Tidak adakah yang berusaha menolong wanita cantik ini?? Aku berusaha membawa berkas yang kalau dilihat kira-kira ada lima rim lebih kertas. Gara-gara Tania setan bunting, aku jadi harus susah-susah begini. Buruk banget sih nasib Rosalinda!
"Rin! Woi Arin!" Teriak seseorang di belakangku. Nggak lihat apa kalau aku sedang kesusahan, mana mungkin aku bisa nenggok-nenggok ke arah dia.
Aku berhenti dan menunggu orang yang memanggilku berada di depanku. Hoo..ternyata yang manggil-manggil si Kutaro -kutang hamtaro- yang katanya sih.. katanya loh ya, ada keturunan Jepang gitu. Padahal tampang mah mirip sama Mandra. "Ape?" Alisku naik satu tingkat.
"Lu mau ke ruang meeting kan?" Aku hanya mengangguk. "Nah, gue titip ini yak!" Dengan tanpa otak dia menaruh satu tumpukan lagi di atas tumpukan lain di tanganku.
"Itu buat Pak Hardian. Oke sip! Gue musti ke tempat Dina dulu." Sambil melambaikan tangan dengan bahagia dia lari menuju lift. Bangke! Oke sip kepala lu bisulan! Sial banget sih tu Kutaro, alibi banget ke tempat si Dina. Cih!
Oke Arini Fransiska! You can do it! Dengan hati hampa ditambah tangan yang mulai kesemutan akhirnya aku sampai di ruang meeting.
"Loh, kok lu bawa sendirian, Rin?" Meta teman satu ruanganku yang tadi lebih dulu ke ruang meeting melihatku heran plus kasihan.
"Tuh gara-gara setan bunting! Pake alibi kepala keseleo." Kutaruh semua berkas di meja kecil di samping monitor. Tanganku mulai mati rasa nih.
"Mana ada kepala keseleo pea! Lagian ya gue bingung sama bos lu, cewek nggak bisa kerja kayak gitu masih aja dipertahanin. Bikin gue gregetan!" Kami mulai merapikan berkas-berkas yang tadi kubawa ke masing-masing meja.
"Yah..gitulah boss. Taunya kerjaan beres dan nggak mau tau gimana prosesnya."
"Bener juga sih kata lu. Kalo gue merit nanti, ogah deh gue kerja di sini lagi." Aku melihat temanku ini dengan bingung. Ada angin apa dia ngomongin soal nikah-nikah?
"Lu emang ada rencana merit, Ta?"
Meta yang tadi sibuk merapikan berkas di meja ujung langsung berhenti dan melihatku dengan wajah berbinar-binar.
"Gue lupa kabarin lu!" Seperti anak kecil dia menghampiriku sambil loncat-loncat kecil. "Jagan kaget ataupun gelisah, lemas dan kejang-kejang! Aduhhh.." kutoyor kepalanya. Apa coba pake kejang-kejang, dikira aku epilepsi apa!?
"Yang bener kalo ngomong! Apakah pake kejang segala." Aku masih sibuk merapikan meja terakhir namun aktifitasku terhenti berkat ucapan yang keluar dari mulut temanku ini.
"Gue uda dilamar hari Rabu kemarin!" Sukses kata-katanya buat aku melongo. Hadeh..lagi-lagi dilangkahin. Meta memang lebih muda dua tahun dariku, wajar dong aku bilang dilangkahin. Di kantor ini -terutama di bagianku- memang rata-rata sudah berkeluarga. Tapi, nggak nyangka saja Meta yang urakan malah lebih dulu nikah daripada aku.
"Kok bisa? Adawww!" Gantian Meta yang noyor kepalaku.
"Bisa lah! Geo sama gue kan udah lama juga pacaran. Ditambah lagi umur Geo udah nggak muda lagi, Rin. Dia dikejar-kejar sama nyokapnya biar buru-buru merit." Aku hanya mengangguk-angguk.
Perlahan orang-orang yang akan mengikuti meeting mulai masuk dan itu tandanya kami harus berhenti ngobrol.
***
"Kak, besok temenin gue ya cari baju." Adikku tiba-tiba nongol dari kolong meja, eh dari pintu. Sejak dulu kami selalu tidur bersama, tapi semenjak dia ketemu sama cowok blasteran Manado-Austria, dia jadi lebih memilih pisah kamar. Alasannya sih biar lebih leluasa kalau sedang sms atau telponan. Cih, padahal mau esek-esek lewat telpon.
"Emang baju lu kemana semua?" Tanyaku tanpa mengalihkan mata dari ponsel. Aku sedang sibuk menghajar prince di salah satu game favoritku.
"Dih, baju gue udah jadul semua kali. Lagian kan ini acara special. Lu tau nggak apa?"
"Nggak tau." Aku hampir menyelesaikan record score ku kalau saja tangan iseng adikku nggak mengganggu.
"Aaarrggghhh..balikin nggak? Gue udah mau ngalahin record gue itu!!" Aku berusaha mengambil ponselku, tapi yang ada dia mematikan ponselku.
"Lagian diajak ngomong bukannya dengerin malah maen hape mulu!" Aku melotot tapi dia lebih serem melototnya. Oke, aku memang selalu kalah kalau urusan melawan adikku satu-satunya ini.
"Ya teruss..gue musti ngapain?"
"Kan udah gue bilang temenin cari baju! Gue nggak terima alasan! Lagian besok kan lu libur. Dan gue butuh itu baju buat hari Minggu nanti. Camer -calon mertua- gue mau ketemu gue." Dia malu-malu sendiri, cengir-cengir sendiri, ngikik pun sendiri.
***
Dan di sinilah aku sekarang, di salah satu pusat perbelanjaan yang cukup beken. Kalau aku sih ogah belanja di mall seperti ini. Mending beli di Tanah Abang atau pasar tradisional deh. Selain lebih murah, kalau ukuran baju nggak pas kan bisa tukar lagi.
"Yang ini bagus nggak?" Frinda memperlihatkan dress selutuh berwarna maroon dengan pita kecil dibagian dada sebelah kanan.
"Hmm..bagus." kataku, lalu sibuk kembali dengan game prince.
"Kalo yang ini?" Dia menunjukkan dress panjang dengan bentuk v neck berwarna tosca.
"Itu juga bagus." Setelah mengatakan itu aku bermain game lagi. Susah amat ini boss nya dikalahin!
Hampir aku mengalahkan bossnya saat ponselku direbut paksa oleh tangan nista.
"Frindaaaa!!! Balikin hape gue!? Gue udah mau kalahin bossnya tuh!" Dengan cepat aku merebut ponselku, namun tangannya jauh lebih gesit. Haiss..beda ya tangan administrasi sama tangan teller bank, gesit banget.
"Parah lu mah! Gue ajak lu ke sini kan buat kasih gue saran, bukan buat maen hape mulu! Daritadi komen lu nggak ada yang mutu!" Dih, salah dia kan yang ngajak aku kemarin. Sudah tahu kakaknya ini paling nggak bisa ngurusin soal baju.
"Kan kemaren lu cuma bilang minta temenin bukan minta dikasih saran, bencong!" Aku masih berusaha menarik ponsel di tangannya.
"Tapi kan gue butuh saran lu juga, bencong!"
Hadeh, kok malah jadi aku sama dia ribut di sini!?
Hampir aku mendapatkan ponselku ketika tiba-tiba ada pria lewat diantara kami, alhasil ponselku yang dipegang Frinda terlepas dan wasalam. Ponselku satu-satunya yang baru aku beli enam bulan yang lalu, tergeletak na'as di lantai.
"Hape gueeeee!!? Huaaaaa..hape baru gue!!" Aku teriak dekat kuping adikku. Kesel lagian, masa pegang ponsel begitu saja bisa lepas. Eh, tapi kan tadi lepas gara-gara ada orang lewat.
Aku menatap orang yang membuat ponselku tewas seketika. Mataku membulat hampir keluar dari tempatnya. Bujug, ini orang? Bukan angel kan ya? Kok ganteng banget! Tingginya yang aku taksir diatas 178cm ditambah badannya yang proposional sebagai seorang pria. Wajahnya apalagi, macho banget kayak pemain film dari Italy gitu.
"Oi, Kak! Ditanya tuh!" Senggolan dan teriakan adikku di kupingku membuatku kembali ke alam nyata.
"Ehh??" Dari sekian banyak kata, kenapa yang keluar cuma kata-kata bloon kayak gitu. Hadehh..efek pria tampan.
"Maaf kalau saya yang bikin hape anda rusak. Biar saya ganti, tapi saya harus pergi sekarang. Ini kartu nama saya. Anda bisa hubungi saya besok, biar saya atur jadwal saya dulu." Setelah mengambil kartu namanya, dia langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawabanku. Hih, kok cogan -cowok ganteng- tingkahnya jutek semua ya.
Jadi ingat si anu. Hadeh, jadi plesbek nih Rosalinda.
"Woi! Abis ketemu cogan langsung dah kumat gilanya, ngelamun mele!" Cubitan adikku dan teriakannya membuatku kembali -lagi- ke alam nyata. Bodo amat deh sama makian dari adikku itu, yang pasti nanti malam bakal tidur nyenyak gara-gara pengen mimpiin tuh cowok ganteng.
"Tadi bengong, sekarang ketawa sendiri. Bener-bener gila ni kakak gue!"
Bodo ah..yang penting Rosalinda seneng hihihi..besok ketemu cogan lagi! Yes!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arini
ChickLit"Kata orang umur yang sudah melewati 25 adalah umur yang tepat untuk menikah dan mempunyai keluarga bahagianya sendiri." Oh, yang benar saja! Aku harus menepuk jidat setiap kali mama memberikan petuah dan wejangan tentang pernikahan ini dan itu. Jan...