Part 2

3.7K 161 0
                                    

Rutinitas pagi yang selalu ku benci adalah berangkat kerja. Meskipun aku menggunakan mobil pribadi, tapi tetap macet selalu tak terhindarkan. Sampai sekarang aku bekerja sebagai sekertaris direktur utama di suatu cabang perusahaan property didaerah Jakarta (coret). Aku juga mempunyai restoran sebagai usaha kecil-kecilanku berangkat dari lulusan Bisnis Management. Jangan tanya mengapa aku bisa menjadi sekertaris dirut. Ini karena Dirut dari perusahaan ini adalah kakakku, Jovan.

"Gevannya, presentasi sudah siapkan?" ujar Kak Jovan

"Siap, pak"

Meeting saat ini begitu tegang untukku. KENAPA, karena Habi ada disitu. Habi adalah perwakilan dari perusahaan yang sedang menawarkan kerja sama dengan perusahaan Jovan. Sungguh, aku sangat tidak fokus. Untunglah Jovan mengerti keadaaanku dan mengambil alih tugasku yang seharusnya tidak pantas dilakukan oleh Direktur Utama.

"Geva!"

Aku tahu suara ini. Suara yang kemarin menanyakan nama padaku. Ini suara Habi.

"Iya?"

"Ingat aku yang kemarin kan? Aku Habi, aku tahu pasti kamu sudah tahu namaku" ujar Habi panjang lebar.

"Huh?"

"Eh begini saja, aku tidak bisa berlama-lama. Bisa minta nomor teleponmu?" APA?! Habi menanyakan nomor teleponku? Yatuhan, mimpi apa aku semalam.

"Ini 08122*******"

"Nanti akan aku hubungi ya."

Setelah itu Habi pergi dari hadapanku yang sedang mematung memikirkan apa yang baru saja terjadi. Rasanya aku ingin teriak AAAAAAAAAAAAAAAA

"Dek? Ngapain masih disini?" Suara kak Jovan mengaggetkanku

"Ah kakak! Ngaggetin aja deh hehehe"

"Aduh ada yang affair nih sama CEO perusahaan sebelah" Tiba-tiba suara Davin mengganggu percakapanku dengan kak Jovan. Eh? Apa yang tadi Davin bilang? Affair? Jangan bilang Davin menyindirku

"Siapa yang affair, dav?" tanya Jovan ke Davin

"Siapa lagi kalau bukan adikmu dengan Habibi. HAHAHAH. Dah y ague mau pulang. Sampai jumpa wahai manusia yang sedang jatuh cinta" Davin berlalu setelah mengatakn itu kepada kakakku. Aduh makin ruwet aja nih.

"Jadi, kamu ada hubungan apa sama Habibi?" kak Jovan menatapku tajam, eh ini bukan pertama kalinya kak Jovan memberiku tatapan seperti itu.

"Dia... dia hanya meminta nomor ponselku, kak" aku akan selalu gugup bila kak Jovan menatapku dengan mata tajamnya itu.

Marry Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang