Sekolah

71 1 0
                                    

Aku tahu persis, siapa mereka yang akan duduk sebangku denganku. Itu soal yang mudah. Yang kumaksud tentu saja Luna ataupun Kayla, teman terbaik yang selalu berebutan bersama teman cewek lainnya untuk duduk bersamaku. Kau pasti mengira aku berbual padahal temanku meang berkata seperti itu kepadaku, mereka berkata bahwa aku menyenangkan.

Waktu aku memasuki sekolah dasar, aku berpikir bahwa aku adalah anak yang bodoh. Namun, Luna dan Kayla datang ke kehidupanku, dan menjadi teman terbaikku sampai saat ini.
"Pennynsone, kau sungguh menyenangkan!" Begitulah katanya. Membuatku senang sekali.

Itu namaku, Pennynsone. Ups tidak sepanjang itu. Cukup panggil aku Penny. Oke, nama lengkapku Sharon Pennynsone Gharllote, tapi tak ada yang memanggilku dengan sebutan 'Sharon', mereka menyebutku, 'Penny'. Sebab mereka tahu aku akan memukuli mereka jika mereka menyebutku 'Sharon'. Namun bagi beberapa teman laki-laki badug, mereka memanggilku Laron, atau Laron Koral, tapi mereka semua bodoh, walaupun mereka pikir ide mereka adalah kreatif. Tapi sejak aku lahir, sepanjang hidup, sampai aku telah duduk di bangku kelas dua sekolah menengah pertama, sampai saat ini tak ada yang memanggikllku Sharon. Sampai guru baru ini datang.
Miss Chalulluna. Ia adalah guru baru itu, kupikir ia masih muda. Namun semuanya salah besar. Sebagian besar rambutnya berwarna putih ke abu-abuan, kulitnya mulai keriput, tangan dan kakinya sudah seperti Nenekku saat ini. Pff pasti menyebalkan diajar oleh nenek-nenek tua.

"Apa kau tak bisa mengawali harimu dengan baik, Gadis Tinggi?" Kilah Miss Chalulluna agak berat, dan menyebutku dengan sebutan Gadis Tinggi, berbeda dengan yang lain, namun tampaknya sebutan Gadis Tinggi adalah panggilan yang cukup kreatif.

"Maafkan saya Miss Chalulluna. Ibuku tadi mengantar kue dagangannya ke kantin" erangku, bahwa sebenarnya aku tahu itu adalah kebohongan besar.

"Sejak kapan ibumu membuat kue, Penny?" Sorak dari anak laki-laki badug itu dengan agak keras. Membuat kelas menjadi hening beberapa saat.

"Kau tak bisa membohongiku, Gadis. Siapa namamu?" Gertaknya. Ia memukul papan tulis dengan kayu yang ia bawa, membuat kelas ini menjadi kelas yang sangat tegang

"Pennynsone, Miss." Ujarku gugup, namun tetap berhati-hati, kalau tidak, aku bisa saja dimakan habis-habisan olehnya.

"Nama lengkapmu!" Ucap nenek tua itu dengan nada tinggi.

"Sharon Pennynsone Gharllote, Miss"
Jawabku dengan keringat dingin

Guru ini jelas ingin membuatku menjadi lebih kecil. Namun aku berusaha agak tenang, tapi kulitku putih, pipiku segera merah padam ketakutan. Membuat orang sangat mudah untuk mengetahuiku sedang ketakutan.

"Apa Pennynsone adalah nama panggilanmu?"
Aku mengangguk kecil, "Lebih tepatnya nama kecilku, Miss" sambungku

"Baiklah, aku akan memanggilmu dengan sebutan Sharon"

Segera kelasku berubah menjadi pasar ikan. Semuanya cekikikan setengah mati, termasuk Luna dan Kayla, juga termasuk laki-laki menyebalkan yang berada di depanku, Grattle Edward.

"Apa yang lucu?!" Teriak Miss Chalulluna, membuat kelas berubah menjadi suasana pemakaman. Sekarang giliranku untuk menahan tawa

"Sharon, kau harus diam disini, kita harus merubah posisi duduk sesuai dengan nomor absen" kilah nenek tua itu seraya mengambil buku absen yang tergeletak di atas mejanya. Semua murid-murid langsung mengeluh kesah, mengomentari, dan berkata kasar.

"Anthony Andrews, kau duduk dengan Judith Rossen"

Anthony segera memprotes, "Miss Chalulluna, Judith perempuan, dan aku laki-laki. Guru lama membuat peraturan untuk tidak duduk lawan jenis"

"Mr. Anthony, apa kau lupa? Sekarang kau berada di kelasku, bukan di kelas guru lamamu. Baiklah kau memakai aturan di kelasku, dan tak banyak berkicau"

"Siapa selanjutnya, oh.. Laulra Bernadth, kau duduk bersama Queen Confeenson, di belakang Anthony dan Judith, lalu------------"

Giliranku yang gelisah, aku telah yakin bahwa aku tak akan duduk bersama Kayla. Sebab nama keluarga Kayla berbeda 25 huruf dibawahku. Namun, kabar baiknya, aku masuh bisa berharap duduk bersama Luna yang hanya berbeda 5 huruf di atasku.

"Dan kau, Gadis Tinggi, Sharon. Kau duduk bersama Grattle Edward di sana!" Namun semuanya tak seperti yang aku kira. Nenek tua itu memaksaku untuk duduk bersama laki-laki caper yang menyebalkan ini.

"Sayangnya mataku telah rabun jauh, Miss" ujarku berbohong, sambil menyipitkan mataku, seperti benar-benar berabun jauh.

"Sekali lagi Sharon, kau tak bisa membohongiku. Kau mesti memberiku surat keterangan dari ibumu, juga dari dokter" erang nenek tua itu dengan cepat

Ah sial, rencanaku melayang terbang sia-sia. AKu segera duduk dengan terpaksa, menyeret tasku ke tempat duduk yang sudah ada Grattle disebelahnya. Ah lagi-lagi aku harus duduk bersama laki-laki menjijikkan, seperti Grattle.

"Permisi!" Bentakku kasar, agar Grattle duduk menjauh dariku

"Laron duduk disebelahku, ah sial" katanya agak pelan, namun berdenging keras di telingaku.

"Apa yang kau bilang tadi, Grattle?" AKu segera mendekatkan telingaku ke kepalanya, "KAu tak ingin aku memukulmu dengan jurus karateku, kan?" Sambungku

"Tidak. Ada apa denganmu, Laron? Aneh seperti orang gila" ujar laki-laki badug itu, segera mendorong kepalaku agar sedikit menjauh dari hadapannya.

"Sekali lagi kau menyebutku Laron, penggaris ini akan menancap di matamu" ancamku seraya menunjukkan penggaris besi di depan matanya. Dan dia hanya terdiam

"Bagus, sesuai dengan aturanku" ucap nenek tua itu tersenyum lalu matanya menatap tajam kepadaku. Aku juga berbalik menatap matanya.

"Jika kau memiliki rabun jauh, aku harus meminta surat dari dokter matamu itu, Sharon"
Aku hanya diam, dan mengikuti kata-katanya tanpa mengeluarkan suara.

Pelajaran pun segera di mulai, di mulai dari pelajaran mengarang, pelajaran yang paling tak aku suka. Terlintas di pikiranku untuk bermain di pelajaran mengarang ini, dan menusliskan cerita yang akan membuat nenek tua itu berubah menjadi iblis. HAHA, kupikir ini akan menjadi seru.

Guru Baru
Tut tut tut, sekarang aku punya guru baru. Guru jelek dan berkeriput di wajahnya. Tut.. tut..tut... senang rasanya memiliki guru baru... semoga guru lama cepat kembali ke kelas, dan guru baru pergi tanpa kembali lagi, tut...tut..tut

Aku segera menyebarkan secarik kertas itu kepada teman sekelasku, ketika Miss Chalulluna sedang sibuk membaca bukunya sambil menunggu pekerjaan kami.

"Hahaha, itu lucu. Siapa yang menulis karangan ini, Kenny?" Tiba-tiba nenek tua itu berada dibelakang Kenny secepat kilat ketika Kenny membaca tulisanku.

Semua anak menunjuk ke arahku, dan aku segera mengancungkan tanganku di depannya, karna aku tak bisa berbohong kali ini, semua nya telah terbukti kepadaku.

"Sharon, kau memang gadis nakal. Tak berpendidikan. Kau harus mencuci setiap toilet yang ada di sekolah dengan bersih sampai pulang sekolah tiba, namun jika kau tetap tak selesai, kau mesti menyelesaikan di hari itu juga. Kau paham?!" BEntaknya kepadaku

"Ja, jangan, jangan toilet. Kelas ini saja. Aku yang akan menyapunya"

"Jangan mengoceh, Murid Bodoh!" Katanya sambil menekan kata bodoh di hadapanku.

Oke, aku segera pergi dan mencuci semua toilet di sekolah. Tapi menurutku ini lebih baik, dibanding aku harus mengikuti pelajaran nenek tua itu.




Latuna ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang