahkan Marvel kepada Hazel.

"O..oke," jawab Hazel sambil mencoba mencari tempat yang sedikit lowong.

***


Dikit kan? Seuprit kan? Heeiii yang pentin update lancarrr :)

Apa yang akan terjadi di chapter berikut? uhuk uhuk

Third Perfection (SUDAH DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang