Tentang Cyn

81 6 1
                                    

Aku tahu persis bagaimana keadaan rumahku saat ini. Kencil, encer. Semudah membalikkan telapak tangan. Bayangkan saja, bila kau berada di sebuah rumah. Dimana atap rumah itu terbuat dari lontaran daun kelapa, berdinding kayu, dan berlantai tanah. Najis, bukan? Najis ataupun tidak, memang begitulah keadaan rumahku saat ini.

Kakek dan Nenek tak mengizinkan aku dan ibuku, Cyn.(baca;sin), untuk menetap dirumah mereka. Lebih tepatnya mereka membenci Cyn, terutama aku. Ini semua karna aku. Mengapa aku lebih cepat berada di kandungan Cyn ketika ia sedang sekolah menengah atas? Aku tak tahu, dan itu semua takdir.

Aku tak mengerti pikiran Cyn saat itu, mengapa ia tak membunuhku di dalam kandungannya. Ataupun menaruhku ke yayasan anak, sebagai anak yang tak diinginkan. Dia selalu berkata, "Kau tetaplah Penny-ku, Gadis Manis. Kau tak tahu perasaan menjadi seorang ibu, bukan?"

Menurutku, Cyn memang ibu yang kuat, walaupun ia sedikit terkucil oleh teman-teman lamanya yang selalj mengoceh, "Seharusnya kau membunuh dan membuangnya ketika berada di dalam kandunganmu, Cyntia" begitulah kira-kira. Namun, Cyn membalasnya dengan senyuman, dan segera membawaku pergi meninggalkan mereka.

Kau pasti mengerti, kan, seluk beluk keluargaku? Ya, benar. Sedangkan aku saja tak mengetahui siapa ayah kandungku. Terkadang Cyn tak menjelaskannya secara rinci, bahkan berusaha mengalihkan perhatianku ketika aku bertanya siapakah ayahku sebenarnya. Tetapi ----setahuku---, Cyn sangat menyayangi ayahku, namun ayahku tak begitu menyayanginya. Ia hanya laki-laki yang haus akan harta kekayaan. Sehingga suatu ketika Cyn memberitahu ayahku bahwa ia mengandung aku, ayahku hanya berkata kasar "Bunuh dia! Dia bukanlah anakku!" Serasa sakit di dada mendengarkannya. Namun sudahlah, aku masih memiliki Cyn.

Lalu, apa kau terpikir mengapa aku dengan santai memanggil ibuku dengan namanya? Bukan dengan sebutan Ibu, mommy, mom, bunda, atau apapun itu? Sebenarnya Cyn tak keberatan akan hal itu, asal aku tetap menghargai Cyn sebagai ibu yang telah membesarkanku. Oke, itu benar, dan aku terima.

Umurku dan Cyn hanya selisih lima belas tahun. Tinggiku dan tingginya juga tak begitu jauh ---walaupun tetap Cyn lebih tinggi daripada aku---. Sekilas kau melihat kami seperti kakak adik, seperti orang pada umumnya, dan akan berkata, "Itu ibumu? Apa kau yakin? Dia pasti kakakmu. Kau berbual" begitulah katanya. Muak rasanya di telingaku, dengan ocehan mereka yang tak percaya. Ah sudahlah, jika mereka tak percaya, juga bukan urusanku.

Kembali ke awal, tentang Kakek dan Nenek yang memebenciku. Ups. Tidak sebenci yang kau kira. Mereka sebenarnya baik, namun mereka selalu saja mengoceh yang membisingkan telinga. Terkadang aku ingin segera pergi dari rumah itu dan berteriak, "Mengapa aku hidup?"
Namun aku tetap menjaga perasaan Cyn. Aku tak ingin Kakek dan Nenek semakin membencinya dan menganggapnya ibu tak bertanggung jawab. Padahal sebenarnya ayahku lah yang tak bertanggun jawab. Bukan Cyn!

Setiap kali kami berkunjung ke rumah Kakek dan Nenek, mereka selalu menyiapkan tiga liter air di baskom, beserta tiga buah jeruk nipis di dalamnya, di depan pintu rumah, dan menempelkan secarik perintah yang ditempelkan di daun pintu rumah, "Cuci tanganmu terdahulu, Anak Miskin" katanya. Cyn selalu saja bersikap tenang dan mencuci tangannya. Padahal emosiku sudah membara, dan sama sekali tak ingin untuk mencuci tangan. Sial! Mereka tetap mengira Cyn adalah balita bodoh yang berumur lima tahun. Tanpa menganggap bahwa Cyn telah memiliki aku.
"Apa kau telah mencuci tangan, Cyntia, Penny? Aku tak menginginkan kalian masuk jika kalian berdua belum mencuci tangan" teriak Nenek angkuh.
Aku segera membalasnya dengan nada benci walaupun sebenarnya terlihat tak sopan. Benci rasanya! Cyn tetaplah ibuku. Tak ada yang bisa meremehkan ibuku yang membesarkan aku. Bisa kupukul kalian satu persatu.

"Pennynsone, kita memang miskin. Kakek dan Nenek dan orang sekitar membenci kita, terutama aku. Sudahlah, jangan kau pikirkan, kita akan menjalani perjalanan kita bersama-sama. Aku punya kau, dan kau punya aku" begitulah Cyn menyemangatiku


Latuna ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang