Part 3 : Curiga.

437 33 17
                                    

 [Telah di revisi]

   Kak Abi perlahan melepaskan pelukannya. Namun, dia masih berdiri di depanku menatapku dengan tatapan nanar. Aku ingin membuka suara saat tiba-tiba dia berbicara.

     "Maafkan aku"

     Aku menatap kedalam dua bola matanya saat kata itu diucapkan. Aku benar-bebar tidak mengerti dengan semua ini. Ada apa dengan pria ini. Namun, mengapa saat dia meminta maaf hatiku perih seakan ada luka mengaga yang tak kunjung terobati?

     Kak Abi kembali duduk di bangku dan menyenderkan tubuh kemudian memejamkan matanya berusaha agar lebih rileks, mungkin.

     "Sebenarnya ada apa denganmu?"

     Kak Abi masih memejamkan mata sambil memijat pelipisnya.
    "Tidak ada apa-apa" Jawabnya lirih.

     "Kau yakin?"

     Kak Abi tersenyum dan mengangguk. Namun, aku meliahat dia seperti sedang tertekan dengan masalah yang berat.

     "Tentu saja" Kak Abi berdiri dan sesekali merapikan pakaiannya. "Sebaiknya kau bersiap-siap bukankah Bundamu sudah hawatir padamu. Kau harus menemuinya, bukan?"

     "Apa itu benar?"

     Bagaimana mungkin dia berubah pikiran secepat itu.

     "Tentu saja"

     "Tapi.."

     "Kau ingin pulang atau tidak?"

     "Y-ya itu sudah pasti"

     Aku curiga. Maksudku, bagiku sikapnya sangat aneh. Apakah dia menyembunyikan sesuatu dariku? Namun apa? Bahkan kami baru mengenal satu sama lain.

     "Apa maksudmu mengatakan bahwa aku memang seharusnya berada di sini?"

     "Itu" Dia nampak gelagapan saat aku menayakan hal itu. "I-itu mungkin benar aku hanya hawatir padamu. Akhir-akhir ini pikiranku memang sedang kusut jadi maafkan aku ya. Hal seperti tadi tidak akan terulang lagi" Lanjutnya.

     Aku menyipitkan mataku dan memandanginya curiga. Namun, aku memilih untuk tidak berkata apa-apa lagi.

     "Aku dengar dari para pelayan, kau tidak menyentuh sama sekali makanan yang mereka sediakan. Apa itu benar?"

     "Aku hanya belum lapar"

     "Kau yakin?" Kak Abi terkekeh "Aku baru tau ada seorang gadis yang bisa kuat walaupun tiga hari tidak makan"

     "A-aku.."

     "Sudahlah. Hei, mau mencoba makan masakanku?"

     "Memangnya kau bisa memasak?"

     Kak Abi terkekeh dan mengangguk "Tentu saja bisa. Jika aku tidak sedang sibuk seperti ini meskipun di rumah ini ada pelayan Rachel pasti meminta masakanku. Dia bilang masakanku yang paling enak"

     "Kalau begitu aku tidak sabar untuk mencobanya"

     "Baiklah aku akan memasakkannya buat kalian" Kak Abi tersenyum lembut padaku, lalu melanjutkan "Kau tunggu saja didalam, sebentar lagi Rachel akan pulang"

     "Biar kubantu, ya"

     "Tidak. Kau stirahat saja"

     Meraih tanganku dan menggandengku untuk kembali masuk kedalam rumah, sesekali Ka Abi tersenyum padaku.

     Sentuhan tangannya entah apa yang terjadi padaku tapi perasaan perih yang kurasakan tadi lenyap seketika bak api yang disiram dengan bongkahan air es. Hatiku terasa sejuk dan aku merasa damai.

 My Lovely Star [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang