Tempat itu gelap, lampu di pertigaan terlihat sedikit redup, seperti melihat cahaya diantara impian yang belum tercapai, suatu kelegaan yang luar biasa, ada seseorang menunggu disana. E-mail itu ternyata bukan hanya omong kosong.
Remang-remang dibawahnya seorang laki-laki berdiri dengan tas besar yang terlihat begitu berat dipunggungnya. Ingin hati mendatangi, siapa dia?
Begitu mulai mendekat, hampir 3 meter, tiba-tiba dia menoleh kearahku, heran, awalnya dia diam beberapa detik, lalu secara tiba-tiba lagi dia tersenyum sambil melambaikan tangan. Kurasa dia mengenaliku, tapi aku tak bisa mengenalinya.
“Hello” Sapa dia ramah dengan logat yang terdengar ke-bule-bule-an. Aku masih saja diam dan berfikir, apakah dia temanku? Kalau iya, siapa ya?
Jujur saja, tas yang ada di punggungnya itu terlihat sangat merepotkan,
karena beberapa kali dia memposisikan tasnya itu, tas khas backpacker.
“Sudah lama?” Tanyanya lagi padaku, apanya yang sudah lama? Kau Vera, kan? Itu baru benar.
“Begitukah sikap teman lama yang bertemu dengan idolanya??” Ujarnya sambil sebentar-sebentar melirik kearahku, Astaga!! Dia?? Dia?? Apa ini Dia??
Mungkin wajahku tidak se-surprise hatiku, sekencang degupan jantungku. Tapi ini sungguh kejutan. Apakah ini benar dia? Tuhaaaaan, aku tidak sedang bermimpi kan?
“Ke.. kenapa kau ada disini?” Tanyaku kemudian. “Tasmu besar sekali” Sambungku lagi, garing. “Kau, Sendirian saja?” Akhirnya aku semakin tidak jelas. Kulirik dia, ternyata dia sedang tersenyum mengawasiku. .
“Apa tidak boleh? Aku hanya ingin menemuimu.” Ujarnya lalu berjalan lebih cepat mendahuluiku. Aku sedikit berlari mengejarnya.
Apa? Menemuiku?
“Kau tidak lihat? Tasku ini berat sekali” Dia mengeluh dengan wajah yang sangat imut, ya tuhan, bagaimana bisa dia berubah menjadi remaja tampan seperti ini? Ah benar, bukan remaja, tapi dewasa.
“Emmm, kalau begitu, bagaimana jika kita kerumahku saja” Kata-kataku terdengar aneh tidak ya? Aku sangat gugup.
Saat perjalanan, aku sendiri tidak yakin, dia masih mengenalku dengan sangat baik, bahkan dia tidak ragu untuk menyapaku. Aku masih dipenuhi rasa terkejut, apakah ini mimpi? Tidakkah terasa aneh, dia yang dulu pendiam bisa berkata begitu banyak padaku. Bahkan ia berkata ingin menemuiku, aku heran, memang berapa jarak yang ia tempuh dari Scotlandia kesini hanya untuk bertemu denganku. Rasanya sedikit janggal.
Dia berkali-kali menoleh kearahku, aku tetap jalan berdampingan dengannya namun sama sekali aku tak membalas tatapannya itu. Seperti ada tegangan tinggi, iya, aku tak mau perasaan yang sulit ku kendalikan ini akan mengacaukan segalanya.
“Kau, tampak berbeda saat bertemu langsung. Terlihat tidak sama seperti yang ada di Blog Pribadimu” Ujarnya. Aku seketika itu terhentak. Apa? Blog Pribadi? Ternyata dia sudah sampai sana? Ya Ampun… Jelas dia tahu siapa yang aku tulis disana… Semua tulisanku berisi namanya, semuanya!
“Kau menulisnya sendiri?” Tanyanya basa-basi. Aku yakin, aku tidak mempunyai keberanian untuk menatap matanya saat ini. Bahkan untuk mengangkat kepalaku.
Aku mengangguk, mencoba memberanikan diri melirik kearah laki-laki itu. Tapi aku buru-buru membatalkannya.
“Kau jadi pendiam ya sekarang ini? Padahal dulu kau ini cerewet, very talkative” Dia bicara lagi, masih dengan aksen Inggris yang kental. Aku masih membisu.
“Jadi, Apa boleh aku menginap ditempatmu?” Dia bertanya dengan nada yang sangat sangat sangat biasa. Tapi bagiku, itu sungguh luar biasa! Kenapa dia tidak menginap di tempatnya dulu? Kurasa bibinya masih tinggal disana. Apa dia tumbuh menjadi pria yang jail? Dan sekarang berencana untuk menjahiliku? Tidak tidak! Itu tidak boleh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyukai Laki-Laki Imaji [Edited]
Teen FictionKetidakmampuanku melupakan kebiasaanku, kebiasaan membayangkan wajahmu yang tersenyum dan bersamaku, namun pada kenyataannya, itu sebatas imajinasiku saja. Tapi, suatu hari kau datang dengan kejutan yang membuat jantungku beku, kenyataan bahwa kau n...