04 | Happiness Is ...

43.9K 3K 101
                                    

Yang mau baca keseluruhan cerita ini bisa langsung ke Dreame.com ya, ceritanya bakal aku publish di sana secara bertahap. Link bisa dicek di profilku. Atau nggak cari aja Sweet Destiny atau nama akunku TheSkyscraper.

Terima kasih!

---------------------

Udara pagi ini terasa sangat dingin. Dengan berbekalkan selimut yang menutupi tubuhku, aku berjalan keluar kamar menuju ke arah jendela berada. Kubuka tirai jendela di hadapanku dan sekarang, kulihatlah rumah Romi yang gelap. Seluruh ruang di rumahnya gelap, kecuali ruang tv.

Aku begitu sangat membenci Romi. Jika membunuh orang tidak dosa, mungkin aku sudah membunuhnya sejak aku membaca undangan pernikahannya.

Aku masih ingat betul hari di mana aku membaca undangan pernikahannya. Saat itu aku sedang main ke tempat sepupuku. Di sana, sepupuku menunjukkan sebuah undangan pernikahan yang terlihat sangat indah. Melihat undangan tersebut sempat membuatku tersenyum kecil dan membayangankan bagaimana bentuk undangan pernikahanku kelak. Namun ketika aku membaca nama mempelai laki-laki di undangan tersebut, senyum di wajahku seketika hilang. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Yang kutahu, sejak saat itu, duniaku benar-benar hancur berantakan.

Semua orang melarangku untuk pergi menemui Romi. Bahkan teman-teman dan keluargaku mengurugku di rumah agar aku tidak pergi ke apartemennya. Tapi untungnya di saat pesta pernikahan Romi berlangsung aku bisa kabur dari rumah dan pergi ke acara tersebut.

Aku tak menyadari betapa kacaunya diriku waktu itu. Bahkan aku tidak sadar jika sandal yang kupakai hilang sebelah. Andai saat itu aku sedang tidak patah hati dan marah besar, mungkin aku akan malu setengah mati. Tapi untunglah saat itu urat maluku sudah putus. Jadinya dengan tanpa berpikir dua kali, aku langsung memasuki gedung resepsinya.

Yang kupikirkan ketika berada di sana adalah bagaimana aku mengacaukan pesta itu. Aku sempat berpikir untuk langsung naik ke atas panggung di mana Romi dan istrinya berada dan langsung menampar, menonjok, menendang bahkan menginjak-injak Romi di sana. Aku juga sempat berpikir untuk melakukan hal yang sama terhadap istrinya. Aku benar-benar sudah gila.

Untungnya aku bertemu dengan Darryl. Dia menyelamatkanku dari semua niat jahat yang kupunya. Jika tak ada dia, mungkin aku akan berakhir di rumah sakit jiwa karena gangguan mental. Atau jika tidak, aku akan berada di penjara karena tuduhan penganiayaan dan kekerasan. Enak ya, bisa jeblosin orang ke penjara dengan tuduhan yang jelas. Bagaimana dengan orang yang sudah membuat kita patah hati? Bisakah kita membuat laporan ke kantor polisi dengan tuduhan penganiayaan hati?

"Jam segini lo udah bangun?" terdengar suara seseorang dari arah belakangku. Aku menoleh ke arah tersebut dan kudapati Darryl tengah berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Ia kini melihat ke arahku dengan wajah yang terlihat sangat lelah.

"Nggak bisa tidur," ucapku seraya menutup kembali tirai di hadapanku. Kemudian aku berjalan ke arah sofa dan duduk di sebelah Darryl. "Lo sendiri?"

"Sama," jawabnya singkat. "Ngapain lo lihatin jendela?"

"Ngecek masa lalu."

"Berhenti Shaby. Jangan melakukan hal-hal yang ngebuat hati lo tambah sakit."

Darryl selalu saja menasihatiku dengan omongan-omongan sejenis ini. Aku yakin, jika dia mau mengasah kemampuannya menasihati orang, dia bakalan jadi the next Mario Teguh.

"Lo tau, gue sempet mau ngirim bangkai tikus ke alamat rumah Romi," ucapku yang membuat Darryl memandangku dengan ekspresi kaget.

"Lo pernah nggak, pergi ke psikiter?" tanyanya masih nemampakkan wajah kagetnya.

Sweet DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang