Chapter 8 - Pesta Prom

543 35 0
                                    

Mkasih banyak buat yg udah baca maupun votment. Betapa itu berarti buat Tara ({})

Happy reading...

***

Ada banyak hal yang bisa membuat kita bahagia. Entah itu karena kita berhasil untuk memperoleh apa yang kita inginkan, apa yang kita harapkan, atau apa yang kita perjuangkan. Bisa juga kita merasa bahagia untuk hal-hal yang sangat sederhana; seperti masih diberi kehidupan, masih diizinkan untuk berkumpul bersama dengan orang tersayang atau apapun yang membuat kita merasa bersyukur dengan semua yang masih bisa kita dapatkan.

Tetapi aku tidak menyangka jika melihat Angkasa berdiri disana dengan setelan jas yang tampak sempurna membalut tubuhnya seraya memasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku celana itu bisa masuk dalam salah satu daftar yang membuat rasa bahagia meluap dalam diriku.

Dia tampan, itu pasti. Tapi melihat penampilannya yang jauh berbeda dari biasanya itu membuatku terpesona.

Saat ini dia memakai setelan serba hitam. Mulai dari kemeja, jas, celana, hingga sepatu pantofel yang terlihat mengkilat. Hanya dasi berwarna keperakan yang nampak mencolok diantaranya. Dia memang tidak berbakat dalam memadupadankan warna. 

Mataku kuarahkan pada wajah rupawannya yang saat ini menarik satu sudut bibirnya ke atas. Tampak puas sekali bisa membuatku melongo parah seperti ini.

Lelaki itu benar-benar!

Lain kali ingatkan aku bahwa Angkasa dan warna hitam tidak boleh berada dalam kalimat yang sama. Karena dia tampak seperti malaikat pencabut nyawa yang tampan namun mematikan. Tampak siap membunuh makhluk lemah pesona sepertiku.

"Gue ganteng, kan?" Dia berucap narsis seraya menyisir rambutnya yang malam ini dibuat klimis dengan salah satu jemari tangannya.

Dengusan pelan kuhadiahkan untuknya.

"Iya deh ganteng. Gantengnya malem ini doang tapi." Aku membuang muka dan berpura-pura tak rela saat mengatakannya. Padahal dalam hati aku berteriak, 'Iya, Kak, lo kece badai!!'

"Lo juga. Cantik."

Pipiku langsung memanas saat itu juga mendengar perkataannya yang terlampau blak-blakan itu. Reaksi alami tubuhku jika mendengarnya memuji diriku.

Diam-diam aku tersenyum bangga pada diriku, mengingat aku sempat melihatnya terpesona padaku disaat aku baru membuka pintu rumahku. Tidak sia-sia waktu yang kuhabiskan untuk berdandan habis-habisan agar tidak mempermalukan diriku sendiri di hadapannya. Apalagi aku termasuk perempuan yang cukup tak acuh pada penampilan. Kuberi standing applaus untuk Angkasa karena sudah mengubahku seperti ini.

Aku memakai gaun berbentuk A-line tanpa lengan berwarna silver yang panjangnya lima senti dibawah lutut. Dan aku baru menyadari jika warna gaun yang kupakai sangat serasi sekali dengan dasi Angkasa yang berwarna serupa. Aku tersipu ketika mengetahui hal itu, karena kami tidak pernah membicarakan mengenai warna pakaian yang akan dikenakan sebelumnya.

Rambut lurus hitamku yang biasanya kuikat membentuk ekor kuda, kini sengaja kubuat mengikal dan kubiarkan tergerai bebas menutupi punggungku.

Yah, setidaknya sudah ada dua orang yang memujiku. Mamaku, dan juga Angkasa.

"Kita pergi sekarang, My Lady?" 

Aku tersentak dari lamunan dan kemudian mendapati satu tangan angkasa yang terulur kepadaku. Memintaku untuk meyambutnya.

"Yes, Sir." ucapku sambil tersenyum malu-malu padanya sebelum akhirnya menyambut uluran tangannya dengan tanganku.

Aku tak dapat menyembunyikan senyum melihat jemari kami yang saling bertaut. Genggaman hangatnya yang terasa begitu pas melingkupiku membuatku merasa nyaman.

PACAR SEWAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang