"BRUUUKKKK"
Belanjaan bawaanku berhamburan di tanah, dan itu becek. Ingin sekali rasanya aku memaki nih orang yang sudah menabrakku ini. Aku mengadahkan wajah, dan untuk beberapa waktu mataku tak lekang dari mata coklat gelap miliknya.
"Sorry." ucapnya pelan.
Aku beralih ke beberapa potong pakaian yang kubeli. Sial! Dia menginjak salah satunya, dan itu favoritku. Itu gaun merah hati yang sudah lama aku inginkan.
"Hei! Kau menginjak gaunku!" jeritku panik.
Aku meraih gaun itu dan memeriksanya dengan seksama, kotor penuh lumpur disana-sini. Bahkan sekarang motifnya bertambah, ada motif telapak kaki ukuran besar disana. Aku bingung harus bagaimana, sangat kesal bahkan rasanya ingin meledak di hadapan pria ini. Menyebalkan!
"Kamu gak papa? Ada yang luka?" tanyanya bingung melihatku membisu memandangi gaun penuh lumpur itu.
"Kau merusak gaunku! Sudah lama aku meninginkannya dan sekarang apa yang telah kau lakukan?" pekikku membuatnya tersentak.
Aku membenahi bawaanku dan berlalu tanpa mempedulikan reaksinya. Mungkin dia bingung, tidak mengerti apa yang aku ucapkan padanya.
"Maaf, aku akan mengganti gaunmu. Dimana kamu membelinya?" langkahku terhenti seketika.
Aku menoleh padanya, mendapati lengkungan senyum sempurna disana. Ah, ciptaan Tuhan memang selalu indah!
***
Namaku Bella Pramudina Parsya, aku biasa dipanggil Dina, anak bungsu dari dua bersaudara. Saat ini aku hanya tinggal berdua dengan saudara laki-lakiku yang usianya 6 tahun di atasku. Ayah dan ibu kami tinggal di lain kota karena Ayah pindah dinas luar kota sejak 3 bulan yang lalu. Aku tidak masalah dengan itu, toh Ayah dan Ibu tetap meluangkan waktu mereka untuk mengunjungi kami setiap bulannya.
Awalnya Ayah dan Ibu memaksa agar aku ikut pindah dengan mereka, yang bearti aku juga harus pindah kuliah dan meninggalkan teman-temanku disini. Tapi aku menolaknya, pasti akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan aku benci itu. Toh, disini masih ada Bang Firman yang bisa menjagaku, dan dia ini tipe pria yang sangat bertanggung jawab. Jadi aku putuskan untuk tetap tinggal di kota ini, walau tak jarang aku sangat merindukan kedua orang tuaku, terutama ibu.
Sejak kecil aku terbiasa menceritakan hal apapun yang terjadi padaku sepanjang hari, tak ada satupun rahasia diantara kami. Ibu selalu mengerti aku, selalu tahu apa yang aku pikirkan hanya dengan mengamati ekspresi wajahku.
Aah, aku jadi rindu Ibu. Sedang apa dia sekarang?
"Tok tok tok..." terdengar suara ketukan dari arah pintu depan, dengan malas aku beranjak ke depan untuk melihat siapa yang datang.
Aku membuka pintu dengan malas, kenapa sudah malam begini masih saja ada yang bertamu. Mataku seketika terbelalak saat beradu pandang dengan sepasang mata coklat di hadapanku. Beralih dari matanya kini aku memandangi sosok di hadapanku dari ujung rambut hingga ujung kaki- ujung kaki hingga ujung rambut. Tidak salah lagi, aku tahu orang ini.
"Kkaa..kamu? Sedang apa kamu disini? Apa belum puas hanya dengan merusak satu gaunku?" bukannya menyambut tamu dengan semestinya aku malah memberondongnya dengan kekesalanku yang belum hilang padanya.
Dia hanya menatapku dengan tatapan tak percaya, terkejut mungkin?
"Oh Arman! Lu udah nyampe rupanya, kenapa diam saja disitu, ayo masuk." terdengar suara Bang Firman dari balik punggungku.
Apa ini? Dia kenal dengan abangku? Tanpa mempedulikanku dia masuk melewatiku sambil menyeret koper besar miliknya. Ya! Dia membawa koper besar bersamanya, entah apa isinya. Yang jelas dia terlihat seperti orang yang sedang pindahan saja. Setelah menutup pintu aku menghampiri mereka, Bang Firman dan pria itu di ruang keluarga, mereka terlihat sedang berbincang.
"Oh iya Din, ini Arman temen gue jaman kuliah dulu. Dia bakalan tinggal disini bareng kita, dia dapet kerjaan di kota ini. Jadi gue pikir daripada dia menginap di penginapan lebih baik dia tinggal disini bareng sama kita, toh kita punya dua kamar kosong disini." jelas Bang Firman panjang lebar saat menyadari aku sudah berada di antara mereka saat ini.
Aku duduk di samping Bang Firman tanpa menjawab apapun atas penjelasannya barusan, aku bingung harus bereaksi bagaimana. Aku menatap sosok asing dihadapanku ini dengan tatapan tajam, aku tidak habis pikir bagaimana bisa aku bertemu lagi dengannya hanya dalam beberapa jam.
"Kayaknya adik lu gak seneng deh sama kehadiran gue Man." ucapnya seketika menyadari tatapanku terhadapnya.
Kini Bang Firman menatapku, dia juga. Merasa tak nyaman ditatap dua pasang mata milik dua pria ini, dengan gerakan cepat aku bangkit hendak meninggalkan mereka.
"Srreeeek" terdengar seperti suara robekan kain di belakangku, aku menoleh dan meraba bagian bokongku. God! Celanaku robek tetsangkut paku di kursi yang aku duduki tadi. Spontan aku menutupi area bokongku dengan kedua tanganku lalu tanpa babibu mengambil langkah seribu meninggalkan dua pria yang terlihat berusaha keras menahan tawa mereka.
Aku masih sempat mendengar ledakan tawa mereka sesaat setelah aku pergi. Sial! Sial! Sial! Kenapa celanaku harus tersangkut paku segala sih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretending
RomanceJatuh cinta itu mudah, saat kau melihat lawan jenis yang sangat menarik indra penglihatanmu kau bisa langsung jatuh cinta. Mungkin saat kau melihat seseorang yang sangat lincah memetikkan jarinya diantara senar-senar gitar, kau bisa saja langsung ja...