Sinar matahari yang terang nan terik menyorotiku melalui tirai kamarku yang masih tertutup rapat. Mataku terbuka dan mulutku menguap kecil saat terbangun dari tidurku. Sedikit malas aku melangkah gontai keluar dari kamarku dengan kodisi setengah mata tertutup. Bagus sekali karena aku masih dapat memijakan kaki ditangga ketika turun ke lantai dasar tanpa terpeleset sedikit pun.
"Mom, Dad!" Aku berseru cukup keras namun tak ada balasan. Lagi untuk yang kedua hingga ketiga kalinya aku memanggil namun tak ada yang menghiraukan. Hingga akhirnya kesadaranku kembali secara penuh, melihat kondisi rumah yang sangat sepi. Rumah ini sesungguhnya besar dan mewah hanya saja seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. "Ah, sial, aku lupa bila mereka pergi keluar kota." Aku menepuk dahiku pelan sambil menjatuhkan bokongku di sofa ruang tamu.
Terkadang aku merasa bosan, hidup di lingkungan yang luas namun aku sering merasa sendirian. Kedua orang tuaku memang sibuk berbisnis, sering kali aku berpikir jika pekerjaan mereka itu lebih penting dibandingkanku. Menjadi anak sematawayang memang tidak enak, tak ada sanak sodara yang bisa kuajak berkeluh kesal. Saat aku kecil kedua orang tuaku begitu perhatian, namun ketika aku menginjak remaja semuanya berubah. Terkadang aku berpikir bila aku hanya memiliki satu orang didunia ini. Ah ya, Harry, aku membutuhkannya sekarang.
To Harry:
Morning, di hari minggu pagi seperti ini aku sendirian di rumah loh.Aku menggenggam erat ponselku setelah mengirim pesan tersebut. Berharap bila Harry akan cepat membalas pesanku lalu berkunjung kemari. Kedatangannya akan sangat menghiburku.
From Harry:
Good morning. Ya, lalu?To Harry:
Kau itu menyebalkan. Sudah diberi kode, tetapi tetap tidak peka!From Harry:
Hahahaha...To Harry:
Tidak lucu!Sedikit kesal aku membiarkan ponselku tergeletak diatas meja. Berkirim pesan dengan Harry tidak ada gunannya. Dia tidak bisa mengerti perasaanku, menyebalkan. Melihat meja makan yang benar-benar kosong membuat mood-ku semakin tidak bagus. Perutku lapar, aku butuh sarapan. Tak lama kemudian kudengar ponselku berbunyi singkat, aku segera berlari untuk meraihnya.
From Harry:
Kau ini emosi saja pagi-pagi, Love. Sekarang keluar dari rumahmu, ayo cepat xxSenyumku sedikit menggembang ketika membacanya, tenyata Harry mengerti juga. Aku langsung berlari dengan girang menuju teras rumahku. Mataku sedikit menyipit menatap kearah rumah Harry yang berada tepat disamping rumahku. Aku bisa melihat Harry melambai kearahku. Dia menggunakan kaus putih tanpa lengan dan tangannya menggenggam sebuah selang air, rupanya dia senang memandikan motor Harley kesayangannya itu. Mood-ku akan membaik bila aku bergabung dengannya.
"Selamat pagi, Delova Lurance, si gadis pemarah." celetuk Harry tanpa menoleh kearahku. Aku saja baru menghampirinya dan dia sudah mulai menyindiriku.
"Lebih baik kau diam jika tidak tahu apa-apa. Aku ini sedang kesal, tau." Balasku sedikit ketus. Harry menatapku sekilas ketika aku berkacak pinggang kemudian ia melanjutkan tugasnya membersihkan motor. Kupikir dia akan merespon namun dia tetap diam, "Harry, aku ini tau tidak jika aku sedang kesal? Setidaknya kau tanya kronologi kejadiannya atau.....-oh brengsek!"

KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYMATE [H.S]
Fanfiction"Aku tahu dia, aku mengenal dia, dan aku telah memasuki kehidupannya lebih dari orang-orang yang menyukainya." Delova selalu mengatakan hal tersebut saat dirinya tahu bila cintanya tak kan terbalaskan. Sahabat sepermainannya telah membuatnya jatuh...