Chap 3: Dia

87 3 0
                                    

Waktu berjalan dengan cepat seperti saat aku mengayuh sepeda kencang tanpa melihat arah tujuan. Tak pernah terbayangkan jika suatu saat aku mendapati bahaya yang tak tampak karena morfologi nya yang indah. Terlalu dini jika aku melewati masa dimana aku masih harus belajar menjadi sesuatu yang patut berbangga diri. Terlalu egois memang, bagaimana tidak? perasaan seorang gadis itu terlalu sepele terkadang dibuat menjadi jadi seakan dia telah dewasa. Pernahkah kau merasakan apa yang kurasakan saat ini? menjadi tumbuhan tanpa Matahari, orang biologi biasa menyebutnya etiolasi. Begitulah kehidupan jika kau tumbuh terlalu pesat, tak ada waktu saat kau belajar dari sebuah pengalaman, kesalahan, dan sakit karena dirimu yang berkelit mengaku suka tapi mengapa berubah?

Perasaan gadis terlalu sepele, itulah mengapa jangan berfikir kau akan mendapat perhatiannya. Lihat dirimu sekarang Apakah kau sudah menjadi bunga apa buah? Sudahkah kau menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk sesuatu?
Sudah cukup aku membuang banyak kata-kata -sampah karena tempat itu tak lagi muat.

***

Di tempat itu aku mengenal satu -dua orang cukup dekat dan dapat dipercaya mungkin. Tak perlu aku menceritakan awal mulanya, tapi dari itu semua karena dialah aku mengenal 'Dia'.
Dia teman dekatku. Sudah sekitar hampir setengah tahun di sana membuat diriku lebih terbuka kepada dunia.

Panggil saja dia Niar. Siswi Sekolah negeri yang baru saja pindah beberapa bulan lalu. Sebelumnya dia tinggal di Biak dengan orang tuanya. Interaksi pertama kami berawal dari rasa penasaran ku saat melihat almamater yang digunakan olehnya.

"Hei boleh kenalan," saat itu jam kelas sudah berakhir. Jadi aku lebih leluasa berbicara dengannya. Gadis itu juga menyambut senyumku. Oh syukurlah dia orang yang ramah.

Almamater yang digunakan sama dengan almamater sekolah adikku, sehingga tidak asing lagi rasanya saat melihat. Aku pun mencoba menanyakan sekolah yang sekarang dia diami dan dugaan itu benar.

Perkenalan singkat itu membawa kami pada pertemanan yang cukup dekat. Awalnya kami hanya sekedar menyapa, selanjutnya kami pun saling menanyakan kegiatan sekolah, seperti ujian dan sebagainya.

"Besok ada ulangan fisika =,=)" tukasku.
"Aku juga, tapi bukan fisika sih. sukurlah 0u0)"
"Eh, gimana kalo kita ikut tutoring service 00)!"
"Belum pernah ikut, tapi kayaknya boleh tuh ^^~"
"Memang ulangannya kapan? Kalau hari ini sekalian, gimana? 00)?"

Di situ aku dengan Niar bersama saling menyamakan waktu untuk mengikuti tutoring service, biar ada teman yang kenal sekalian pikirku. Kalau sendiri terasa terdampar di tempat asing.

Aku pun merasa lambat laun kami sering menyamakan waktu untuk mengikuti tutoring service jika kurang paham dengan materi di sekolah.

***

Hari itu pulang sekolah aku lebih awal sampai tujuan karena hari Sabtu sekolah berakhir lebih cepat dan siang itu aku sendiri.
Begitu jelas terlihat lebih awal dengan keadaan kelas yang kosong.

Pukul 13.00

Masih menunggu satu setengah jam lagi! Kelas dimulai pukul setengah tiga, terlalu lama!
Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu sampai kelas dimulai, dengan duduk di balkon depan kelas yang tak dihuni. Satu balkon luas cukup sebagai tempat mengusir bosan.

Matahari yang menyengat ubun-ubun begitu terang siang itu memperlihatkan jalan di depan gerbang -di seberang tempat aku menunggu. Ramainya pejalan kaki dan pengendara. Syukur atap itu melindungiku.

Lima belas menit berlalu. Akupun berfikir untuk menghubungi Niar, satu-satunya teman satu kelas dan satu-satunya teman yang dapat ku hubungi. Untung aku masih punya pulsa kalau tidak aku tak dapat mengelak menjadi nenek-nenek siang itu.

"Niar kamu pulang jam berapa? @@)"
"Sekitar setengah jam lagi. kenapa? 00)"
"Aku sendiri di kelas. Hari ini aku pulang lebih awal, >~<)"
"Wah.. begitu, berarti kelas disana masih kosong? 00)"
"Tentu saja kosong! Siapa yang mau rajin-rajin datang sepagi ini! '>^<)"
"Sudah siang -,-)"

Saat tengah sibuk berbicara dengan Niar di telepon dengan santainya aku meluruskan kaki dan tanpa sengaja seorang lewat di hadapanku yang sosoknya belum pernah kutemui.

"Maaf kupikir tidak ada orang yang lewat,"
Sebelum berlalu orang itu hanya balas melihatku di balik kacamata tebalnya tanpa berbicara satu kata pun. Perawakan tinggi dengan setelan kemeja dan dasi. Keren, tapi dingin sekali!
Dari kejauhan aku masih memandang punggungnya.

"Kau bicara dengan siapa? 00)"
"Eh? Iya Niar. Maaf, tadi aku tidak sengaja hampir membuat orang tersandung! ><')"
"Kenapa bisa? 0,0)"
Arah pembicaraan Niar lewat telepon seakan buyar dalam pikiranku, teringat sosok itu barusan. Siapa dia? Namanya?

"Al kamu masih di sana? Sepertinya kakakku tidak bisa menjemputku lebih awal ==')"
"Begitu, lalu aku sendiri disini? Pokoknya kamu harus cepat ke sini! ><)"
Aku lalu memutar otak. Bagaimana caranya? Agar Niar bisa ke sini.

"Aku jemput kamu sekarang!"
"Ha?"

Saat itu juga kami sudah berada di dalam kelas. Waktu menjemput Niar dan kembali ketempat memakan waktu setengah jam. Pelajaran hari ini bahasa Inggris dilanjutkan usai istirahat, matematika. Seperti biasa, waktu berlalu tak terasa sampai cahaya matahari menghilang.

Tapi sosok itu sampai sekarang pun, belum dapat menghilang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Look at Me, Please!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang