AKU INGIN SEPERTI MEREKA

65.4K 538 47
                                    

Author POV

Di sudut kamar terlihat seorang gadis remaja sedang duduk menangis. Ia terlihat begitu sedih. Berulang-ulang kali ia menghapus air matanya dengan kasar. Tak terdengar suara apapun. suasana di kamar itu sepi bahkan sangat sepi. Hanya terdengar beberapa kali isakan dari gadis cantik itu.
"Hiks..hiks.." gadis itu memendam wajahnya diantara kedua kakinya. Terdengar suara langkah kaki dari depan pintu kamarnya.
"Kau itu lemah sekali. Dasar anak cengeng baru di marahi seperti itu saja kau sudah menangis!" Ujar seorang anak laki-laki dari depan pintu kamar Dzania. Ya Dzania itu adalah nama anak perempuan yang sedang menangis itu. Dan anak laki-laki yang berdiri di depan pintu kamarnya adalah kaka laki-lakinya Alfan. Dzania menatap kaka laki-lakinya dengan tatapan lesu. Wajahnya memerah rambutnya berantakan dan air matanya telah membasahi seluruh wajahnya.
"Memang aku cengeng. Pergi kau dari kamar ku. Jangan ganggu aku." Jawabnya dengan nada yang bergetar.
"Haha dari kecil kau hanya menangis saja bisanya dasar tidak berguna!" Alfan pergi meninggalkan Dzania sendiri di kamarnya.
"Kenapa aku selalu di bilang tidak berguna. Kenapa aku selalu di salahkan. Kenapa aku selalu di marahi. Kenapa aku selalu di benci. Kenapa ibu tidak pernah menyayangi ku." Itu yang ada di hati Dzania saat ini. Otaknya kembali berputar mengungkit kejadian beberapa menit yang lalu.
*****
Flashback

Gumpranggg..
Terdengar suara piring pecah dari arah dapur. Dzania terlihat begitu panik dan ketakutan. Dia segera membersihkan bekas pecahan piring tersebut. Tak lama seorang perempuan paruh baya yang berpenampilan sangat modis berjalan ke arahnya.
"Kau itu selalu saja merusak!tidak bisa kah kau mengerjakannya dengan hati-hati!" Ucap wanita itu yang terlihat begitu marah pada Dzania.
"Ma..maafkan aku ibu. Aku tidak sengaja sungguh." Dzania menundukan wajahnya. Terlihat matanya mulai berkaca-kaca.
"Bilang saja kalau kamu marah karna ibu selalu menyuruh mu untuk membereskan rumah!apa kau tidak tau ibu sudah capek membesarkan mu! Kau itu selalu saja membuat ibu marah! Dasar pemalas! Kau anak tidak berguna!"
Sang ibu hanya berkacak pinggang sambil terus memakinya. Dzania menahan tangisnya yang kini tak terbendung lagi air matanya kini menetes dari pelupuk matanya yang kecil.
"Bereskan semuanya atau ibu akan mengadukannya ke ayah mu! Kau itu selalu saja mencari masalah!hidup mu merepotkan saja!" Kemudian sang ibu pergi dari dapur menuju kamarnya yang terletak tidak jauh dari sana. Dzania kembali membersihkan serpihan-serpihan piring itu dan memasukannya ke dalam sebuah pelastik hitam kemudian membuangnya.

Flashback off
*****
"Kata-kata ibu selalu seperti itu. Sejak kecil aku selalu di bilang hanya merepotkan dan tidak berguna. Ibu bilang aku ini pemalas. Sebenarnya hati ku sakit mendengar semua ucapan itu. Apalagi yang berkata seperti itu ibuku. Rasanya hancur dunia ini betapa sakitnya hati ku selama ini. Sudah cukup aku meneteskan air mata. Aku ini terlalu lemah. Bahkan sangat lemah". Dzania tidak pernah menceritakan semua ini pada siapapun. Dia hanya memendamnya di dalam hatinya. Dia menyimpan semua keluh kesahnya dengan rapih di dalam hatinya. Dzania adalah anak yang kuat dia tidak pernah memperlihatkan kesedihannya di depan orang lain terutama ayahnya. Dzania terkenal sebagai anak yang pintar dan aktif di sekolahnya. Dzania kini duduk di bangku kelas 2 SMP. Gadis itu kini terlelap dalam tangisannya di sudut ruangan kamarnya. Entahlah rasanya menyedihkan melihat pemandangan seperti ini seorang gadis remaja yang seharusnya dapat menikmati masa-masa remajanya. Yang seharusnya dapat bermain bersama teman-temannya ikut serta dalam berbagai kegiatan sekolah. kini hanya terlelap dalam tangisannya. Mungkin rasanya berat dan menyakitkan untuk menjalani semua kenyataan pahit ini. Tapi bagi Dzania ibunya adalah orang yang selalu dia sayangi orang yang selalu dia hormati dan orang yang selalu dia cintai.
*****
Flashback
Matahari pagi menyorot wajah Dzania kecil. Saat itu umurnya baru 7 tahun tepatnya dia masih duduk di sekolah dasar.
"Dzania sampai kapan kamu mau tidur hah! Cepat bangun!bersihkan tempat tidur mu. Setelah itu sapu halaman depan! Kalau kau tidak cepat bangun nanti kau terlambat kesekolah!" Ucap Ibu Dzania membangunkan paksa Dzania kecil itu.
"Aku masih mengantuk bu. Ini terlalu pagi aku lelah bu. Tolong berikan aku waktu sebentar lagi untuk tidur." Jawab Dzania kecil masih dalam posisi tertidur lemah.
"Apa kau bilang?mau sampai kapan kau tertidur hah!cepat bangun! Atau ibu akan menyiram mu dengan air! Kau itu tidak boleh tumbuh menjadi anak pemalas! Kau hidup bukan untuk bermalas-malasan!kau di besarkan untuk menjadi anak yang berguna!yang bisa berterima kasih dan membalas semua jasa-jasa orang tua! Bukan sebagai seorang anak yang hanya merepotkan dan tak berguna!" Ibu Dzania terlihat sangat marah. Yaa itu adalah salah satu kebiasaan ibu dzania saat membangunkan gadis kecil itu. Ibunya selalu memperlakukan dzania kecil dengan kasar.
"Baik bu.. maafkan aku telah membuat ibu marah." Dzania kecil menangis sambil duduk di tempat tidurnya.
"Kau itu lemah!kerjaanmu hanya menangis dan terus menangis!mau jadi apa kau besar?dasar anak tidak berguna!cepat bersihkan tempat tidur mu dan sapu seluruh halaman atau ibu akan menghukum mu!" Perintah ibu sambil berjalan keluar kamar dzania kecil. Dzania kecil hanya tertegun mendengar ucapan dari ibunya. Dia hanya menangis di atas kasurnya.

Flashback off
"Ampunn bu..ampun..maafkan dzania bu..maaf..dzania hanya mau ibu sayang. Dzania mau ibu peluk seperti kaka dan adik dzania. Dzania mau ibu menyayangi dzania sama seperti ka Alfan dan juga Andrea.. sakit bu.. sakit.. IBUUUUUUU.." Teriak dzania dan terbangun dari tidurnya.terlihat keringatnya bercucuran dan nafasnya tersengal-sengal. Yaa mimpi itu yang selalu terngiang-ngiang di fikirannya. Masa lalunya dan masa kecilnya yang begitu menyakitkan. Dzania tidak pernah merasa tenang fikirannya selalu di hantui masa kecilnya dan juga kata-kata kasar yang selalu ibunya katakan padanya. Dzania melirik ke arah jam dindingnya sudah pukul 4 pagi. Itu tandanya dzania harus cepat bangun dan membereskan seisi rumah. Seperti biasa dzania memberekan tempat tidurnya terlebih dulu. Lalu dia mencuci piring dan menyapu seluruh rumah beserta halaman. Setelah itu dia menyiapkan pakaian kerja untuk ayahnya dan seragam sekolahnya. Ibu dzania masih terlelap dalam tidurnya.
Saat dzania sedang menyiapkan pakaian tiba-tiba suara langkah kaki seseorang terdengar mendekat ke arahnya.
"Ayah.." panggil dzania sambil tersenyum.
"Selamat pagi anak ayah. Apa kau tidur nyenyak semalam?" Sapa ayah memeluk dzania. Dzaniapun membalas pelukan ayahnya.
"Emm.. iya ayah aku tidur dengan sangat nyenyak." Bohong dzania sambil menunjukan deretan gigi putihnya.
"Baguslah. Apa kau menangis lagi kemarin?mata mu terlihat begitu sembab." Tanya ayah.
"Emm..aku hanya menangis sedikit ayah. Tidak apa-apa." Dzania mencoba untuk membuat ayahnya tidak khawatir terhadapnya.
"Baiklah kalau begitu ada yang perlu ayah bantu?" Tanya ayah lagi.
"Tidak ayah. Ayah hanya perlu bersiap-siap aku akan menyiapkan sepatu ayah juga." Dzania mendorong semangat ayahnya ke arah kamar mandi.
"Haha baiklah ayah akan bersiap-siap terimakasih sayang." Ucap ayah dzania tersenyum ke arah putri kesayangannya.
Setidaknya dzania beruntung karna masih memiliki ayah yang sangat sayang dan selalu membelanya. Sejak kecil dzania akrab dengan ayahnya. Bahkan apapun yang dzania alami dengan teman-temannya atau di sekolahnya dia selalu bercerita pada ayahnya. Hanya saja sudah berbeda jika masalahnya dengan ibu. Karna dzania tidak ingin melihat ayah dan ibunya selali bertengkar karna dia maka dari itu dzania memilih untuk selalu menutupi masalah ibunya. Agar ayah dan ibunya tak lagi bertengkar. Sekarang mereka semua telah siap dan makan bersama di meja makan. Dzania melihat adik dan juga kakanya yang sedang bermanja-manja dengan ibunya.
"Ibu aku mau di suapi ibu saja. Aku tidak mau makan sendiri." Rengek Andrea.
"Baiklah-baiklah ibu akan menyuapi mu. Kemari sayang." Ibu mengambil sesendok nasi pada piring di atas meja lalu menyuapi andrea.
"Ibu curang hanya andrea saja yang ibu sayang. Alfan juga mau di suapi ibu." Alfan marah-marah karna melihat ibunya yang hanya sibuk dengan adik bungsunya.
"Baiklah-baiklah kemarilah nak. Ibu akan menyuapi kalian berdua." Jawab ibu sambil mengarahkan sendoknya ke mulut Alfan.
Mereka berdua terlihat begitu dekat dengan ibu. Dan mereka terlihat begitu bahagia tapi tidak pada Dzania gadis itu menatap kaka, adik dan ibunya dengan tatapan berkaca-kaca.
"Ibu.. aku juga mau seperti kaka dan andrea. Aku mau ibu suapi." Ucap Dzania ragu sambil tersenyum ke arah ibunya.
"Kau ini merepotkan saja!tidak lihat ibu sudah repot menyuapi Alfan dan Andrea!kau itu sudah besar! Seharusnya bisa bersikap mandiri!" Ibu menjawabnya dengan nada tinggi. Membuat dzania takut. Terlihat bendungan kecil di matanya.
"Kau tidak perlu membentaknya!" Balas Ayah mencoba membela dzania.
"Kau itu selalu saja membelanya! Lihat lah dia tumbuh menjadi anak yang manja!" Ibu dzania balik memarahi ayahnya.
"Kau tidak sepantasnya seperti itu! Kau harus berlaku adil!" Ayah terlihat begitu marah sampai memukul meja makan. Ya lagi-lagi ayah dan ibu dzania bertengkar di depan anak-anaknya. Alfan, Dzania dan Andrea hanya melihat orang tua mereka dengan tatapan takut.
"Apa aku salah?aku hanya ingin seperti mereka!aku ingin seperti kaka dan juga adikku. Merasakan kengatan ibu. Di suapi makanan oleh ibu. Merasakan kedekatan dengan ibu. Aku iri pada mereka jujur aku iri. Ibu tidak bisakah ibu melihat ku?tidak bisakah ibu menyayangiku?apa salah ku bu sehingga ibu tak menyayangiku. Bahkan ibu terlihat begitu membenci ku. Apa aku salah lahir ke dunia ini?apa aku salah ingin merasakan hangat kasih sayang seorang ibu?" Itu adalah isi hati dzania saat ini perasaannya sangat sedih saat ini. Entahlah dzania sendiri pun bingung harus berbuat apa. Dia merasa bersalah karna telah membuat ayah dan ibunya bertengkar lagi.

Lihat Aku Ibu..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang