BAGIAN DUA

3.1K 35 0
                                    

"Ada seseorang yang ingin bertarung dengan mu.." kata Kiai Tapa Pamungkas sambil duduk di batang kelapa yang patah karena tua.Wiro menggaruk-garuk kepala pencongkan mulut"memang siapa kek! Kalau mau bertarung datang saja sendiri tidak usah minta pesan dengan eyang kan.."
"Pantas saja anak setan jadi panggikan gurumu.."
Wiro tertegun, tidak merasakan kehadiran orang tersebut..tanpa di sadari sudah ada di belakang.
Sosok pemuda dengan rambut kemerahan panjang sepunggung di ikat, sorot mata tajam dengan badan kekar berotot. Berpakaian putih hitam; baju putih tanpa lengan.celana panjang hitam.lengannya terlilit kain putih sampai ke siku. Gambaran bukan pendekar sembarangan.
"Siapa kau kisanak?"
"Tidak perlu berpanjang lebar..aku akan menghajar mu bersiaplah..! Pukulan mataharii!" Teriak pemuda itu melesat bersalto di udara..bersamaan dengan itu gelombang panas bak semburan air meluap menerpa tubuh Wiro.
"Gila..imbas tenaga dalamnya saja sudah begini hebat..orang ini tidak main-main! "Sambil meloncat mundur merapal pukulan matahari.
"Heeaaaaattttt! Awaas anak seetann!!" Teriak pemuda tadi dari ketinggian..bersama muncul bola putih membara dengan suara mengguruh panas..semakin dekat semakin membesar.
Dengan kekuatan penuh Wiro melepaskan pukulan matahari..
"..buummmmm!!!!" Dua pukulan dasyat bertabrakkan menggoncang pantai karang sewu. Kepulan asap perlahan menghilang seiring hembusan angin. Wiro menahan napas sambil menyalurkan hawa murni..dadanya terasa ngilu.
"maaf...aku menang.."kata pemuda berambut kemerahan menepuk pundak Pendekar 212 dengan tangan kanan menyala membentuk bola menyilaukan.Wiro Sableng terpaku dengan serangan kilat itu..tepat sesaat bola menyala berputar makin membesar itu satu jari di wajahnya..mendadak..
"Bllesssshh..." bola pukulan matahari itu langsung lenyap..sementara Wiro masih mematung dengan keringat dingin berguguran..
"Aku tadi lupa pemanasan..tunggu sebentar ya.." kata pemuda berambut kemerahan sambil menggerakkan badan.

"tu..wa..gaa..! tu..waa..gaa!..." kata  mengoyang pinggul ke kiri kanan. pendekar 212 garuk kepala, lega di tambah ada rasa sebal.

"eyang guru seperti menaruh hormat padanya..artinya itu kunyuk pasti hebat.." batin wiro menghela napas memandang tingkah pemuda itu.

" bocah setan! siapa yang kunyuk...kau boleh panggil aku kunyuk, jika bisa mengalahkanku.."sahut pemuda berambut kemerahan mendekati.

wiro terkejut. "busyet..! kau bisa membaca pikiranku!?"

"dasar.. semua pikiranmu nih kedengar jelas di telingaku. kau tahu sebab nenek shinto kagak bisa nurunin ilmu sepasang sinar inti roh yang dasyat itu?" lagi-lagi wiro di buat tertegun sambil memandang kiai tapa pamungkas. kakek tua itu mengelus janggut putihnya sambil berdiri mendekat. perlahan pemuda berambut kemerahan itu mengangkat  telapak tangan, isyarat untuk kiai agar tidak usah ikut campur. 

" begini..hmm..dasar merepotkan...aku sebenarnya ingin bertarung denganmu setelah menziarahi makam orangtuaku, eh..ketemu disini. ya udah deh aku minta izin eyang menyerangmu.."

wiro kerutkan dahi memandang pemuda itu. wiro sadar banyak kemiripan rupa mereka berdua. terasa ada sesuatu yang membuat jantung wiro berdesir aneh. 

" sebagai murid eyang guru..tentunya kau patuh pada perintahnya.."

" tapi sebelumnya kisanak harus memperkenalkan diri dulu.."

" dasar merepotkan...aku Sukmadiraga..manusia biasa yang mencari arti kehidupan.."

wiro mengangguk.

" Terus siapa gelarmu?"

pemuda itu tersenyum sambil menarik napas memandang dedaunan berguguguran di terpa angin kencang.

" aku tidak membawa gelar apa-apa...makanya aku menantangmu bertarung agar namaku terkenal...gelar pendekar kapak maut naga geni 212  tersohor di dunia persilatan..hahaha..."

wiro garuk kepala.

" Maaf aku hanya bergurau..tapi sepertinya takdir memang ingin kita cepat bertemu." kata pemuda itu duduk di batang kayu roboh sambil terlebih dahulu meniup debunya.

" baik kuterima tantanganmu.."

" tapi jika kau kalah bertarung...kau harus memanggilku kakak.."

" kalau kalah?"

"aku tidak akan kalah.." kata pemuda itu berdiri sambil memiringkan kepala kekiri kekanan.

" Eyang...siapa pemuda gablek itu!"

" huss..jaga sikapmu. dia bisa saja dari tadi mengalahkanmu...pusaka andalanmu saja sudah ada di tangannya..."

wiro kaget menoleh pemuda itu yang dengan santainya memandang kapak maut naga geni 212 ditangannya. 

" bersiaplah..ini adalah jurus pembuka dari 5 jurus maut naga geni.." desis sukmadiraga sambil memasang kuda-kuda. sedang tangan yang tergenggam kapak 212 di arahkankeatas belakang.

pendekar 212 mau tidak mau pasang kuda-kuda. membentengi diri dengan tenaga dalam penuh.

"wusssss.....!!!" seberkas anging kencang menyambar seiring sang pemuda berambut kemerehan berkelebat bagai kilatan cahaya menyambar.

"blestt...! blestt! blesshh!"

kilatan laksana tombak merah menyala menghujam tanah tempat pendekar 212. wiro berkelit rebahkan diri rata dengan tanah sambil berjungkir balik diudara.  hawa tempat itu panas menyengat bersamaan hawa dingin membekukan darah. 

"BUUUMMMM....!!!!BUUUUUMMM!!!BUUUUMMM....!!!" 

Tanah yang dihujami puluhan sinar berwujud tombak meledak dasyat menguncang tempat itu.  wiro melesat menjauh dan mendarat di batu besar. memandang kepulan asap bercampur debu oleh sebab ledakkan. napasnya terengah-engah sambil menyalurkan hawa dingin tenaga dalam untuk mengembalikan kekondisi prima.

samar-samar ditengah kepulan asap debu berdiri sosok tegap dengan mata merah menyala. dan perlahan meredup seiring hilangnya asap diterpa angin.

" Jurus pertama..kibasan angin mengguncang jagat..!" kata sukmadinata bersamaan disekeliling tanahnya berpijak tanah dan bongkahan batuan beterbangan dengan hawa tenaga dalam panas menyengat.

Dengan siaga wiro melepas  pukulan angin es untuk melawan hawa panas bak api sang lawan. 

hawa dingin dan panas bertemu ditengah duel dua pendekar tingkat atas. 















Wiro Sableng dan Pendekar Angin PenyayatWhere stories live. Discover now