-Planning-
“Arrggh!” erangku.
Langsung saja aku menunduk memegang kakiku. Rasa sakit langsung terasa di sekitar pergelangan kaki ini. Keadaan kamar yang gelap menyulitkan mataku untuk mengamati apa yang aku tabrak. Kutajamkan mata mencoba melihat benda tersebut. Oh, shit! Sebuah meja kayu. Pantas rasanya sesakit ini. Kenapa bisa ada meja disini? Perasaan tadi tidak ada.
Hmm... oke, bukan saatnya untuk menyalahkan sebuah benda mati. Ada sesuatu yang lebih penting yang harus dilakukan.
Kupaksa tubuhku berdiri, walaupun pergelangan kaki ini masih sakit, tapi tidak sesakit sebelumnya. Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Kamar ini sangat gelap. Tentu saja karena lampunya sudah kumatikan.
Setelah mata ini terbiasa dengan keadaan gelap, kulangkahkan kakiku ke depan dengan ektra hati-hati agar tidak menabrak benda lain lagi. Cukup pergelangan kakiku saja yang menjadi korban, tidak untuk lutut atau oh... wajahku. Kan tidak lucu kalau wajahku yang berharga ini menabrak dinding.
Kuhentikan langkahku setelah sampai di dekat jendela. Ku buka jendela tersebut dengan sangat hati-hati. Takut menimbulkan suara berisik yang bisa membuat semua penghuni rumah ini mendengarnya. Agak berlebihan memang. Tapi begitulah, aku tidak mau sampai ketahuan oleh orang-orang. Bisa gawat nantinya.
Rencana ini sudah kupikirkan sejak tadi siang. Tidak ada cara lain dan hanya ini cara satu-satunya.
Udara malam yang dingin terasa menyentuh kulit setelah aku menginjakkan kaki di balkon kamar. Bagus!! Orang-orang pasti lebih memilih berada di ruangan yang hangat daripada di luar seperti ini. Rencanaku pasti akan berhasil.
Setelah menutup jendela ini kembali -dengan sangat pelan tentunya- kulepaskan ransel yang ada di punggungku sambil berjalan ke sebelah kanan balkon. Kulempar ransel dari balkon lantai dua ini ke bawah. Bruk... Bunyinya tidak terlalu keras karena jatuhnya di atas rerumputan.
Oke, ini bagian yang paling kusuka. Saatnya action.
Kupanjat pagar pembatas balkon yang tingginya hanya sebatas pinggang. Ini sangat mudah karena aku sudah sering melakukannya, bisa dibilang aku sudah ahli melakukan ini. Kuulurkan tanganku untuk meraih sebuah dahan pohon. Kenapa bisa ada pohon di sini? Jangan tanya padaku, aku tidak tahu. Pohon ini sudah ada sejak aku pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini. Lagian siapa suruh menanam pohon di dekat beranda. Bukan salahku kalau pohon ini aku pergunakan untuk kepentinganku. Yeah, seperti saat ini.
Kakiku sudah berpijak pada dahan pohon yang cukup keras. Sambil berpegangan pada dahan pohon yang lain, aku menuruni pohon ini dengan cepat. Jangan heran karena aku sudah terbiasa melakukannya.
Hup. Sampai juga di bawah -dengan selamat tentunya-.
Kuambil ransel yang telah kulempar tadi dan memakainya di punggung. Kupasang tudung jaket dan kunaikan resletingnya sampai dagu untuk menghindari udara dingin pada leherku yang terbuka.
Kamar yang kumasuki tadi terletak di belakang rumah ini dan menghadap ke taman belakang. Beruntung sekali kamar itu letaknya di belakang karena jika kamar tersebut menghadap ke depan mungkin aku sudah ketahuan sekarang.
Kuamati taman ini. Lumayan terang karena terdapat banyak lampu taman di setiap sudutnya. Selain rerumputan, taman ini ditumbuhi oleh berbagai macam bunga, seperti bunga mawar, bunga melati dan... dan bunga lainnya yang aku tidak tahu namanya apa. Pokoknya taman ini ditumbuhi oleh bunga-bunga yang indah dan cantik.
Untuk memberikan kesan teduh pada taman ini maka ditanamlah beberapa pohon yang ukurannya tidak terlaku besar dan tingginya tidak lebih dari tiga meter. Di tengah taman terlihat dua gazebo terbuka yang di dalamnya terdapat satu meja dan beberapa kursi untuk bersantai. Siapa saja yang berada di taman ini pasti akan merasakan kenyamanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Girl
Teen FictionDia gadis yang manis. Tapi sifatnya tak semanis wajahnya.