Jae Min pergi ke sebuah ruangan, ia mengeluarkan sebuah kotak kayu berukuran agak besar dari bawah meja. Ia membuka peti itu dan mengambil gitarnya, yang smasih terbungkus rapi dan ada pita di tengahnya.
Jae Min membawa gitarnya ke ruang depan dan membuka bungkusannya. Ada sebuah catatan yang terselip di bawah senar gitar itu.
“Selamat ulang tahun ke-14, sayangku Jae Min. Ibu”, isi notes itu. Mata Jae Min terlihat berkaca-kaca.
Jae Min memainkan gitarnya. Begitu juga Ma Ri di rumahnya.
Keesokan harinya di kelas ada pelajaran tentang puisi. Guru membahas sebuah puisi dan murid-murid terlihat bosan, bahkan ada yang merebahkan kepala mereka di atas meja. Jae Min mengambil buku Ma Ri dan membukanya. Lalu ia menoleh ke belakang, melihat ke arah Ma Ri. Ah Ra yang duduk di bangku di sebelah Jae Min, melihat arah pandangan Jae Min dan menyadari bahwa Jae Min sedang memperhatikan Ma Ri.
Guru memanggil Ketua Kelas. Jae Min tidak sadar bahwa guru sedang memanggilnya. Guru itu memanggil ketua kelas sekali lagi. Jae Min tersadar, dan langsung berdiri dari kursinya dan berteriak memberi aba-aba perhatian pada murid-murid yang lain.
Ah Ra tersenyum melihat kelakukan Jae Min.
“Belum juga 5 menit pelajaran ini dimulai. Haruskah aku berhenti berbicara dan pergi?”, tanya guru itu pada Jae Min. Muid-murid yang lain mentertawai Jae Min. Jae Min menundukkan kepalanya dan meminta maaf pada gurunya. “Duduklah”, ucap guru itu sambil tersenyum.
Ah Ra melihat lagi ke arah Ma Ri yang tidak begitu peduli dengan keadaan kelas dan kemudian melihat ke arah Jae Min.
Beberapa siswi menunggu Jae Min. Mereka terlihat senang ketika Jae Min berlari mendekat dan menghentikan Jae Min. “Oppa…”, panggil mereka sambil memberikan kado pada Jae Min. Jae Min melihat jamnya dan mengatakan bahwa saat ini ia sedang sibuk. Dan meminta maaf pada mereka.
Lalu Jae Min kembali melanjutkan larinya. Sepertinya Jae Min mencari Ma Ri lagi. Siswi-siswi itu terlihat senang dan memuji ketampanan Jae Min. Bahkan salah satu dari mereka merasa sangat senang karena Jae Min menyentuh tangannya dan ia tidak mengizinkan teman-temannya untuk menyentuh tangannya itu.
Ah Ra sedang di dalam mobil, ia pulang dari sekolah dijemput oleh supir. Ia terkejut melihat Jae Min yang berlari di trotoar sekolah dan terlihat berpikir mengapa Jae Min berlari.
Jae Min berlari ke arah stasiun kereta dan bergegas masuk ke dalam peron. Ia mendekati Ma Ri dan menghentikan langkah Ma Ri yang akan masuk ke dalam kereta. “Kau berhutang maaf padaku. Dan aku berhak menerima permintaan maaf darimu”, ucapnya pada Ma Ri.
Ma Ri memandang Jae Min tidak mengerti. Jae Min membuka earphone dari telinga Ma Ri, “Apa kau sudah bisa mendengarkanku sekarang?”
“Siapa kau?”, tanya Ma Ri dengan pandangan tidak mengerti.
Jae Min heran bagaimana Ma Ri tidak mengenalnya. Ma Ri sendiri heran mengapa Jae Min bisa mengenal dirinya. “Bagaimana aku tidak mengenalmu. Kita satu kelas”, sahut Jae Min.
Terdengar suara hati Jae Min yang mengatakan bahwa akhirnya ia menemukan seseorang yang membuatnya seolah-olah merasa bahwa waktunya berhenti. Jae Min merasakan sepertinya tiba-tiba seluruh dunia seperti menghilang sesaat. Ia merasa hanya satu orang saja yang hidup di dunia itu dan orang itu adalah Ma Ri.
Ketika Jae Min berpikir seperti itu, flashbak kejadian ketika Ma Ri mendekati lehernya. Terlihat semua penumpang yang lain perlahan menghilang, yang tinggal hanyalah ia dan Ma Ri.
Kembali ke saat sekarang. “Jika tidak ada yang akan kau katakan, bisakah kau minggir?”, tanya Ma Ri, masih cuek.
“Tunggu!”, sahut Jae Min.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange Marmalade
Roman d'amourTau Tidak...? Aku... Aku terus memikirkan dirimu.. Aku.... Ingin terus meminum darah mu