Terima kasih... Aska." Dia berbalik dan tersenyum menatap punggung Aska.
Aska menghentikan langkahnya. Dia terdiam sejenak. Tanpa berbalik dia mengacungkan jempolnya dan lekas meninggalkan perpustakaan. Dia menggrutu dalam hati. Menganggap Randi aneh.
"Strawberry." Dia tersenyum simpul.
~
Seseorang tengah berdiri dibawah tiang lampu. Berkali - kali diliriknya jam tangan biru yang melingkar dipergelangan tangan kanannya. Wajahnya mulai cemas. Dia menghentak - hentakkan kaki ditanah. Menengok jalan kanan dan kiri. Tidak ada seujung jaripun yang ditunggu kelihatan.
"Ini bocah kemana sih?!"
Dia masuk area pemakaman sendirian sebelum hari semakin gelap. Dia berjalan gontai menyusuri jalan setapak. Terdapat makam di kanan kirinya. Tetapi matanya hanya tertuju pada batu nisan yang terdapat dibawah pohon rindang diujung sana.
Dia duduk didepan batu nisan tersebut. Mengusap batu nisan dengan lembut. Tatapannya nanar. "Mama."Wulan Ayu Sandrika.
"Helga disini, Ma. Aku kangen pelukan Mama."
Tes.
Setetes air mata itu terjatuh. Dan perlahan mulai bertambah banyak dan mengalir deras. Ia tak mampu menahan tangisnya. Dadanya terasa begitu sesak dan sakit. Angin sore yang terasa begitu dingin tidak mampu mendinginkan panasnya hatinya. Seakan tertusuk - tusuk ribuan pisau.
Sejak meninggalnya Mama Helga, ada dua orang yang hadir mengisi seluruh kekosongan dalam hatinya. Papanya dan Aska. Papanya yang ada saat dia terbangun dan sebelum tidur. Karena memang pekerjaan Papanya, Helga tidak dapat bertemu dengan Papanya sepanjang waktu. Aska-lah yang sangat mendominasi waktu tersebut. Bermain sepanjang waktu bersama. Apalagi jarak rumah mereka yang tidak terpaut jauh. Aska-lah yang mengerti seluk beluk masa lalunya dan liku - liku hidupnya. Seseorang yang selalu menggenggam tangannya ketika dia ingin menyerah. Seseorang yang akan memeluknya ketika ia terpuruk. Dan seseorang yang akan mengusap punggungnya ketika dia benar - benar lelah.
Alas an mengapa Helga sangat menyukai bola adalah karena Mamanya. Hal terakhir sebelum Mamanya meninggal yang sempat diperkenalkan kepada Helga. Mamanya yang akan menemaninya latihan sepak bola setiap hari. Akan tetapi suatu hari di bulan April tanggal 14 tahun 2000. Hari dimana ada pertandingan sepak bola bagi Helga, dia menginginkan kehadiran Mamanya. Saat itu Bogor sedang hujan deras. Jalanan begitu licin karena hujan. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi. Karena tidak ingin terlambat menghadiri pertandingan putranya.
Helga kecil sedang menggenggam telepon genggamnya dengan erat dan penuh semangat. Dia berdiri didepan lokernya. Dia memasukkan telepon genggamnya ke dalam loker. Ketika dia menutupnya, dia menemukan Aska kecil tengah berdiri didepannya sambil tersenyum. "Ga, lakuin yang terbaik."
Helga kecil mengangguk sambil tersenyum. Dia mengusap kepala Aska kecil dengan asal. Dan mereka tertawa bersama.Brak.
Mobil itu menabrak pohon dipinggir jalan karena menghindari anak kecil yang menyeberang dan terpeleset ditengah jalan. Mobil yang dinaiki Mama Helga menghantam pohon dengan keras. Sopirnya sudah tidak sadarkan diri. Mama Helga terluka parah.
"Maaf, Helga..."
Air mata Mama Helga mengalir sebelum hembusan nafas terakhirnya.
Boom.
Mobil itu meledak. Terbakar sampai apinya menari - nari ke langit. Derasnya air hujan tidak mampu memadamkan api mobil yang berkobar. Setelah sejam kemudian api tersebut baru padam. Polisi mengelilingi mobil tersebut. Mengeluarkan mayat didalamnya dan dibawa ke kantor polisi.