02 | Apakah Ini Takdir?

53.1K 4K 120
                                    

Apa ini nyata, ataukah hanya sebuah mimpi belaka? Bagaimana bisa mimpi burukku mengikutiku sampai ke tempat ini?

Romi tak seharusnya berada di sini. Dia harusnya berada di Jakarta bersama istrinya tercinta dan hidup bahagia selama-lamanya. Dia tak seharusnya berada di sini, di sebelah rumahku dan mengganggu hidupku yang baru. Bagaimana aku bisa melupakannya jika dia yang kuhindari malah sekarang berada di sini? Oh Tuhan, rencana apa yang telah kau buat untukku ini?

Kini kubuka tirai jendela di hadapanku. Dan sekarang, terlihatlah Romi dan Liny—istrinya—tengah bercanda di ruang tv, rumahnya. Mereka berdua terlihat sangat bahagia, dan aku terlihat begitu mengenaskan.

Papa bilang, pasangan suami-istri itu—Romi dan Liny—pindah ke sini sekitar seminggu yang lalu. Romi di pindah tugaskan di salah satu rumah sakit di sini. Dan beberapa hari mendatang, Liny akan membuka kafe barunya di kota ini. Pasangan yang sukses. Selamat, sekarang aku benar-benar merasa kesal karena gagal membunuh Romi.

Kalau seperti ini caranya, bagaimana bisa aku melupakan Romi dan move on darinya? Harusnya di sini, di kota ini, aku memulai hidupku yang baru dan melupakan semua tentang Romi. Tapi kenapa takdir begitu kejam dan mempertemukan kami kembali.

Mereka bilang, selalu ada alasan dibalik sebuah kejadian. Dan bagiku, alasan yang paling pas dalam kasusku ini adalah agar aku dapat balas dendam kepada Romi. Baiklah, jika memang Tuhan menginginkan ini, akan kulakukan. Romi akan mendapatkan karma atas apa yang ia perbuat kepadaku. Mematahkan hati dan menghancurkan perasaan seseorang adalah perbuatan yang keji. Dia harus mendapatkan ganjarannya. Romi harus menderita seperti aku menderita. Rasa benciku terhadapnya sekarang semakin menjadi. Terima kasih, takdir.

***

"Papa berangkat kerja dulu. Nanti Papa pulangnya agak sorean. Kamu nggak papa kan, sendirian di rumah?"

Aku mengangguk dan tersenyum. "Shaby udah gede, Papa. Shaby nggak bakalan kenapa-napa di rumah sendirian."

"Kalau kesepian, main aja ke rumah sebelah. Sepertinya Liny selalu di rumah menunggu suaminya pulang. Kalian bisa saling menemani," ucap Papa seraya berhenti di teras rumah dan menoleh ke arahku.

Demi apa pun, aku tak sudi bertamu ke rumahnya!

"Papa udah telat," balasku seraya mencium pipi Papa. "Kasihan mahasiswanya kalau disuruh nunggu," lanjutku yang membuat Papa tersenyum kecil.

"Baiklah, Papa berangkat dulu. Hati-hati di rumah, sayang." Papa kini membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya. Tak lama kemudian mobil tersebut sudah berjalan meninggalkan rumah ini.

Tanpa sengaja aku menoleh ke arah sebelah rumah. Di sana kini sudah ada pasangan suami-istri yang tengah memandang ke arahku dengan tatapan tidak enak. Sial banget sih, pagi-pagi dikasih pemandangan yang sangat memuakkan seperti ini. Hilanglah dari muka bumi kalian berdua!

Kini kulihat Romi mencium pipi Liny dan berpamitan. Mereka berdua tersenyum penuh dengan kebahagian. Memuakkan!

Tak lama kemudian mobil Romi berjalan meninggalkan rumahnya. Liny masih memasang senyum manisnya sembari mengamati kepergian mobil sang suami. Hal ini benar-benar membuatku kesal setengah mati. Aku sangat membenci mereka! Amat sangat benci.

"Hai." Liny menyapaku dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Tanpa membalas sapaannya, aku langsung saja pergi meninggalkannya untuk masuk ke dalam rumah.

Aku tak membutuhkan senyum atau sapaannya!

Apa Liny tahu, apa yang telah suaminya perbuat kepadaku? Romi telah membuatku menunggu dengan penuh harapan dan angan indah mengenai hubungan kami. Dia pun memberiku sejuta janji manis yang ternyata berbuah pahit. Setelah sekian lama menunggunya, akhirnya undangan pernikahannyalah yang datang. Orang macam apa dia?! Tukang obral janji bermoduskan cinta. Mati aja sana!

Sweet DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang