Chapter 5 - Pacar H-2

579 31 0
                                    

Update ladi kayak ngejar setoran :D

***

"Kak, kenapa pake acara jemput gue segala, sih?" teriakku pada lelaki yang saat ini tengah memboncengiku dengan vespanya.

Ya, 'pacar baru satu hariku' ini sudah stay di depan pintu rumahku ketika aku membukanya. Dan aku, dengan masih menggigit roti utuh di mulutku hanya bisa tercengang melihat kehadirannya. Tetapi dia dengan polosnya hanya berkata, 'Berangkat bareng, yuk!'.

"Gue kan cuma lagi bersikap layaknya pacar yang baik."

Aku hanya misuh-misuh pelan mendengar balasannya. Cih, pacar yang baik katanya?

"Oh ya, orangtua lo welcome banget, ya, bikin gue jadi iri."

Yah, bukan hanya kedatangannya saja yang membuatku sebal, tapi juga menjadi lebih menyebalkan ketika dengan mudahnya dia mengambil hati orangtuaku yang terbilang terlalu protektif padaku. Maklum saja, karena menjadi anak tunggal, mereka bersikap defensif terhadap pria-pria yang dekat denganku. Kecuali Air, dan pria yang saat ini tengah memboncengiku.

"Kak, lo gak usah lebay kayak gini lagi, deh. Lo itu cuma pacar sewaan doang. Gak usah sok jadi pacar gue yang sesungguhnya."

"Loh, maka dari itu, karena gue cuma pacar yang disewa sama elo, gue harus melaksanakan tugas gue dengan baik. Yaitu jadi pacar yang baik buat lo."

Aku yakin, meskipun aku tidak melihatnya, kurasa dia tengah tersenyum saat ini.

"Ya tapi--"

Aku tidak jadi melanjutkan ucapanku tatkala vespa yang dikendarai Angkasa mulai memasuki pelataran parkir sekolah. Dan entah mengapa seluruh pasang mata yang melihat kebersamaan kami langsung menatap kami dengan pandangan terheran-heran.

Huft, bersiaplah Titania Libra, sepertinya kepopuleranmu dimulai dari sekarang!

***

"Udah, lo nganterin sampe sini aja, Kak. Lo tuh lebay banget sumpah."

Aku terus mengomelinya yang terus mengekoriku dari parkiran sampai ke depan kelasku. Untuk seorang pacar sewaan, dia benar-benar profesional menjalankannya.

"Oke. Dan ini,"

Aku menyatukan kedua alisku ketika dia merogoh sesuatu di saku celananya. Ternyata dia mengambil kertas post-it yang kuberikan. Dan sesuai dugaanku, dia merobeknya satu helai. Kira-kira, apa permintaannya?

Angkasa mengacungkan satu helai kertas berwarna kuning yang tadi dirobeknya padaku.

"Izinkan gue untuk melakukan ini sama lo,"

Sebelum aku sempat melakukan apapun, dia langsung memajukan tubuhnya dan tanpa aba-aba memberi kecupan singkat di dahiku.

"Belajar yang rajin, ya, My Baby Lili."

Dia memberi satu senyuman miring dan mengacak gemas rambutku sebelum dirinya beranjak pergi dari hadapanku. Meninggalkanku yang masih syok atas apa yang sudah dilakukannya.

Dan aku... yang bisa aku lakukan hanya mengedipkan mata beberapa kali dengan tubuh mengejang kaku. Bahkan aku mengabaikan rona merah muda yang mulai menjalari wajah dan juga sorakan menggoda dari Kamila dan teman sekelasku.

Sialan, Angkasa. Benar-benar sialan!

***

"Lo beneran pacaran sama Angkasa, Ra?"

Aku hanya mengaduk-aduk baksoku dengan malas mendengar pertanyaan Air.

Jika saja aku tidak tahu bagaimana protektifnya dia padaku sedari dulu, mungkin aku akan mengambil kesimpulan jika dia cemburu pada Angkasa. Tetapi, aku mengingatkan diri jika aku selalu dianggap adik kecil yang harus selalu dilindungi olehnya.

"Lo udah ngulang pertanyaan itu beberapa kali, Air. Dan gue juga selalu ngasih jawaban yang sama. Ya, gue sama Angkasa pacaran sekarang," kataku dengan tegas.

"Tapi, kok bisa? Selama ini gue lihat lo gak pernah bisa akur sama Angkasa. Jadi wajar dong kalo gue ngerasa aneh denger lo pada akhirnya bisa pacaran sama dia."

Aku sedikit membanting garpu di mangkuk hingga menimbulkan suara dentingan cukup kencang.

"Nggak ada yang nggak mungkin, Air. Lagian lo belum pernah denger kalimat kalo antara benci dan cinta itu tipis banget perbedaannya? Dan terjadilah, finally gue sama Angkasa jadi saling cinta."

Aku sedikit merasa bersalah saat melihat dia menghela napas lelah dengan sikap keras kepalaku. Tapi biar sajalah, aku sedang dalam fase move on dari dirinya.

"Oke, asal lo tahu, gue cuma khawatir sama lo. Lo tahu sendiri kalo Angkasa itu tipe lelaki pemberontak dan semaunya sendiri. Gue cuma gak mau lo disakitin. Itu aja."

Oh Air, andai kamu tahu jika kekhawatiran dan kepedulianmu padaku itu yang membuatku semakin sakit.

"Gue bahagia kok sekarang. Lo ga usah khawatirin gue lagi. Nanti ada yang cemburu."

Tepat setelah aku mengatakan itu, lelaki yang menjadi bahan perbincanganku dan Air berjalan sambil melambaikan kertas berwarna merah muda ke arahku. Hah... dalam waktu singkat dia sudah membuat dua permintaan? Baguslah.

"Gue laper, tapi dompet gue ketinggalan di rumah. Jadi hari ini lo traktir, ya, My Baby Lili?" ucapnya padaku dengan tampang memelas disertai dengan puppy eyes yang tidak pantas di wajahnya yang meyebalkan.

"Lo gak malu apa minta di traktir sama cewe? Gue sih malu, gue kan laki." Sindiran Air begitu tajam, tetapi lelaki di sampingku ini hanya memamerkan barisan giginya yang rapi.

"Kata ibu gue dulu, orang malu itu hidupnya gak akan maju-maju, Bro. Mau begini malu, mau begitu malu. Kita bakal stuck disana aja. Dan sorry, gue termasuk orang yang pengen maju ... dengan perut kenyang tentunya," lagi-lagi Angkasa dan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi.

"Lagian kan gue udah bilang kalo dompet gue ketinggalan di rumah, kalo ada duit juga gue kaga bakal minta dibayarin Yayang."

Aku melotot tajam padanya seakan berkata, 'Yayang-yayang kepala lo peyang?', yang kemudian dilanjutkan dengan, 'Cepet lepasin tangan lo dari tubuh gue!' ketika kurasakan lengannya yang kuat melingkari pundakku.

"Yaudah cepetan sana lo pesen sebelum jam istirahat keburu abis!"

"Makasih, sayang," katanya lembut seraya mengacak rambutku sekilas sebelum bangkit dari posisinya.

Dan tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu yang asing timbul dalam diriku ketika mendapatkan perlakuan itu darinya.

Dan tanpa kusadari, baru kali ini aku mengabaikan kehadiran Air yang sosoknya masih berada tepat di hadapanku.

TBC

PACAR SEWAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang