Where am I?
Terdengar suara-suara entah darimana menyentakkanku dari dunia mimpiku.
Ng... Berisik sekali.
Walaupun nyawaku masih terombang-ambing dan belum sepenuhnya berada di dunia nyata, tapi aku tahu suara berisik itu bukan berasal dari mimpiku. Suara itu nyata dan terdengar dekat. Dengan mata yang masih terpejam, telingaku kembali menangkap suara orang yang berbeda yang kemudian disusul dengan suara gelak tawa. Kenapa kamarku menjadi ramai begini? Selalu saja ada yang mengganggu waktu tidurku.
Kesadaranku belum sepenuhnya pulih dan aku masih mengantuk sehingga terlalu enggan untuk membuka mata. Kuubah posisi tidurku menjadi menyamping sehingga badanku miring ke kanan. Dengan bantuan bantal kututup telinga dengan dalih suara-suara pengganggu tersebut dapat hilang dan tidak terdengar lagi. Tetapi seberapa keras usahaku untuk menutup telingaku, suara tersebut masih tetap terdengar, malah makin lama makin keras. Dan aku yakin telingaku tidak salah mendengar ketika terdengar suara petikan gitar.
Apa ada yang berpesta di kamarku?
Pertanyaan yang konyol memang. Tapi siapa yang tahu. Mungkin saja teman-temanku di sekolah lama––yang tidak seberapa––datang dan mengadakan sebuah pesta kejutan untukku. Walaupun aku tidak mengharapkan salam perpisahan dari siapapun ketika meninggalkan sekolah itu. Dan karena aku tidak sempat berpamitan pada satupun temanku di sana, mereka akhirnya berinisiatif datang ke sini, rumahku, kamarku, daerah pribadiku, dan ketika aku bangun dan membuka mata––wholaa... surprise yang tidak mengejutkan.
Kembali ke suara yang tadi, kurasa suara itu berasal dari televisi yang sedang menayangkan acara musik. Bisa saja begitu. Itu alasan yang lebih logis dan masuk akal.
Walaupun mataku masih mengantuk, dengan berat hati kubuka mataku perlahan. Mataku menyipit sesaat. Bukan akibat cahaya menyilaukan karena ruangan yang kutempati ini sangat jauh dari kata terang. Cahaya hanya berasal matahari yang memantulkan sinarnya dari celah pepohonan yang melewati jendela di sebelah kananku.
Mataku menjelajahi setiap sudut ruangan. Tidak ada lemari pakaian besar berwarna hitam, tidak ada foto-foto yang tergantung di dinding, bahkan bayangan diriku dengan rambut berantakan yang selalu kulihat setiap bangun tidur lewat pantulan cermin meja hias yang terletak di depan kasur juga tidak terlihat. LCD TV, meja belajar, rak buku, dan semua barang yang seharusnya kulihat di area kamarku tidak ada. Kemana perginya benda-benda itu? Ini jelas-jelas bukan kamarku.
Aku tidak pernah ke tempat ini sekali pun tetapi rasanya ruangan ini sedikit familiar. Dindingnya yang berwarna putih, bau obat yang samar-samar tercium, dan ranjang berseprai putih yang ukurannya hanya muat untuk satu orang. Berada di ruangan ini mengingatkan aku pada sebuah ruangan yang aku tempati di rumah sakit dulu.
Mataku menatap gorden putih yang berada di sisi kiriku. Dahiku sedikit berkerut. Suara-suara yang mengganggu kenyamanan tidurku tadi masih terdengar dan lebih jelas. Sekarang aku tahu dari mana arah datangnya suara-suara itu. Di balik gorden ini. Siapa pun yang berada di balik gorden ini perlu diberi tahu kalau suaranya sangat keras dan dapat merusak gendang telinga. Berlebihan memang. Tapi begitulah, suara-suara itu merusak mimpi dan mengganggu waktu tidurku. Oke, saatnya memberi pelajaran pada si pelaku.
◊◊◊◊
Dengan keras tanganku menarik gorden putih ini, mengakibatkan suara decitan besi penjepit gorden yang tertarik kasar. Di balik kain putih ini tampak tiga orang lelaki dengan wajah terkejut. Satu orang sedang duduk di atas kasur dan menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur sambil memegang sebuah gitar. Dua orang lainnya duduk di sebelah kirinya.
“Kau sudah bangun?” tanya lelaki yang bersandar di tempat tidur.
Tentu saja aku sudah bangun. Apa kau tidak bisa melihatnya sendiri. Lelaki ini bodoh sekali. Sebenarnya ingin sekali kukatakan seperti itu, tapi melihat wajahnya yang tersenyum ramah serta suaranya yang selembut malaikat––walaupun aku belum pernah mendengar suara malaikat––membuatku mengurungkan niatku untuk berbicara sekasar itu. Aku hanya menatapnya tanpa ada niat untuk menjawab pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Girl
Teen FictionDia gadis yang manis. Tapi sifatnya tak semanis wajahnya.