Kembali Tidak Percaya

45 1 0
                                    

Rilo menelponku pagi-pagi sekali, nada dering khusus yang kuberikan untuknya memang sangat efektif, aku jadi cepat mengenali siapa yang sedang menelpon, suara sherina menggema di seluruh kamar, Geregetan jadinya geregetan apa yang harus kulakukan,. Dia adalah Rilo, Kekasihku, ah tidak, cinta pertamaku.

"Ve, kau sudah bangun?" Tanyanya di seberang. Aku menguap dan mengucek mataku berkali-kali.

"Ya, hampir. Kau menelponku sangat pagi sekali. Ada hal penting apa?" Tanyaku kemudian pergi ke kamar mandi sambil menempelkan telepon di telinga.

"Nanti jam tujuh aku menjemputmu, kau ingat? Hari ini peluncuran buku, jadi aku akan menjemputmu pagi ini" Ujar Rilo.

Oh iya, aku hampir saja lupa, hari ini peluncuran bukunya. Semalam aku belum membacanya sampai benar-benar habis. aku hanya membaca yang kebetulan aku buka saja.

"Ah, iya. Tentu saja aku ingat" Ujarku riang.

"Hhh ya, aku sungguh tidak menyangka, , aku mencintaimu, Ve. Sampai nanti" Ujar Rilo, begitu Rilo mengatakan mencintaiku, dadaku seperti ada yang meledak didalamnya, jantungku berdetak lebih cepat, dan mukaku terasa sangat panas.

Dia mengatakan mencintaku dengan sangat pas, aku merasa kalimat itu langsung menuju kesasarannya, aku tidak tahu bagaimana dia mengatakannya, tampak tidak ada keraguan sama sekali. Aku merasa jatuh cinta setiap hari.

Rilo sudah di depan, sedang mengobrol dengan Paman. Paman ternyata langsung akrab dengannya, mengingat Paman tipe orang yang tidak suka bicara, tapi kini kulihat mereka sedang tertawa terbahak-bahak. Mungkin itu sesuatu yang mudah bagi seorang jenuis seperti Rilo untuk meluluhkan hati seorang Paman.

"Vera, temanmu ini sangat berbakat membuatku tertawa, apa dia pernah tampil di televisi" Ujar paman ketika menyadari aku sedang berada di pintu. Aku hanya tersenyum, bagaimana mungkin Rilo disamakan dengan pelawak. Itu menggelikan. Rilo hanya tersenyum dan menatapku dengan mata yang berbinar.

"Ah, Paman. Jangan bicara seperti itu, dia seorang profesor" Ujarku, Paman terkejut memandang Rilo. Tapi Rilo malah tersenyum.

"Memangnya Profesor tidak boleh menjadi pelawak, apa?" Ujar Rilo lalu menepuk punggung Paman. "Paman, aku bawa dulu keponakanmu yang cantik ini, aku akan mengembalikannya nanti secara utuh" Ujar Rilo. Paman terkekeh.

"Kau ini, memang keponakanku ini barang antik? Iya, berhati-hatilah saat menyetir" Ujar Paman. Rilo memandangku lagi dengan tatapan jahil.

"Iya, Paman. Keponakanmu memang antik, apa dia tidak menceritakannya padamu, bahwa aku tergila-gila padanya?" Ujar Rilo, sontak itu membuatku sangat kaget. Bisa-bisa aku akan jadi bulan-bulanan Paman. Rilo, aku mohon jangan berkata lebih banyak lagi.

"Ah, itu pasti, keponakanku tidak ada duanya, dia mempunyai banyak pacar, bahkan aku belum menikah, mungkin dia akan menikah lebih dulu" Ujar Paman.

"Ah, Paman. Aku pergi dulu, bilang mama, aku akan sarapan diluar" Ujarku lalu masuk kedalam mobil, dan Rilo yang membukakan pintu untukku.

"Kau ini, hey Rilo, jangan membuatnya menangis, aku tidak suka dia menangis saat malam hari, membuatku susah tidur" Ujar Paman, dan itu sukses membuatku malu. Rilo hanya mengangkat tangannya, mengucapkan sampai nanti.

Selama perjalanan, aku dan Rilo hanya diam, sementara Rilo menyalakan music player. Dia menekan-nekan sesuatu, dan menancapkan flashdisk, kemudian menekan-nekan lagi, tampaknya ada lagu yang ingin ia dengarkan.

No one ever saw me like you do

All the things that I could add up to

I never knew just what a smile was worth

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menyukai Laki-Laki Imaji [Edited]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang