Grattle in Explorer

42 0 0
                                    

Esok paginya, aku segera berangkat ke sekolah, tak lupa mencium telapak tangan Cyn, dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Cyn melambaikan tangan kepadaku seraya berkata, "Tuhan memberkatimu!"

Aku berjalan menuju sekolah melalui tempat yang biasa kulalui. Ya, melewati hutan rimba yang lumayan lebat, suara auman serigala saja pernah kudengar saat itu. Namun aku tetap berjalan santai, dan meneruskan perjalananku.

"Selamat pagi, Anak-Anak" sapa Miss Chalulluna atau biasa kupanggil nenek tua dengan senyuman keriput yang ia punya. Aku mual melihatnya.

"Pagi, Miss" jawab kelasku dengan nada malas dan mengantuk

"Apa kalian telah mengerjakan tugas harian kalian?" Tanya nenek tua itu seraya mengangkat kayu yang ada ditangannya, membuat satu kelasku ribut bertanya-tanya, berkeluh kesah, dan mengomentari banyak sekali ocehan.

"Diam!" Gertak nenek tua itu lagi, dengan nada tinggi khasnya. Semua murid terdiam hening. Ketakutan. Termasuk aku.

"Miss, di buku penghubungku, Miss sama sekali tidak ada memberikan kami tugas" kini Grattle yang berbicara. Ia mengancungkan tangannya.

"Anak yang cerdas, cemerlang" ujar nenek tua itu, "Grattle memang cemerlang. Seharusnya kalian juga membuat buku penghubung untuk mengecek tugas yang diberikan guru kalian" sambungnya panjang lebar, sepanjang rel kereta api.

"Blablablablabla, Grattle si anak penjilat menang lagi...
"Anak pintar yang suka cari perhatian..
"Grattle memang anak emas, karna dia pintar
Dll
Begitulah teman-temanku berkata tentangnya

"Aku mengerti kalian pasti tidak menyukai cara mengajarku. Tapi satu hal, semua akan ku lakukan demi menegak kedisplinan" kilahnya. Bagus kalau dia menyadari cara mengajarnya, aku harap dia akan  merubahnya.

"Dan kau Sharon...." dia menunjukku dengan tajam, "kau pemalas, tak pernah mengerjakan tugas"

Apa? Dia mengataiku 'tak pernah' mengerjakan tugas? Guru semacam apa dia? Baru saja menjadi guru baru sudah angkuh setengah mati. Apalagi kalau ia menjadi presiden di suatu negara? Bisa hancur berkeping-keping semuanya.

"Aku harap, tak ada yang mengikuti jejak Sharon, Gadis Tinggi namun Nakal ini. Aku harap kalian mengikuti Grattle, Si Pintar" kata nenek tua itu lalu memberikan tepuk tangan

Tak ada yang bertepuk tangan selain nenek tua itu. Tampaknya teman-temanku muak dengan tingkah nenek tua yang selalu membela Si Jenius, Grattle.

"Miss, saya tidak sepintar yang Miss katakan. Diatas langit masih ada langit. Diatas saya masih banyak yang lebih pintar" ujar kau-tahu-siapa berpura-pura untuk merendahkan diri. Aku yang berada di sebelahnya saja mual mendengarnya.

"Teman-Teman, apa kalian mendengar kalimat najis dari Si Pintar? Kuno. Pura-pura merendahkan diri" sahutku tiba-tiba, aku tak tahan mendengar ucapan pembanggaan dari nenek tua

Teman-teman segera mendukungku. Kelas menjadi ribut mendengar pengakuanku. Mereka benar-benar membelaku.

"Ya aku setuju denganmu, Penny...
"Kau hebat dibanding si sombong, Penny....
"Aku kagum padamu, Penny..
Begitulah ucapan mereka

"Diam semuanya. Diam!" Gertak nenek tua itu sekali lagi, suasana kelas kembali menjadi hening. Kira-kira satu per dua pemakaman.

Ada apa lagi, ucapanku itu benar. Aku sungguh muak.

"Dasar Anak Bodoh. Selalu saja. Mengapa kau tak berusaha untuk menjadi yang terbaik seperti Grattle? Kau tak patut dicontoh, Pennynsone" kini guru baru itu berbicara

Aku menganggukan kepala berulang-ulang, tanpa mendengar ocehannya.

"Seharusnya kau mentaati yang Miss Luna katakan, Penny" tegur Grattle agak keras. Aku yakin ia sengaja melakukannya

"Apa yang Pennynsone perbuat kepadamu, Jenius?" Nenek tua itu kembali membuka mulut. Mungkin telinganya berdenging karna si penjilat menyebut namaku. Dan kali ini, ia memanggil dengan sebutan si Jenius pada Grattle. Ahh, sial.

"Pennynsone memukulku, Miss." Grattle berkata. Aku tersentak kaget. Memukul? Sejak kapan? Dia kira aku akan memukul semua orang tak berdosa? Sial. Kau sungguh sial, Grattle.

"Sebaiknya aku mencabut bintang besar* di papan nilaiku, Penny" kini nenek tua itu menatapku tajam

"Tidak. Tidak. Aku sama sekali tidak melakukannya. Grattle, aku tahu kau pintar. Tapi fitnahmu lebih kejam" protesku dengan nada tinggi. Benci rasanya. 

"Omong kosong, Gadis. Baiklah aku akan mencabut bintang besar*-mu dalam hitungan ketiga. Satu...... dua...ti------"

Aku terbangun dari mimpiku

Dia sudah sadar!
Begitulah teriakan Cyn senang kepada seorang pria.

"Dia akan pulih, Cyn. Jangan khawatir. Telfon aku jika terjadi apa-apa" ujar pria tinggi berjas putih, tampaknya ia seorang dokter. Aku semakin bingung.

"Terimakasih, Jo" ucap Cyn. Lalu dokter itu pergi menyisakan aku dan Cyn berdua.

Aku melihat jam yang tertempel di pojok sana. Waktu telah menunjukkan pukul 09.30. Aku terlambat.

"Cyn, mengapa kau tak membangunkan aku?" Protesku segera memakai kaus kaki dan sepatuku

"Sudah, sudah. Kau terlambat. Kau tadi terjatuh ketika berjalan agak jauh dari rumah"

"Apakah aku tadi tak sadar diri, Cyn?" Tanyaku. Cyn mengangguk, lalu bertanya dengan tenang, "Emang kenapa? Lagian kau telah sadar sekarang. Kau telah membuat aku takut"

"Maafkan aku, he he. Lagian aku tak yakin aku tak sadarkan diri. Sejarah darimana, masa aku bisa saja bermimpi?"

Cyn tertawa cekikikan mendengar kalimatku, "kau bermimpi aku menikah lagi?" godanya. Aku langsung terdiam mendengar ocehannya, menatap matanya dengan wajah sebal

"Hahaha, kau seperti nenek tua sekarang" tawanya semakin lepas

"Sudahlah, Cyn, asal kau tahu, ini tidak lucu" bantahku. Cyn langsung terdiam

"Baiklah, maafkan aku" Cyn menahan tawanya. "Ceritakan segera"

"Ya. Aku bermimpi. Grattle si penjilat itu membuat guru baru mencabut bintang besar-ku" jelasku agak kesal

"Ekhm. Grattle kesayanganmu itu?" Kini Cyn kembali tertawa

"Cyn. Sebenarnya kau ingin apa tidak mendengar ceritaku?" Kilahku benci

"Hahahaha, ups, maafkan aku. Lalu, lalu, seberapa penting bintang besar-mu itu?"

"Asal kau tahu, bintang besar itu berharga nilainya. Jika satu bintang besar itu dicabut. Aku terancam tidak naik kelas" jelasku

"Wah, menyeramkan juga, ya" Cyn berpura-pura. Aku tahu itu.

Teng.. teng.. teng..
Jam rumahku akhirnya menunjukkan pukul 10.15

"Tak terasa kita bercerita, Sayang. Sudahlah sebaiknya kau tidur. Beristirahat. Supaya kau tak jatuh dan menyusahkanku lagi besok" ujar Cyn langsung tertawa

"Cyn. Jahatnya kau.." ketusku sebal

Latuna ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang