Sebelumnya..
Helga kembali melirik cowok tadi. Akan tetapi cowok tersebut tak bergeming. Menyimak setiap perkataan Pak Rully. Niat untuk tidurnya ia singkirkan, sepertinya dia harus mengawasi manusia bermata coklat di pojokan. Sesekali dia melirik cowok itu. Dia berharap dapat menangkap basah cowok itu ketika memandang Aska.
Childish.
Tiga ~ Hell
Bel istirahat berbunyi. Aska membereskan buku-bukunya ke dalam laci meja kayunya. Dia sibuk mencari pennya karena ia merasa tadi menjatuhkannya gara-gara gangguan dari makhluk di belakangnya. Sementara itu, Helga yang masih duduk di belakangnya tidak langsung keluar kelas setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Matanya sedari tadi sibuk fokus kepada satu sosok di pojok kelas, Randi. Mereka berdua saling bertatapan tidak suka. Karena Randi risih lama-kelamaan menatap Helga akhirnya dia memutuskan pergi keluar kelas. Helga menautkan alisnya dengan ekspresi tidak suka.
Gue yakin, ada yang tidak benar dengan Mata Elang itu.
Plak.
Aska memukulkan bukunya ke Helga. “Gara-gara lo pen gue ilang! Gue nyari sampai kepala gue terantuk meja! Hih!” hampir saja Aska memukulkan bukunya lagi ke Helga akan tetapi Helga mengacak rambutnya lalu keluar dari kelas dengan tertawa. Meninggalkan Aska yang dirundung emosi.
Aska membuang pandangannya keseluruh sudut kelas. Dia tidak melihat siapapun didalam kelas. Ternyata ketiga sahabatnya telah pergi meninggalkan dia untuk ke kantin seperti biasa. Dia mendengus kesal. Setelah mamasukkan handphonenya ke saku rok birunya, dia hendak berdiri.
Dukk.
Lututnya terantuk meja. Dia mendesis pelan. Dia melihat warna merah menembus perban yang sedari pagi telah membalut lututnya. Dia berjalan agak pincang keluar dari kelas. Dia merutuki hari ini yang begitu sial. Akan tetapi dia sadar, setiap hari seperti kutukan bahkan tak terkecuali. Entah kapan semua akan berakhir. Entah.
~
Aska masuk ke perpustakaan dengan menyeret kaki kirinya sambil meringis karena beberapa saat yang lalu dia telah menabrak pintu perpustakaan karena terhuyung beberapa anak yang berombong memasuki perpustakaan dengan tergesa-gesa sambil bercanda. Dia menatap sinis beberapa anak yang membuatnya harus menubruk pintu.
Dia meraih beberapa koran seperti biasa. Duduk dengan tenang sambil membolak-balik koran tersebut. Dia terhenti di beberapa halaman untuk membacanya dengan teliti dan berusaha mengingatnya.
Drrt.
Dia merasakan handphonenya bergetar. Dia merogoh saku roknya. Mengambil handphonenya. Hampir dia membuka mode kunci pada handphonenya, matanya beralih. Dia merasakan sedari tadi ada yang memperhatikan gerak-geriknya. Dia mengedarkan pandangannya ke barisan kursi di belakangnya. Matanya mendapatkan 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. 2 anak laki-laki dan 2 perempuan sepertinya sedang berdiskusi bersama, tetapi ada 1 anak laki-laki yang duduk tidak jauh dari keempat murid tadi. Aska memicingkan matanya. Ada yang aneh. Matanya terfokus pada anak laki-laki yang wajahnya tertutup buku bertuliskan “Biologi XI” akan tetapi buku tersebut terbalik.
Randi.
Randi menyadari bahwa Aska telah menangkap basah perbuatannya. Dia menelan ludah kasar. Menurunkan bukunya perlahan. Mendapati Aska yang masih menatapnya. Dia gugup. Dia tidak tahu harus berbuat apa, bahkan untuk mengatakan sesuatu lidahnya begitu kelu. Akhirnya dia menggeser kursi yang ia duduki.
“Ini gue sudah menemukan jawaban dari essay nomor lima!”
Randi tiba-tiba bergabung dalam diskusi keempat murid disampingnya. Menunjuk sebuah kalimat pada halaman yang ada didalam buku yang ia pegang. Akan tetapi ia mendapatkan respon muka bingung dari keempat murid tersebut. Randi mengedipkan matanya kepada keempat murid tadi sambil menggigit bibir bawahnya, seolah dia memohon untuk ditolong.