Kata orang kalau perawan bangun siang nanti jodohnya di patok ayam. Dan yang terjadi padaku adalah nyata! Berhubung jodoh belum juga mengetuk pintu rumah untuk melamarku. Ya..kalii itu cowok ngetok pintu rumah dan bilang 'boleh saya melamar putri anda?' Qheyzz..itu semua hanya fatamorgana.
Di hari biasa memang aku selalu bangun pagi karena jam kerja yang menuntutku begitu, sedangkan di hari libur aku selalu begadang dan hasilnya bangun selalu lebih dari jam 11 siang. Hari libur bisa dibilang sama seperti hari kemerdekaan.
Dan hari ini merupakan hell-day karena sekarang hari Senin. Sebut aku berlebihan, tapi pada kenyataannya hari Senin merupakan hari sibuk sedunia. Wajar jika ada kalimat berbunyi 'I hate Monday' karena memang I really hate Monday.
Aku yang dari jam tujuh sudah berangkat ke kantor dengan beat putihku saja masih kejebak macet. Ditambah panas matahari yang baru keluar dari tempat persembunyiannya. Alamat telat ini sih. Tapi mengeluh pun percuma, toh aku nggak bisa terbang biar cepat sampai ke kantor.
Sampai di kantor aku sudah telat 10 menit. Beruntungnya bukan hanya aku yang datang telat, jadi lumayan nanti kena omel bareng-bareng hahaha..
"Lu telat bukannya sedih malah ketawa-ketawa sendiri, Rin!?" Meta yang nonggol seenaknya dari balik kubikelnya memegang dahiku bergantian dengan memegang bokongnya. Sial! Dikira panas kepalaku sama dengan bokong teposnya itu??
"Apasih lu!? Jangan samain kepala gue sama pantat tepos lu itu ya!" Kuhempaskan pantatku ke kursi dalam kubikelku. Cape deh panas-panasan pagi-pagi.
"Hehe..jadi, kenapa lu telat? Nggak bosen lu kena sembur boss?" Emang pada dasarnya hampir tiap hari aku datang telat walaupun telatnya nggak banyak-banyak, paling sekitar 10 sampai 15 menitan. Tapi, selalu saja aku kena omel. Coba kalo dedemit satu itu yang telat, pasti boss cuma nanya 'kenapa kamu datang telat?' Beda banget kalo nanya sama aku. Huh payah punya boss genit!
"Bosen lah. Sampe enek gue juga liat si botak tuh!" Aku membayangkan boss ku yang botak sedang marah-marah. Bayangin aja udah malas apalagi nanti aku kena sembur amarah dia?
"Gue mah terima aja, Ta. Namanya juga jalanan nggak ada yang tau macet berapa lama di jalan." Meta hanya menatapku prihatin dan kembali ke kubikelnya.
"Arini! Keruangan saya!" Nah kan, baru juga diomongin udah nonggol aja si botak. Amsiong dah kalau gini ceritanya.
Aku mau tak mau mengikuti dia di belakang. Mulutku tak berhenti komat-kamit baca doa selama perjalanan ke ruangannya.
Dengan cepat dia duduk di kursi kebesarannya dan mempersilahkan aku duduk di depannya.
"Arini! Saya butuh bantuan kamu. Dan saya tidak terima kata tidak, oke?" Ternyata dia suruh aku ke ruangannya buat minta bantuan, kirain mau dimarahi.
"Selama saya mampu pasti saya laksanakan, Pak."
Dia mangut-mangut dan mulai mencari berkas di atas mejanya, "nih! Kamu bawa itu ke kantor pusat dan langsung serahkan ke direktur utama. Ingat, langsung ke direktur utama!" Dia menyerahkan satu map warna kuning padaku dan memberikan alamat lengkap kantor pusat yang ada di daerah Sudirman.
"Terus nama direkturnya siapa, Pak?" Tanyaku tak pakai dipikir dulu.
Si botak melotot ke arahku, "masa kamu udah kerja di sini hampir tiga tahun nggak tau siapa nama boss besar kamu!" Dia geleng-geleng disco dengan wajah marah, "terlalu!!".
Lah jangan salahin aku dong, kan aku nggak pernah berhubungan langsung dengan semua yang berhubungan ke kantor pusat. Kadang-kadang ni boss bikin keki aja.
"Namanya Pak Kevin Adinata Prawira. Itu file penting dan dia butuh segera. Saya mau mengantar langsung, tapi sepuluh menit lagi saya harus ketemu client penting dari Swiss. Saya harap kamu nggak mengecewakan diberikan tugas sepenting ini."
Aku hanya mengangguk, "baik, Pak. Saya segera berangkat." Baru aku mau berjalan keluar ruangan saat si botak memanggilku lagi.
"Kamu naik taxi aja, semua biaya transport yang kamu pakai ke sana nanti diganti."
"Baik, Pak."
Tumben dia baik banget mau gantiin transport ku juga. Tapi, ngomong-ngomong alamat kantor pusat kok kayak familiar ya?
***
Enak ya kalau tiap hari pergi-pergi naik taxi, nggak perlu panas-panasan apalagi nyium bau-bau nggak enak di jalan. Aku ngerasa familiar dengan alamat yang diberikan boss botak tadi. Kurogoh kertas yang kusimpan di kantong blazerku.
Heee..alamatnya sama. Dan apalagi ini, namanya pun sama dengan nama direktur utama. Entah aku yang terlalu lemot atau terlalu bodoh sampai-sampai kemarin tidak membaca title yang tertera di kartu nama yang diberikan oleh pria kemarin. Disana tertulis dengan jelas jabatannya adalah Direktur Utama Prawira Group. Mampus dah!
"Mbak, sudah sampai ini." Supir taxi menginterupsi lamunanku dan menyadarkanku juga kalau sekarang aku sudah berada di depan gedung utama Prawira Group.
Setelah membayar taxi, aku melangkah ragu masuk ke dalam gedung raksasa Prawira Group. Niatnya tadi pagi untuk minta ganti rugi atas ponselnya pada pria kemarin pupus sudah. Mana mungkin aku berani minta ganti rugi pada boss besar? Cari mati namanya!
"Siang, Bu. Ada yang bisa dibantu?" Tanya seorang resepsionis muda yang cantik.
"Saya Arini dari kantor Dragon Multigarmen Prawira mau bertemu dengan Pak Kevin Adinata Prawira. Saya harus menyerahkan berkas padanya." Jelasku dengan senyum padahal aslinya ingin menangis.
"Oke tunggu sebentar ya..", aku hanya mengangguk saat dia mengalihkan perhatiannya pada intercom yang menyambungkannya ke seseorang.
Setelah mendapat persetujuan dari orang yang dihubungi tadi, dia memberikan instruksi agar aku ke lantai 12 dimana Pak Direktur berada. Aku berjalan ke arah lift setelah berterima kasih pada Mbak resepsionis tadi.
Kupencet angka 12 saat sudah berada di dalam lift. Di dalam lift aku hanya bertiga dengan dua orang wanita yang sedang sibuk berbincang mengenai sesuatu yang tidak kusimak. Mereka keluar di lantai 10, jadilah aku sekarang sendiri dalam lift. Rasanya cepat sekali saat lift berhenti diangka 12.
Aku harus tenang! Tarik nafas..buang..tarik nafas..buang.. oke aku siap!
Aku berjalan ke arah meja yang kurasa adalah meja sekretaris dari Direktur.
"Selamat siang, Bu Arini. Anda sudah ditunggu Pak Kevin." Sapa sekretaris cantik itu ramah. Kenapa ya aku merasa di kantor ini semua wanitanya cantik-cantik? Jadi minder mendadak aku.
"Siang..", aku mengikuti sekretaris yang kuketahui namanya Vera, ke dalam ruangan Boss besar.
"Permisi, Pak. Bu Arini sudah datang."
Setelah dipersilahkan masuk, Tania membimbingku masuk. Kulihat Pak Kevin masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.
Jantungku yang sudah dangdutan jadi makin bertalu-talu waktu Pak Kevin mengalihkan pandangannya dari berkas di meja dan melihatku. Aku berdoa semoga dia tak ingat siapa aku.
"Silahkan duduk". Suaranya yang serak-serak seksi mempersilahkanku duduk. Dengan gaya ala-ala robot akhirnya aku bisa menaruh pantat teposku di bangku tepat dihadapan Pak Kevin.
"I..in..ii..berkas dari Pak bo..eh Pak Targiono". Dengan tangan gemetar kuletakkan map itu di atas mejanya.
"Terimakasih. Dan..sepertinya saya tau kamu." Mati..mati..mati..dipecat dah aku kalau gini ceritanya!
"Haha..masa sih, Pak?" Semoga dia nggak ingatttt!!
Dia tampak berpikir, lalu tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu.
"Ah..kamu wanita yang ponselnya rusak itu. Biar saya ganti nanti. Kamu bisa tunggu saya sekitar..", dia melirik jam tangan emas di pergelangan kirinya. "Dua puluh lima menit lagi."
"Ehh..nggak usah, Pak. Nggak usah diganti nggak pa-pa. Lagian saya mau balik ke kantor lagi."
"Saya yang akan bilang pada Pak Targiono kalau saya masih ada urusan dengan kamu di sini. Jadi, kamu tunggu saja saya di sini." Setelah mengatakan itu, dia bersiap-siap keluar ruangan dengan membawa map itu. Tinggal lah aku di ruangan itu sendirian.
Gimana iniiiii!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Arini
ChickLit"Kata orang umur yang sudah melewati 25 adalah umur yang tepat untuk menikah dan mempunyai keluarga bahagianya sendiri." Oh, yang benar saja! Aku harus menepuk jidat setiap kali mama memberikan petuah dan wejangan tentang pernikahan ini dan itu. Jan...