Tara POV
Punya kantor Law Firm menjadi salah satu hal yang kubanggakan, meski itu adalah usaha kongsi dengan Bagas.
Saat Negara ini caruk maruk, kemiskinan merajalela, tingkat kesenjangan sosial yang tinggi, pengangguran dimana-mana, menjadi penyedia lapangan kerja alias wirausaha adalah salah satu usahaku untuk tidak menjadi orang yang diurusi negara dan sebisa mungkin membantu mengurangi pengangguran.
Entahlah. Dalam masyarakat seperti ada anggapan bahwa setelah sarjana, bekerja dalam suatu institusi atau sebagai PNS adalah sesuatu yang membanggakan dan prestisius.
Anak SD pun tahu kalau untuk menggaji PNS negara ini harus ngutang ke Bank Dunia sono.
Klise! Tidak. Menjadi orang dengan pemikiran idealis bukan berarti aku orang yang berangan-angan semu.
Talk less, do more, seperti dalam suatu iklan rok*k berkata.
Jam menunjukkan jam 10. Bagas harusnya sudah sampai di kantor sejam yang lalu. Klien Bagas sudah menunggu selama 10 menit.
Kliennya adalah seorang wanita pertengahan tiga puluhan. Seorang janda yang terlibat harta gono gini yang belum selesai dengan mantan suaminya yang berumur 60.
Aku tidak mengerti jalan pikiran mereka dengan jarak usia seperti itu. No comment, yang perlu kami urus hanyalah keperluan hukumnya, bukan ikut menjadi komentator bak haters di instragram artis-artis. Ck.
Terdengar teriakan dari ruangan Bagas. Mela di damprat lagi oleh Bu Natasya (nama aslinya Tiurma Butar-butar. Dia mengubah namanya di ke catatan sipil. Ya ampun!)
Wajah Mela ditekuk ketika keluar dari ruangan Bagas. Bukan sekali dua kali Mela didamprat oleh Bu Natasya kalau dia menunggu Bagas lebih dari lima menit.
Aku segera menghampiri Mela. Menepuk pundaknya. Matanya berkaca-kaca.
"Dasar nenek sihir menyebalkan" gerutu Mela.
Bagas memasuki kantor. Senyumnya terkembang. Dia bertingkah seolah-olah tidak ada yang terjadi.
"Apa?" tanya Bagas polos tak mengerti ketika aku dan Mela memelototinya dengan sinar X yang tak tampak.
Mela mencubit lengan Bagas. "Bu Tiur... Maksudku Bu Natasya sudah menunggumu dari tadi Bagas. Aku sudah didampratnya tadi. "
"Aduh, sakit sekali cubitanmu Mela. Kau mau kupecat ya!" hardik Bagas
"Pecat saja. Nanti kuadukan kamu ke serikat pekerja. Akan kukatakan kamu Bos kurang ajar yang suka merayu pegawai dan suka berbuat tidak senonoh," Mela memang tidak bisa diancam.
Aku agak menyesal memperlakukan Mela selama ini setara dengan kami owner. Akibatnya memang kami seperti kurang wibawa. Ah, sudahlah
"Kapan aku berbuat tidak senonoh padamu? Balas Bagas.
"Sudah...sudah... Kamu atasi dulu Bu Natasya itu. Nanti saja kalian bertengkar. Heran deh...kalian Bos dan sekretaris yang tidak pernah akur sedunia. Ckckck." Aku menengahi mereka.
Mela kembali mejanya dan Bagas memasang muka 'konsultan hukum yang akan menyelesaikan semua masalah anda selama pembayaran lancar' lalu masuk ke ruangannya.
Suara Bagas terdengar begitu ramah dan menjanjikan yang dibalas dengan suara genit Bu Natasya.
Dasar bajingan yang beruntung.
"Bro, makan siang bareng yok. Ada cafe baru nih buka di daerah Iskandar Muda. Yulia ngajak ketemuan" ajak Bagas.
"Kamu aja deh, malas jadi obat nyamuk" jawabku.
"Kok gitu sih!" Bagas merajuk.
Nah, loh, kok Bagas jadi manja seperti gadis 17 tahun yang gagal dibelikan tiket konser SUJU.
Aku mendelik ke arah Bagas.
"Ayo dong, ntar aku ceritain deh tentang Tere-Tere yang kamu suka kemarin" bujuk Bagas
Ah sudah lama sejak peristiwa itu terjadi. Aku bahkan lupa dengan si Tere. Sial si Bagas ini. Aku jadi ingat lagi. Rasa penasaranku kembali muncul.
"Aku tidak suka padanya" Ketusku. "Tapi sebagai temanmu, aku wajib membantumu kalau kamu butuh pertolongan. Ayo!" aku berjalan melewati bagas keluar ruangan
Kudengar Bagas bergumam "Teman, my ass," gerutunya pelan.
"I heard it!" seruku.
Bagas hanya cengengesan ga jelas.
Yulia adalah orang yang tidak akan kupilih bahkan menjadi teman kencan sehari.
Alih-alih dia menganggap dirinya luar biasa cantik, unik, tiada duanya, berwawasan, dia malah tampak seperti orang bodoh yang kelihatan super tolol.
Aku bukan fanatik fans Harry Potter, tapi aku cukup tahu bahwa bukan Frodo Baggins yang jadi peran utamanya.
Aku tidak tahan lagi mendengar apapun selanjutnya yang akan dikatakannya setelah Yulia mengatakan bahwa Hukum Indonesia berkiblat ke Common Law yang dipakai di negara Inggris dan Amerika.
Untuk ukuran mahasiswi Fakultas Hukum Yulia bodoh sekali. Orang awam saja tahu bahwa Hukum kita itu menggunakan sistem Civil Law yang dibawa dari Belanda dan Belanda dari Perancis. Sumbernya adalah Code Napoleon.
Masa sih dia lupa kalau kita pernah dijajah Belanda nyaris 350 Tahun. Akh...sudahlah. Bikin geram saja.
Aku tidak tahu kenapa si Bagas dengan wajah tolol terus memandangi Yulia. Dia memang sangat cantik. Tapi otaknya, ugh..
"Damn it Bagas. Dari semua cewek mesti ya kamu kencan ama dia. For God sake.." gerutuku sesudah kami sampai di kantor.
"Yulia kenapa?" tanya Bagas. Dia duduk di salah satu sofa di ruanganku.
Aku memandangnya tak percaya.
"Ok...ok, menurutku ga ada yang salah ama si Yulia. Ini semua tentang perbedaan selera aja Tara." kata Bagas.
"Kamu suka ama Yulia?" Tanyaku.
Bagas terdiam.
Aku tahu. Bukan Bagas namanya kalau mau terikat dengan namanya cinta.
Tidak ada alasan khusus. Bukan trauma karena perempuan masa lalu, bukan karena orangtua atau apapun itu. Bagas hanya merasa dia tidak akan tahan melihat wajah satu orang wanita seumur hidupnya.
"Bukan suka, aku tidak tahu apa itu suka. Yang penting dia cantik. Itu satu-satunya syarat untuk berkencan denganku. Asal cantik, kekurangannya yang lain dapat ku terima." Kata Bagas
Aku melemparkan koran pagi ini ke arah Bagas. Merasa jengkel.
Dengan ketampanan dan kekayaan Bagas, wanita mana yang tidak memilihnya.
Dasar bajingan yang beruntung
KAMU SEDANG MEMBACA
A love story about Tara and Tere
Romanceapakah kamu percaya kalau kukatakan aku mencintaimu? (Tara) aku benci laki-laki yang romantis. Ugh...yang gitu ke laut aja deh (Tere)