"Kamu nggak balik kerja?"
Hazel balik bertanya. Dia tidak tahu di mana Marvin bekerja sekarang. Tapi jika diihat dari tampilannya siang itu lengkap dengan dasi dan jas, kemungkinan Marvin memang masih bekerja.
"Nanti setelah nganterin kalian," jawab Marvin.
Semua orang di meja itu sudah selesai dengan makanannya. Hazel mengintai Meryl yang juga sedang makan siang bersama klien. Ketika pandangannya kembali kepada Marvin, dia sedang melihat tagihan dan menyerahkan sejumlah uang tunai berikut tip kepada pelayan.
Hazel sedikit penasaran, Marvin bekerja di mana sekarang.
"Aku sudah menetap di Jakarta. Kerja di anak perusahaan papa," kata Marvin seolah bisa membaca pikiran Hazel.
Hazel tidak menyahut. Justru kini dia sibuk membenahi Marvel, menyeka mulutnya dengan tissue. Setelah selesai bersih-bersih di toilet, ternyata Marvin masih menunggu.
"Sudah siap? Aku anter pulang,"
Marvin bahkan sudah mengambil alih Marvel dan Marvel begitu manis dengan berdiri di samping Marvin, menggenggam tangannya, mendongak dan tersenyum sumringah kepada Marvin.
"Ayo Oom."
Hazel menyandangkan tas di bahu. "Bentar. Aku pamit ke mbak Meryl dulu."
***
"Bunda. Tuh liat,"
Celotehan Marvel terdengar setiap menemukan obyek yang menurutnya menarik. Sementara Vio yang duduk di belakang sesekali menimpali. Tapi setelah menerima telepon, Vio malah sibuk mengobrol dengan temannya. Hanya lima menit, dan Vio pun tenggelam dalam kesibukan chatting menggunakan tab miliknya.
Perjalanan pulang bersama Marvin menyisakan perasaan berbeda.
Sedikit lebih tenang.
Marvin mungkin tidak tahu soal hubungannya yang sudah berakhir dengan Aldric. Hazel tidak mungkin mengatakannya, karena dia pun belum berniat kembali kepada Marvin.
Kembali pada Marvin? Kenapa lagi dengan pikirannya?
"Mama nanyain kamu terus. Kalau kamu ada waktu, tolong temuin mama."
"Aku lihat nanti,"
"Kapanpun kamu bersedia, kasih tau ke aku,"
Hazel tidak lagi menyambung topik itu. Sebaliknya dia hanya menggumamkan terimakasih.
Terimakasih karena Marvin sudah berbaik hati mengantar mereka pulang.
***
"Tuh kan Mbak bilang juga apa. Hazel tuh masih nunggu kamu pedekate ke dia,"
Sampai di rumah mama, Meryl langsung menggodanya. Alhasil kini, Marvin jadi obyek candaan mama dan Tristan.
"Gengsi aja tuh, Mbak. Mas, kalo suka tembak aja lagi," kata Tristan diikuti tawa puasnya bersama mama.
"Udah, ya. Anak kecil nggak boleh ikut campur."
"Ya udah. Aku pergi deh. Mau ngerjain tugas kuliah. Daripada eneg lihat tampang mas yang masih ngarep tapi gengsian."
"Tristan!"
Sebelum salah satu bantal kursi melayang kepadanya, Tristan sudah melesat meninggalkan ruang keluarga. Sekarang gantian mama dan Meryl yang tertawa.
"Tinggal nunggu waktu yang tepat aja kan, Marv? Nggak pa-pa. Asal jangan kelamaan ya? Ntar Hazel digebet lagi sama yang lain,"
Komentar Meryl kali ini semakin menambah panas telinga Marvin. Dan hebatnya lagi, mama malah mendukung Meryl.
KAMU SEDANG MEMBACA
Third Perfection (SUDAH DIBUKUKAN)
RomanceHazel's Wedding Story (Last Perfection) (TELAH DIBUKUKAN) Merupakan gabungan dari Second Impression dan Third Perfection.