prolog

487 34 0
                                    

Rosalie's POV

Aku menekan kepalaku dengan jari manisku. Ini sangat menyusahkanku. Aku sama sekali tidak bisa menggunakan drum dan jika itu bisa, aku hanya asal dan kebetulan saja.

"Ros, apa yang kau tunggu?"Mrs.Esmee membuyarkan lamunanku. Dengan terpaksa aku maju kearah stage yang sudah berdiri drum set. Aku bergidik ngeri melihat stick yang dipegang oleh Tommy, ketua kelasku.

"Kuharap kau tak akan mempermalukan dirimu sendiri, Ros"

Aku hanya tersenyum kecut membalas ucapannya yang sarkastik itu. Untuk apa aku harus bertengkar dengannya dihadapan Mrs.Esmee?

"Ros, kapan kau mau memainkannya?"Terdengar Kyle menyoraki diriku.

Oke, ini sungguh parah. Aku benar-benar gugup.

"Mrs.Esmee, aku tidak bisa memainkannya"Ujarku. Aku menelan ludahku ketika semua orang diruangan ini menertawaiku.
Aku duduk di kursi yang entah itu bagian dari drum set juga atau tidak. Kepingan keringat dingin mulai kurasakan. Ini sungguh memalukan.

"Kau bisa turun dari stage dan aku memberimu tugas, Rosalie Shappen"

Akhirnya,aku sangat senang Mrs.Esmee mengatakan itu padaku. Memang menyedihkan tapi setidaknya dia benar-benar menyelamatkanku. Aku memang gadis yang bodoh dan berlebihan. Aku pun tersenyum lega dan turun dari stage.

"Dasar, payah!"Sorak Tommy. Masa bodoh, aku tidak punya urusan dengannya. Jadi untuk apa aku menjawab lolongannya yang tak berarti itu.
..

"Kenapa kau tidak mau memainkan drum?"Tanya Mrs.Esmee.
Aku memperbaiki posisi dudukku dan memperdalam tatapanku pada Mrs.Esmee.

"Aku suka pelajaran Sejarah"
Aku tersenyum kecil dan menyilangkan kedua tanganku diatas pahaku.

"Atau bisa dikatakan bahwa aku tidak suka pelajaran musik"
Mrs.Esmee mengangguk mengerti lalu mengambil penanya dan menuliskan sesuatu di sebuah kertas.

"Apa aku perlu berkonsultasi dengan otangtuamu untuk masalah ini?"

Aku mengeraskan rahangku. Sial, untuk apa Mrs.Esmee mengatakan ini pada orangtuaku karena hal sekecil ini.

"Kurasa tidak perlu, orangtuaku memang tahu bahwa aku hanya menyukai pelajaran sejarah"

Aku menarik sudut bibirku dan memberikan senyuman yang benar-benar tulus.

Menyebalkan.

"Lagi pula kau tak bisa memanggil orangtuaku, mereka sudah bercerai dan berpisah"

Mrs.Esmee menaikkan alisnya. aku tidak tahu itu kode untuk apa. Ia mencopot kacamatanya yang berlensa tebal itu.

"Kau bisa keluar sekarang, Ros"

Aku mengangguk lalu berlalu dari ruangannya. Jamuan yang istimewa antara aku dan guru dengan saksi beberapa topik seperti pelajaran musik atau bahkan orangtuaku.
"Hey, ada masalah apa kau dengan Mrs.Esmee?"

Drew, teman akrabku menghampiriku dan menepuk pundakku. Aku menggulung rambut hitamku keatas.

"Bukan urusanmu, Drew"

Aku kembali berjalan kearah kelasku mengingat sebentar lagi jam istirahat akan habis.

"Ayolah, ceritakan sedikit"desaknya. Sungguh bocah ini semakin membuatku badmood.

"Aku malas berbicara kepada siapa pun untuk seharian ini, tolong hargai itu"

Aku memutar bola mataku kearah Drew yanh hanya diam mematung.

"Kau marah kepadaku?"

Aku tetap diam dan bahkan mungkin tidak mendengarkannya. Aku benar-benar malas berbicara untuk saat ini karena ya, aku mengingat orangtuaku.

"Oh ayolah, Shappen!"

Aku menatapnya sinis."Jangan pernah memanggilku dengan nama belakangku!"

Drew hanya menghela nafasnya. Jujur, aku benci dengan nama belakangku. Tepatnya, aku membenci Ayahku. Ini semua karena tadi, aku jadi mengingat masa kelam orangtuaku.

"Oke, temui aku saat pulang nanti"
Aku tak menggubris perkataan Drew. Dengan gontai aku berjalan menuju kelas dan duduk dimejaku.

"Apa masalahmu sudah selesai, Ros?"

Aku mengadahkan kepalaku keatas. Rupanya Alexis, salah satu temanku. Dia hanya orang yang mau berbicara padaku dikelas ini.

"Uhm, ya"

Aku memberikan senyuman tipis dan menaruh kepalaku diatas meja dengan tumpuan lengan kiriku.

"Sebenarnya ada apa denganmu?"

Aku mengerutkan dahiku. Apa aku terlihat aneh dihadapannya? Ya sejujurnya aku memang anti sosial dikelas. Maksudku aku tak banyak berbicara kepada banyak orang. Mungkin hanya Drew dan Alexis, itu pun juga tidak sering.

"Tidak ada"

Aku bisa melihat Alexis memgambil kursi Tommy dan langsung duduk. Ia memperhatikanku layaknya iba. Perlu semua orang tahu bahwa aku tidak butuh dikasihani.

"Berhenti memandangku seperti itu, Alex. Aku sedang tidak ingin berbicara kepada siapa pun"

Dia tersenyum kearahku dan meraih tanganku. Kupikir dia seorang lesbian?

"Kau itu berbeda dari yang lainnya"
Aku menyeringai sebentar. Astaga, gadis ini memang hilang akal.
"Ros, kau bisa saja menceritakan masalahmu padaku, lalu kita akan menjadi sahabat"

Aku tahu bahwa itu tidak masuk akal sama sekali.
"Ide bagus, tapi kumohon tinggalkan aku sendirian, Alex. Aku benar-benar ingin sendirian"

Ia menarik nafasnya panjang lalu membuangnya.
"Aku akan pergi, kuharap kau baik-baik saja"

"Thanks"
..

"Sore nona Ros"

Aku bisa melihat Amelia, asistant rumah tanggaku menyapaku saat aku baru saja memasuki rumah.

"Aku tahu ini sore"

Aku melepas sepatuku dan menaruhnya secara sembarang."Dimana Ibuku?"

Dia terlihat memandang langit-langit seperti ingin mengingat sesuatu."Nyonya sedang pergi untuk urusan kantornya sampai nanti malam, nona"

Ibu macam apa dia. Tega sekali membiarkan anaknya sendirian- walau masih ada pembantu dirumah.

"Oh"

Aku pun masuk kedalam kamarku. Membosankan jika hidupku akan terus seperti ini.
Kulihat ponselku.

Kemana saja kau? Aku menunggumu di gerbang tapi kau tak datang juga

Aku melupakan janji Drew. Astaga, dia kasihan sekali, aku merasa bersalah.

Oh, maaf. Aku lupa akan hal itu

Aku mengirim pesan itu. Kutunggu beberapa menit dan Drew membalasnya.

Kau benar-benar jahat. Besok temui aku

Aku menghela nafas. Dasar bocah aneh. Untung saja bocah aneh ini adalah teman akrabku sendiri.

-----

Hey, salam kenal.
Vomment please ya:))
Kalo ada saran kirim ke inbox yaa
Happy reading:)

T-

WORST [hendall; slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang