Hari semakin gelap. Cahaya jingga penghias semesta meredup tergantikan sinar kecil sang penguasa malam.
Sore ini seperti biasa kunikmati sinar keemasan yang indah itu. Menunggu datang gelap. Bagiku sebuah ketenangan dan kedamaian muncul bersamaan dengan kembalinya ratu hari keperaduan.
Kursi kaya yang semakin lapuk, sepoy angin, dan deburan ombak. Suara penuh ketentraman." Ara! " terdengar suara dari belakang disusul tubuhnya yang menubrukku. Memelukku dari belakang. Itu Rani. Sahabatku. Sahabat terbaikku. Sudah biasa jika dia heboh.
Aku membalikan badan setelah pelukannya lepas. " Ada apa? Heboh banget. "
Kumemperhatikannya. Rani sangat cantik. Putih mulus, tinggi semampai dan parasnya sempurna. Ditambah senyum manisnya. Pastas banyak yang mengantre jadi pacarnya.
" kan udah biasa. Ngapain kamu disini sendiri? "
" kan udah biasa " jawabku.
Rani memanyunkan bibirnya.
" Aku ada kencan. Kamu temenin ya. " lagi-lagi dia berkencan. Dan itu artinya aku juga harus ikut. Sebenarnya aku bingung, kan dia yang akan kencan buta. Lalu kenapa aku yang harus ikut juga. Dan seperti biasa aku tak bisa menolak. Rani tidak pernah menerima penolakan apapun dari siapapun. Si keras kepala.Rani keluar dengan dres selutut berwarna toska. Rambut sebahunya digerai sempurna ditambah poni andalannya. Membuatnya semakin manis. Tapi bagiku itu agak berlebihan mengingat dia akan bertemu pria yang baru dikenalnya lewat BBM sebulan ini.
" Kamu kok penampilannya gitu? " Rani memandang tak suka. Setelan jeans gelap, kaos longgar ditutup jaket marun kesukaanku.
" Kenapa? Kan udah biasa. " jawabku enteng.
" Gak charming banget tauk. Gan..."
" Jangan suruh aku dandan. Kita sepekat tentang itu. Oke. .!" tegasku.
" Oke oke.." Rani mengibaskan tangannya kesamping. Mencoba untuk tak peduli.
***Kami sampai disebuah kafe. Rani langsung celingukan mencari pria yang katanya akan memakai jaket warna toska juga.
" Kok gak ada " mimik kecewanya muncul.
" Kita cari dulu aja. " Kataku agar mood-nya tidak rusak. Dia adalah orang yang sangat moody. Aku tidak mau berakhir dicuekin semaleman.
" Permisi, Rani ya. " seorang lelaki berdiri dari kursinya ketika kami lewat.
" Siapa ya? " Rani hanya melirik lalu kembali celingukan mencari pasangan kencannya." Adit. Aku Adit yang sering BBM sama kamu. " Rani menoleh. Menyipitkan matanya.
" Oh iya kamu Adit. Padahal aku liatin foto kamu seharian tapi gak kenal pas liat. Sorry ya, tapi kece juga. "
Sayangnya wajah cantik Rani tak selaras dengan IQ-nya. Bagaimana bisa dia nyerucus blak-blakan tak tahu malu. Tapi itulah bakat alaminya. Ceplas ceplos.
" Katanya pakai jaket toska ? Aku cariin dari tadi gak ada. "
" Aku kan bilang kaos toska. Bukan jaket. Ini liat. "
" Masa sih. Oh iya, aku salah baca. " Aku menutup muka. Dia bukan temanku. Memalukan.
Adit masih muda, tampan dan penampilannya keren. Kece, kalau bahasa Rani. Pastas saja dia mau kencan buta.Kami duduk disatu meja. Mereka berjabat tangan. Berkenalan. Lalu Rani memperkenalkanku.
Obrolan mereka berlanjut. Sementara aku sibuk dengan jus alpukat dan game online.
Nampak orang berbisik memperhatikanku. Apakah sangat memprihatinkan jika mengantar teman berkencan? Mungkin memang begitu tapi aku tidak peduli.Aku tidak menyimak pembicaraan mereka. Lalu teleponku berdering.
" Halo.. "
"..."" Aku lagi nemenin Rani si kafe. "
"..."" Oke. " kututup telepon
" Siapa ?" Tanya Rani.
" Putra, dia minta diantar ke stasiun. "
" Jadi kamu pergi?"
" Iya. Maaf. Nanti kamu anterin Rani ya.. bisa kan. " Adit menggangguk. Rani juga nampak senang. Tentu saja karena Adit masuk dalam tipenya. Cocok untuk menggantikan yang seminggu lalu diputuskannya. Dia selalu bilang ' aku belum menemukan jodohku. ' itulah kenapa dia terus gonta ganti pacar. Karena belum ada yang menggetarkan hatinya." Aku pergi ya. " Rani mengangguk. " Titip sahabat gue. Jangan diapa-apain." Tatapku tajam pada Adit. Dia tersenyum.
" Jangan kaya preman kenapa sih. Kapan kamu lakunya nanti. " Rani
" Gimana nanti aja. " Kataku cuek lalu pergi.
***" Lama !" Aku melipat tangan kesal. Padahal Putra jarang sekali ngaret. Dia adalah sahabaku juga. Kami dekat sejak SMA. Sebuah insiden tawuran mempertemukan kami dan akhirnya berteman sampai sekarang. Eiiissstt tentu saja aku tidak ikut tawuran.
" Tadi macet. Ayo cepat kita pergi sekarang. Keretanya sampe setengah jam lagi " Dan kedua sahabatku ini sama saja. Pemaksa.
" Mama-mu sendiri dari Surabaya? " Aku bertanya setelah meneguk minumanku. Kami baru sampai dan sedang duduk menuggu.
" Iya. Sendiri. " jawabnya sambil sibuk membalas line dari pacarnya. Lagi -lagi jadi korban pengacuhan.
" Terus itu siapa ?" Putra mengikuti arah pandangku. Mamanya baru saja keluar gerbong kereta kelas eksekutif itu. Tapi disampingnya ada gadis cantik dengan rambut kepangnya.
Putra mengangkat bahu, menggelang. Lalu mendekati Mama-nya.
" Capek Ma ?" Dia mencium tangan ibunya. Aku juga. Tidak aneh melihatku, karena aku dan Putra bersahabat cukup lama. Mama-nya pun sudah seperti Mama-ku sendiri.Kami membantu membawa barang.
" Siapa itu tante ?" Tanyaku melirik pada gadis ayu itu. Terlihat jelas dia keturunan jawa.dia tersenyum sopan.
" Kenalan dulu ndo. ".kata Atiek. Mama putra.
" Saya Asti mbak. " logat jawanya sangat kental. Aku tersenyum. Kami berjabat tangan.
" Ini lho ndo, anak ibu. Namanya Putra " tangan Atiek menyentuh pundak puteranya. Asti tersenyum malu-malu.
" Saya Asti Mas. " dia melirik Putra sebentar lalu menunduk lagi. Malu.
" Ya sudah, kita pulang dulu. Lanjut ngobrolnya dirumah saja. "Sepanjang perjalanan hanya Tante Atiek yang bicara. Terus menanyakan kuliah Putra disini. Asti menyimak, dan sesekali melihat Putra dan tersenyum malu. Sementara aku sibuk membalas line Rani yang terus saja mengirim percakapannya dengan Adit padaku. Sebenarnya aku malas, tapi jika tidak dibalas ia akan ngambek.
Kulirik jam. Sudah pukul 9 malam. " Aku pulang aja tante sudah malam. " pintaku sopan. Untungnya rumahku searah.
***" Aaaaaa!!! " terdengar pekikan dari pintu kamar. " Aku seneng banget. " Rani masuk dengan wajah sumringah.
Dan lagi dia berceloteh tentang pertemuannya tadi. Mengulang setiap kata dalam obrolan mereka. Dan kedua kalinya ku respon dengan malas setelah tadi lewat line.
" Jadi? " potongku langsung ke intinya.
" Ya kita jadian lah. " pertemuan pertama dan langsung pacaran. Merasa bosan dan putus dalam waktu singkat." Paling 2 bulan. " ramalku .
" Ih kamu. Engga. Mungkin dia jodohku. "
" kamu selalu bilang gitu. Dan putus dalam waktu singkat. "
" Kamu selalu ramal gitu. Tapi dia beda " Rani melepaskan anting-antingnya sambil terus membicarakan Adit." Apa kamu merasa ada yang bergetar dihatimu.. jantung berguncang.. pipi memerah.. nafas pun sesak..??? "
Rani berfikir. Lalu menggeleng." Mungkin belum. Liat dulu aja kedepannya. Kalo bukan jodoh ya putus. " ucapnya sangat enteng.
Begitu mudah seseorang jatuh cinta. Dan semudah itukah melupakannya.
Lalu sebenarnya apa itu cinta?
Perasaan yang menggebu sesaat dan hilang dengan cepat ? Begitukah orang -orang modern beranggapan???Mungkin aku hanya 'si kuno' dalam cinta. Aku tidak bisa merelakan hati dengan mudah. Apalagi melepas begitu saja.