Tara POV
Pertama kali aku melihatnya dia sedang menyampaikan orasinya tentang pemberdayaan kaum perempuan dalam salah satu seminar. Dia lugas. Garis wajahnya tegas. Dan matanya seolah membara.
Dia cerdas. Terlihat dari bagaimana dia menyampaikan pendapatnya dengan sistematis.
Biasanya aku akan memperhatikan tentang materi-materi yang berkualitas yang disampaikan dalam berbagai pertemuan. Itu akan membantu menolongku sebagai seorang lawyer muda yang baru 3 tahun lulus dari ujian advokat.
Kali ini aku hanya memperhatikan dia alih-alih perkataannya. Dia tidak cantik, tapi ada sesuatu di wajahnya yang membuatku terus melihatnya. Dia manis, pikirku.
Tubuhnya pun tidak semampai. Pendek. Mungkin sekitar 150 an cm. Jauh beda dengan tinggiku yang 180 cm. Tapi ada sesuatu dari dirinya yang membuatku ingin merengkuh dan memeluknya. Rapuh.
Secara tidak sengaja mataku beradu dengan matanya. Aku terkunci dalam matanya. Kusadari bahwa kata rapuh tidak cocok menggambarkannya. Dia kuat, tangguh, tapi dia menyimpan sesuatu di matanya. Seolah-olah ada sesuatu yang penting yang hilang dari hidupnya.
Dia mengalihkan pandangannya dariku dan kembali mengikuti jalannya seminar tapi aku tetap memandangnya. Terkunci pada apapun yang dikerjakannya. Gerakan tangan, pandanngannya.
"Woi...." seseorang menepuk pundakku. Menyadarkanku. Bagas. Temanku yang join untuk mendirikan kantor Law Firm. Si brengsek yang tampan dan kaya. Hobinya gonta-ganti perempuan.
"Apaan sih" aku menepis tangannya. Aku kembali mengarahkan pandanganku kembali ke perempuan tadi.
Dia sudah tidak di tempat. Dia sudah pergi. Aku tidak sadar. Seminarnya ternyata sudah selesai.
Aku memandang Bagas dengan jengkel.
"Hei kenapa kau memandangiku seperti itu" Bagas memandangiku gugup. Terintimidasi mungkin.
"Gara-gara kamu aku jadi kehilangan dia"
" siapa? Tere? Ya ampun yang benar saja Tara. Matamu itu hampir keluar dari tadi memandanginya!" Bagas menepuk pundakku " Kau bisa mendekati perempuan manapun yang kau mau. Tapi jangan dia. Kau akan kecewa,"
" apaan sih, aku kan ga bilang kalau aku tertarik ama dia. " Masa sih aku tertarik ama dia. Dia cantik juga tidak. Hanya er... manis.
"Memangnya ada dengan dia? "
Aku tidak bisa menutupi rasa penasaranku."Katanya ga tertarik, tapi kok ditanyain?" Bagas tersenyum usil.
"Udah deh ga usah bawel, mau ngasih tau ga?" Anak ini selalu membuat orang jengkel.
Dia menjulurkan lidah. Ya ampun. Sudah 27 Tahun Bagas masih kekanak-kanakan.
Aku meninggalkan ruangan seminar sendirian. Bagas masih mau bicara dengan salah satu panitia yang dilihatnya cantik. Dasar. Tidak bisa melihat wanita cantik sedikit saja.
"Hei kamu, " Perempuan yang dari tadi kuperhatikan di ruang seminar memanggilku. "Kenapa kamu dari tadi memandangiku? Apa aku mengenalmu?"
Dia mendatangiku melintasi jarak dalam ruangan.
Dalam jarak yang lebih dekat aku melihatnya. Wajahnya berbentuk oval. Matanya berwarna coklat gelap. Dalam jarak yang sedekat ini aku melihatnya sebenarnya cantik.
Mengabaikan pertanyaannya, aku mengulurkan tanganku. "Aku Altara Tan.Maaf kalau tadi aku kurang sopan. Aku kira aku mengenalmu, makanya aku memandangimu" Aku berbohong. Tapi itu bagian dari pekerjaan.
Dia mengerutkan alis, tapi membalas uluran tanganku. "Aku Teresia Sinaga" balasnya. Dia melepaskan tangannya dengan sopan.
Orang batak. Tidak kusangka. Dia cukup putih. Tapi aku tahu bahwa dia bukan dari etnisku. Matanya bulat besar.
"Kenapa kau memandangiku?" Tanyanya kembali. Tidak puas dengan jawabanku.
"Kan sudah kubilang kalau aku kira kamu orang yang aku kenal, makanya aku memandangimu"
"Aku bukan orang bodoh. Kamu memandangiku cukup lama dan cukup jelas. Jadi aku tahu bahwa kamu ga kenal ama aku." Matanya memandangiku. Menelanjangi motifku.
"Hei, kenapa memandangiku begitu. Kamu kira aku tertarik ama kamu makanya aku memandangimu! Kamu salah!" aku jadi salah tingkah. Tingginya memang tidak sampai sepundakku. Tapi tatapannya Seolah ingin menundukkanku.
Dia tersenyum sinis. "Wah, aku tidak bilang kalau kamu tertarik padaku, tapi ternyata kamu memang tertarik padaku,"
Aku ingin mengelak. Tapi kenapa tidak mengikuti permainannya saja.
"Baiklah aku mengaku. Aku tertarik padamu. Kamu kok cantik banget sih?" aku tersenyum. Memamerkan lesung pipit andalanku. Senjata meluluhkan hati wanita. Biasanya efektif.
Wajahnya memerah. Wah, ini kabar baru. Ternyata dia bisa memerah. Dia langsung mengalihkan pandangannya dariku.
Dia hendak mengatakan sesuatu tapi diurungkannya.
Dia pergi begitu saja. Aku nyengir penuh kemenangan. Dasar wanita. Selalu luluh oleh rayuan.
Bagas tak lama kemudian keluar dari ruangan. Wajahnya dihiasi senyum bajingannya. Pasti perempuan tadi sudah jatuh dalam perangkapnya.
"Well, Yulia akan kencan denganku besok malam." katanya. Wajah Bagas senang sekali.
" Yulia siapa?" aku bertanya. Pura-pura tidak tahu. Aku tahu maksudnya pasti perempuan yang disapanya di dalam ruang seminar tadi.
Dia berlalu begitu saja. Aku mengikutinya keluar gedung menuju parkiran, Soalnya hari ini aku tidak bawa mobil, sedang di bengkel. Jadi aku ikut mobilnya Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
A love story about Tara and Tere
Romanceapakah kamu percaya kalau kukatakan aku mencintaimu? (Tara) aku benci laki-laki yang romantis. Ugh...yang gitu ke laut aja deh (Tere)