Mutiara POV
" Ara...!!" Rani berjalan kekamarku dengan penuh semangat.
" Ada kabar gembira kah? "
Dia menggangguk mantap.
" Aku menemukan jodohku. "
" Jodoh?? Adit ?"" Bukan Adit. Rama. Aku pernah cerita kan laki-laki yang dikenalkan Siska, sepupuku. "
" Rama? Lalu Adit? "
" Putus.." nada suaranya sangat santai mengatakan itu. Bukankan orang yang putus akan galau.Keningku berkerut. Meminta penjelasan lebih dari sekedar putus. Pasalnya seminggu lalu dia tampak amat bahagia dengan Adit.
" Hmm.. Dia terlalu terobsesi padaku. Rasanya tidak nyaman. Aku bosan. " jelasnya dengan wajah malas.
Aku menatap lekat Rani." Rama? " dia mengartikan tatapanku.
" Aku bertemu dengannya kemarin. Dan semalam kami kencan. Lalu aku jatuh cinta. Sepertinya dia jodohku. "" Jodoh macam apa yang bertahan kurang dari tiga bulan. Pernahkan kamu sadar hubunganmu tak bisa lebih dari itu. "
Dan seperti biasa omelanku hanya semilir angir baginya. Memang bukan urusanku. Tapi rasanya dia keterlaluan dalam cinta. Dia berusaha mencari jodohnya. Dan aku akan bahagia jika dia mampu menemukannya. Tapi seperti apakah yang menurutnya sebagai JODOH??Dia menjawab dengan berbagai dalih percintaan. Ketidakcocokan, jenuh, obsesi, posesif. Seolah dia doktor cinta.
" Aaah sudahlah tidak ada gunanya aku bicara. Kau tidak akan mendengarkan."
Aku pergi. Mengambil handuk dan segera menuju Kamar mandi." Oh iya, bagaimana kabar Siska? Aku sudah lama tidak melihatnya. Dia masih di Australi? "
" Iya. Tapi dia akan kembali 2 bulan lagi. "
" Benarkah?" Kepalaku keluar dari pintu kamar mandi. Itu berita mengejutkan. Pasalnya sudah 5 tahun Siska tidak pulang. Entah kenapa." Ara! Jorok banget. " kenapa dia berteriak.
" Kepala kamu masih penuh shampo, Ra. "
" Ya biasa aja sih. " dia sering kali risih dengan sikap slengean-ku. Cuek aja si.
Kulihat dia mengambil album fotoku." Araaaaa!!"
" Apa lagi !!?? Heboh banget kamu ah." Kuraih shower. Airnya sejuk membilas tubuhku." Siapa dia ?"
" Hey !!" Spontan kuraih handuk karena Rani membuka pintu begitu saja. Astaga dia keterlaluan. Aku kan sedang mandi.
" Gak sopan !" Bentaku padanya. Dia cuek saja.
" Siapa laki-laki tampan ini ?"
Dia menyodorkan foto kemarin di panti asuhan." Oh itu Brian. Ketua klub basket kampus kita. Kamu gak tahu? "
" Oh aku pernah dengar namanya. Dia tampan juga ya. Kok bisa di panti? "
" Orang tuanya adalah donatur tetap di panti. Dia hanya mewakili. "
" Oh. Next kenalin ya. " wajah Rani penuh semangat.
" Dia urakan, pergaulannya bebas, sombong, playboy, pokoknya aku gak setuju kalian deket. "
" Kan cuma kenalan, bukan deket "
" Aku hafal jalan pikiranmu Rani Sastradinata. " kudorong dia keluar dari pintu. Dan menguncinya." Kalau begitu kenalkan aku dengan pria tampan, baik, sukses, dan penuh kasih sayang. "
" Mana ada yang seperti itu. Kalau ada pun sudah pasti untukku saja. Hahaha "Aku meraih pakaianku. sejenak pikiranku melayang pada Dika. Tampan, baik, sukses, penuh kasih sayang, seolah semua itu menggambarkan dirinya. Aaahh, ini terlalu awal untuk menilai dia baik. Sejauh hidupku, tidak ada pria baik. Semua sama saja.
***Hari berganti. Pulang dari kampus dan menunggu bis seperti biasa. Kemudian aku teringat kemarin, saat Dika menjemputku. Dengan usaha kerasnya yang konyol membuatku terjebak didalam mobilnya. Tapi lucu juga saat melihatnya salah tingkah ketika aku marah. Wajahnya yang tampan meski gugup. Itu sangat....
" Astaga ,Apa yang sedang kupikirkan !!"
Kupukul kepalaku berkali-kali. Berusaha menghilangkan bayang laki-laki menyebalkan itu. Memaksaku seenaknya.
" Ya! Dia sangat menyebalkan!! Itulah dia. "
" Siapa yang menyebalkan ? "
Suara seorang pria yang sangat femiliar. Aku berbalik dan melihat Putra menatap penasaran.
" Kenapa kamu disini?"
" Aku sengaja ingin bertemu kamu. "
" Ada apa ?"
Wajahnya murung. Pasti ada hal yang kurang bagus.
***" Ceritalah..!"
" Entahlah. Apa yang mau kuceritakan ?"
Dasar si menyebalkan. Dia masih bisa bilang begitu setelah menguras isi dompetku.' Saat salah satu dari kami sedang kesal maka yang satunya harus mentraktir'. Awalnya aku yang buat peraturan itu akhirnya malah jadi gini deh.(Hening)
Kami sedang berada di padang rumput. Tempat rahasia kami. Duduk di bawah pohon besar. Bersama sepoy angin yang mengibas rambutku.
Putra menatap langit biru dengan gumpalan putihnya yang indah. Permata dunia.
Lelaki disampingku ini nampak resah. Tidak seperti dia yang sangat kukenal. Humoris dan berisik. Bahkan tak mengenal kata 'galau' dikamus hidupnya. Apa gerangan yang menjadikan sahabatku gundah?" Aku dijodohkan..." Katanya pelan. lalu udara membawanya ke telingaku. Pendengaranku terasa berdentum. Dijodohkan??
" Apa? Dengan siapa? Bagaimana bisa? Lalu Anita...??"
" Kau ingat Asti. Wanita yang bersama mama waktu itu. Dia ternyata sengaja diajak kemari untuk bertemu aku. Kami sudah sijodohkan oleh orangtua kami.Dan tentang Anita...."
Matanya sendu. Pasti berat memutuskan harus bagaimana saat ini. Anita adalah kekasihnya setahun terakhir. Meski begitu aku tahu Putra cukup serius menjalaninya. Tapi sekalipun dia urakan dan bandel, dia tidak pernah melawan perintah ibunya.
" Aku masih belum tahu bagaimana memberitahu dia.."
***" Mutiara... " Seorang gadis kecil membalikan badanya ketika namanya dipanggil.
pria berbadan tegap tersenyum kearahnya." Ayah..!!"Serunya kegirangan. Kemudian berlari kearah ayahnya. Dan disambut dalam pelukan hangat.
Nampak sekali rasa senang mutiara ketika ayahnya yang baru pulang kerja menggendongnya. Bahkan di rumah ia tidak pernah melepaskan ayahnya. Dia menempel terua pada pria bijak yang sangat ia sayangi.
Tok tok tok
Pintu terbuka. Dan seorang wanita cantik nampak berdiri disana. Mutiara terus memeluk boneka hadiah dari ayahnya.
Lalu seorang gadis kecil lain nampak memeluk ayahnya. Mutiara kesal dan berlari melepaskan pelukan mereka.Tapi kemudia ibunya memeluknya erat. Menghalangi kemarah mutiara pada wanita dan anak kecil itu.
" Ibu lepas..!! Lepaskan aku bu..!!" Mutiara meronta dari dekapan ibunya yang menangis pilu. Ia tidak mengerti mengapa ibunya menangis? Dan kenapa ayahnya hanya diam saja menatap sedih ?"Ayah, kemari!! Ayah..!!"
Sang ayah hanya diam tak merespon. Tak berbalik atau bicara apapun.
Kemudia langkahnya beralih memutar. Membelakangi Mutiara dan ibunya. Berjalan perlahan. Menjauh." Ayah jangan pergi!! Jangan tinggalkan ibu dan Mutia.. !! "
Ayahnya tak jua kembali bahkan tak melihat lagi kearahnya. Berjalan pelan dengan mantap meninggalkan rumah itu.
" Ayah.. Ayah.. Ayah..!!" Teriakan itu terdengar pilu menyayat hati. Gadis kecil itu tak mengerti kenapa ayah yang sangat disayanginya pergi dengan orang asing itu. Wanita itu dan anaknya kenapa membawa ayahnya pergi??
Aku tak mengerti mengapa ayah pergi?? Mengapa ia tinggalkan kami?? Kenapa? Kenapa??" Ayah jahat.. ayah jahaaaat!!!"
"Ara bangun.. bangun nak.."
Ara membuka matanya nampak bunda Asih menatap khawatir.
" Ini minum dulu.. "
" Kamu masih sering memimpikan ayahmu??"
Ara menaruh gelasnya kemeja. Dan mengambil tisu. Mengelap keringat dan airmatanya yang bercampur menunjukan betapa mimpi itu menyiksanya.
" Aku tidak apa-apa, bun. Mimpi itu hanya datang sesekali."
" Apa itu sebabnya kamu jarang pulang ke ibumu?"
" Iyah. Aku tidak mau ibu tau aku begini. Ia akan sedih nantinya. Sampai aku bisa sepenuhnya melupakan ayah."
" Semua tidak akan lebih baik kalau kamu terus membencinya. Maafkanlah ayahmu. "
Maafin ayah. Bagaimana aku memaafkan ayah yang bahkan aku tidak tau dia dimana,sedang apa, ayah yang meninggalkanku dan ibu begitu saja. Aku hanya ingin melupakannya. Melupakan segala tentangnya. Ia yang membuatku tidak mampu percaya mahluk yang disebut laki-laki."Ya sudah kamu tidur lagi. Malam ini kamu menginap saja di panti. Besok mang asep yang akan mengantarmu ke kampus."
" Terima kasih bunda." Bunda tersenyum dan berlalu meningggalkan Ara.Sampai kapan luka ini menghantui hidupku. Apa salahku? Mengapa harus kutanggung derita atas rasa luka ini? Aku hanya ingin hidup tenang saja.
