Upacara pernikahan itu berlangsung lancar, dan diliputi suasana bahagia. Pengantin wanita segera melemparkan buket bunganya, dan...
'Tuk'. Bunga itu mendarat di tangan Noire tanpa sengaja, perlahan. Seluruh tamu merasa gembira hingga akhir resepsi, namun Noire hanya mematung. Dia hanya tertarik pada pikirannya. Menyelami pikiran seperti menyelami lautan, pikirnya. Menyenangkan, dan beresiko.
Pasangan mempelai memanfaatkan keadaan ini. Mereka mengejutkan Noire, yang kemudian menyadari bahwa itu hanyalah Kai, dan mempelai wanitanya.
"Bukankah nona Claire akan datang?" Tanya Kai.
Dia menggunakan 'Nona' sekarang, padahal dulu dia memanggil Claire seenaknya tanpa peduli apa pun. Tetapi sekarang, karena Ayah kami―ayahku dan Claire― telah tiada kemarin, Claire menggantikan jabatan ayah, dan dia harus menghadiri acara di kota tempatnya tinggal sekarang terlebih dahulu.
"Ya, dia akan datang."
Beberapa jam kemudian, setelah acara selesai, Claire datang. Bersama seseorang.
"Ah, maafkan aku, Kai! Acaranya berjalan lebih lambat dari dugaanku..."
Tetapi Kai tidak tertarik. Dia memandang Claire dan menunjuk laki-laki tampan di sebelahnya.
"Siapa dia?"
"Tunanganku, putra dari Duke yang dulunya teman ayah."
Kai mengangguk, dan mereka larut dalam pembicaraan yang sepertinya menyenangkan. Noire memilih untuk pergi. Bagaimanapun, dia tidak bisa menganggap Claire adiknya. Baginya Claire adalah putri-nya, putri yang disayangi dan dikaguminya.
Claire mengikuti kepergian Noire dengan matanya. Ah, andai saja waktu bisa terulang kembali...
☺☺☺
Noire membaringkan diri pada kasur empuk di kamarnya, yang kini tidak lagi sempit dan gelap. Namun, entah mengapa, kesunyian itu tetap menyergapnya.
Noire berusaha memejamkan matanya, dan kemudian...
Antara sadar atau tidak, Noire berlarian di koridor, dan berhenti di depan sebuah pintu. Dia mengetuk, namun pintu tetap tak terbuka. Noire memberanikan diri meraih kenop pintu dan membukanya.
Dan tampaklah, tampaklah sosok bidadarinya. Jarinya yang lincah bergerak di atas sebuah piano tua. Piano yang dulu sering mereka mainkan bersama. Bahkan musik yang dimainkan juga sama. Noire tetap berdiri di tempatnya, mendengarkan.
" La Mer," musik indah itu mulai menyentuh perasaan mereka berdua.
"Laut," buliran bening mulai mengalir dari kedua mata Claire yang tertutup.
Musik itu, juga laut, memiliki arti penting dalam hati mereka.
Angin meningkap tirai perlahan, memberi kesejukan dalam hati mereka. Dia berbisik, bersama bunga-bunga primrose yang terperangkap dalam vas di sudut kamar. Membantu Noire dan Claire mengungkapkan perasaan mereka.
"Aku akan selalu bersamamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LA MER
FantasyWarning : Cerita ini ditulis sekitar tahun 2009 saat saya masih SMP. Karena itulah ada beberapa hal yang lebay atau tidak masuk akal (lompat ke laut di bawah tebing dan selamat? Haha) Well, this is just imagination. So please just read it as it is...