Tere POV
Cita-citaku ingin menjadi dosen.
Alasannya? Simple. Jadi dosen ga perlu ikut terlibat dalam dunia persilatan perdebatan hukum yang berkepanjangan.Menjadi dosen juga salah satu cara untuk berbagi keilmuan kepada generasi muda. Mudah-mudahan muncul generasi yang akan datang yang jujur, yang adil, yang dapat melaksanakan fungsi hukum yang seharusnya, bukan yang seperti terjadi sekarang ini.
Homo homini lupus.
Yang kuat menjadi serigala yang akan memangsa yang lemah.Mungkinkah adagium ini dipatahkan suatu saat?
Masalahnya adalah aku baru saja menyelesaikan pendidikan S2 ku dan ingin melamar di kampus almamaterku, tapi dosenku menyarankan aku untuk magang dulu di sebuah Law Firm yang masih baru namun bertumbuh secara pesat.
Cari pengalaman dulu Tere, jangan terburu-buru mau jadi dosen, lihat dululah gimana praktis hukum dijalankan, begitu kata dosenku ketika aku mau mendaftar sebagai dosen muda.
Altara Tan & Bagas Wijaya Law Firm.
Shit, haruskah firma hukum dari si cowok cassanova itu?
Dianugerahi otak yang cerdas kadang-kadang membuatku merasa sangat diberkati walau menjengkelkan karena aku mengingat dia.
Aku memarkirkan mobilku di parkiran kantor hukum mereka. Kantornya terlihat sangat nyaman, padahal menurut pengakuan dosenku kantor ini baru beberapa tahun berdiri.
Di lobi aku menemui salah satu staf. Perempuan muda dengan senyum ramah. Well, serasa ketika belanja di indomar*t dan teringat sapaan mereka. Selamat datang, selamat belanja di indomar*t.
Perempuan muda itu, Sherly menurut name tag nya menunjukkan kepadaku ruang tunggu karena ownernya alias Altara Tan alias pimpinan kantor ini sedang ada tamu.
Aku benci menunggu.
Aku membuka handphone dan melihat pemberitahuan-pemberitahuan.
5 missed call dari Ayah.
Tumben Ayah menelpon aku. Jarang sekali kami berinteraksi sejak pertengkaran hebat kami.
Aku sedang melihat notif dari sosial media ketika kurasakan seseorang sedang berdiri di hadapanku. Aku mendongak dan melihat dia. Altara Tan.
Ingin rasanya tersenyum masam melihat cengiran di wajahnya tapi aku harus menjaga sikap jika ingin kerja di sini.
"Lihat siapa yang datang?" Matanya penuh keingintahuan.
Sesaat yang cukup lama, aku menatapnya dan dia membalas. Tampan tidak akan lagi menjadi pilihan kata yang tepat untuk menilainya. Dia justru terlihat cantik. Laki-laki yang cantik. Aku jadi ingat akan K-Pop Star.
" ada keperluan apa anda kemari?" Tanyanya.
Aku mengulurkan tangan. "selamat siang pak, nama saya Teresia Sinaga. Saya kemari untuk Magang. Saya membawa rekomendasi dari Prof. Alwan." Jawabku secara diplomatis.
Alisnya naik setengah senti. Bibirnya membentuk kedut senyum.
"Apa kita harus bersikap formal atau kita bisa melewati bagian ini dan lanjut ke bagian yang lain seperti misalnya kenapa orang seperti mu bisa muncul di tempat ini?
" seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa saya ingin kerja magang di tempat ini, dan saya membawa rekomendasi dari dosen saya dulu" jawabku, tidak ingin terintimidasi olehnya.
"Berhentilah bersikap kaku Teresia, kenapa kau memilih kantorku dari sekian banyak kantor konsultan hukum di Medan ini. Kau benci aku kan?"
"Aku tidak benci kau!" Suaraku naik setengah oktaf.
Sial. Cengirannya makin lebar.
"Wah ini berita baru ya, ternyata kau suka aku. Katakan! Bagian mana yang paling kau sukai?"
Aku dijebak olehnya.
"Aku tidak benci padamu, tapi bukan berarti aku suka juga padamu," Aku mengklarifikasi.
"Tidakkah kau agak mengidap dua kepribadian miss Teresia? Kau bilang tidak benci tapi juga tidak suka." Wajahnya terlihat mengejek.
Sial.
"Kufikir kau benar, mungkin kita bisa melangkahi step satu ke step dua tuan Altara Tan, seperti misalnya apakah kau menerimaku atau tidak kerja disini. Kalau iya berarti itu kabar buruk buatku dan kalau tidak aku akan menyambut kabar itu dengan sukacita dan pergi menyampaikan kabar ini ke Prof. Alwan supaya aku tidak perlu melihatmu lagi". "
"Well, biasanya aku benci membuat orang kecewa tapi karena anda nona adalah orang yang sangat istimewa, aku membuat pengecualian. selamat bergabung di law firm kami nona Teresia Sinaga." Dia mengulurkan tangannya hendak menyalamku.
Aku memandangi tangannya dengan jijik. Tangannya dipenuhi bisul tak kasat mata.
Aku mengabaikan uluran tangannya. "Kau bahkan belum mewawancaraiku, surat rekomendasiku pun bahkan tidak kau lihat? Kau ingin bermain-main ya?!"
Dia hanya tersenyum penuh arti.
"Perlukah aku melakukan itu? Prof.Alwan sudah mengirimiku pesan bahwa aku harus menerimamu disini kerja magang. Dia dosenku juga. Dunia ini sempit sekali ya, kita satu almamater tapi kau tidak pernah kulihat di kampus dulu."
"Tidakkah perlu wawancara standar sekalipun sudah di rekomendasi oleh Prof. Alwan?"
Dia menatapku dengan jahil.
Dia mendekat ke arahku. Wanginya enak. Tentu. Tidak mungkin seorang pengacara bau petai. Penampilan adalah modal utama bagi pengacara. "Bukankah kau tahu prinsip ini Tere? Tiada hukum tanpa kekecualian. Kau adalah pengecualian. Aku menebak orang seperti mu pasti tidak pernah sekalipun berbuat curang. Jadi, menyenangkan bukan kalau aku berhasil membuatmu kesal karena menentang prinsipmu? "
Aku benci padanya.
"Whoo...whoo.. kau terlihat seperti akan memakanku," Dia mundur selangkah menjauh dariku.
Aku masih menatapnya dengan benci. Ugh.
"Jadi kau tidak ingin menyampaikan sesuatu padaku nona Teresia. Ah... sebenarnya tidak perlu berterimakasih. Kau cukup mentraktirku dinner di restoran yang ada diseberang jalan. Malam ini jam 20.00. Bagaimana?" tanyanya.
"Dalam mimpimu!" Seruku
KAMU SEDANG MEMBACA
A love story about Tara and Tere
Romanceapakah kamu percaya kalau kukatakan aku mencintaimu? (Tara) aku benci laki-laki yang romantis. Ugh...yang gitu ke laut aja deh (Tere)