Promise

144 3 0
                                    

Tanganku memegang sisi gaun berwarna putih ini, meremasnya pelan.
Dingin yang menusuk karena suhu ac ruangan yang rendah menambah kegugupanku.

Dulu, saat semuanya baik-baik saja..

Kamu masih bisa tersenyum menatapku

Masih bisa duduk berdampingan denganku

Kita bahkan masih bisa tertawa bersama

Kamu akan menjepretku diam-diam,

yang selalu gagal karena aku yang mengetahuinya dan menutup lensa kameramu dengan tanganku.

Sebut aku bodoh, menyia-nyiakan mu saat kamu bisa kurengkuh.

Kupikir, semua akan selamanya seperti itu. Kamu dan aku, selamanya berdampingan.

Kupikir, kamu akan selalu menungguku.

Nyatanya tidak.

Pada akhirnya, kamu pergi karena ucapan bodohku sendiri.

Ucapan bodohku yang takut bahwa suatu saat kamu akan meninggalkanku.

Musim panas waktu itu, aku melihatmu dengan seorang gadis di sebuah taman yang sepi.

Dengan amarah yang meletup-letup, aku menghampirimu dan berteriak tepat di depan wajahmu, "Pengkhianat! Kita putus!"

Dan aku menangis.. berlari pergi meninggalkan luka di taman itu.

Kamu terus mengejarku, mengatakan bahwa semua tidak seperti yang kupikirkan.

Kamu yang sekuat tenaga mengejar, dan aku sekuat tenaga berlari.

Kamu sekuat tenaga mencari, aku sekuat tenaga menghindar.

Hingga aku muak, dan akhirnya dengan menguatkan hati, aku berkata padamu, "Sudah cukup, cukup sampai disini. Aku benar-benar tidak ingin melihatmu lagi."

Dan saat itulah pertahananku hancur, menangis dibalik pintu setelah melihat kedua matamu tergores luka mendalam.

Setelah itu, kamu menghilang.
Kamu mengabulkan keinginanku.

Semua terasa baik-baik saja.. tidak. Semua kuusahakan baik-baik saja, hingga aku merasa kosong dan penyesalan itu datang.

Salah seorang temanmu menjelaskan, bahwa kamu pergi dengan kakakmu.

Kini.. giliran aku yang mencari, dan kamu yang lenyap.

Kupandang kesekeliling, melihat ramainya ballroom hotel ini yang bernuansa serba putih.

Yang terpenting.. itu tinggal masa lalu, kan?

Tapi.. ada satu hal yang mengganjalku, membuat palu godam semakin memukul keras relung hatiku. Janji masa lalu.

"Kita akan selalu seperti ini kan?"

"Maumu, apa?"

Aku tersenyum mendengar ucapanmu.

"Yah.. kau tahu. Aku berharap selamanya akan seperti ini."

Aku menoleh menatap wajahmu dari samping, sedang menengadah keatas memandang tirai gelap bertabur bintang.

"..Aku juga."

"Berjanjilah satu hal padaku."

"Oh, jangan bilang janji sinetron bahwa kita akan selamanya bersama?"

"Memangnya kenapa? Kamu tidak senang?"

Aku mengerucutkan bibirku, menatap rumput yang basah sehabis hujan tadi siang. Bulan ini sudah memasuki musim penghujan.

Sebuah kelingking terjulur didepan wajahku. Kuangkat wajahku melihat wajahmu yang disinari cahaya rembulan.

"Berjanjilah, kita akan selalu bersama. Selamanya."

Aku menyatukan kelingking kita, dan malam itu ditutup dengan senyum kita.

Tapi.. nyatanya.. janji adalah janji.

Pada akhirnya, akulah perusak janji itu, dan aku yang memohon padamu untuk meneruskan janji itu.

Demi Tuhan, harapan yang terakhir kali kupanjatkan dalam doa setiap harinya adalah..

Aku ingin memelukmu terakhir kalinya, mengucapkan maaf beribu kali ditelingamu, dan memperbaiki semua kesalahanku di masa lampau.

Prok prok prok

Gemuruh tepukan tangan menyadarkan kekosonganku, kembali dihadapkan pada takdir hidup.

Sepasang Pengantin berjalan memasuki ruangan dengan anggun.

Yah, janji hanyalah janji.

Janjimu dan aku, telah tertiup angin malam itu.

Janjimu dan aku, hanyalah janji semu yang terucap tanpa arti.

Pada akhirnya, kamu disana, terlihat bahagia berjalan berdampingan dengan mempelai wanita yang sangat cantik.

Wanita yang mengisi relung hatimu yang kosong ditinggalkan wanita bodoh sepertiku

Wanita yang menyembuhkan semua luka disebabkan olehku

Wanita yang membuatmu bisa kembali tersenyum bahagia.

...wanita yang menggantikanku.

Setitik air mata jatuh di pangkuanku.
Sudah tak ada lagi yang menghapusnya seperti yang kamu lakukan dulu.

Ah.. aku mulai mengingatmu lagi.

Maafkan aku, si wanita bodoh yang meninggalkan pria baik sepertimu.

Malam itu, janji yang tertelan angin malam, dengan bulan dan bintang saksi bisunya..

Harusnya aku tahu bahwa janji itu kosong, supaya aku tidak terlalu berharap semua akan kembali ke sediakala.

End.

Minggu, 13 September 2015.

LoveydoveyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang