3 SAHABAT part II

609 20 0
                                    

Sehari-hari setelah kejadian di lapangan itu, ketiga santri yang kini tak berrambut semakin ingin mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Mimpi yang bukan terlahir dari spontanitas di lapangan itu. Tetapi mimpi itu telah tertanam lama dari diri mereka. Di pesantren ini, siapa yang tak kenal dengan Cipto? Puluhan karya tulisnya selalu terpajang di mading pesantren. Bahkan banyak dari kalangan santriwati yang tersihir oleh kalimat indahnya. Buktinya, banyak surat berdatangan kepada Cipto, namun dia tak menanggapinya dengan serius.

Lalu, siapa yang tak kenal dengan Juna si bandel yang ngeyel? Tetapi tak ada yang mampu mengalahkannya dalam bidang drama atau seni peran. Dalam setiap pentas drama, Junalah sang tokoh utama. Karena kehebatannya itu, kepadanya dititipkan amanah sebagai ketua drama di pesantren ini.

Sementara Edy, ia adalah si tampan yang banyak pengikutnya. Ia bak raja, apapun keinginannya, cukup dengan sedikit kata dan telunjuk berbicara pasti kesampaian. Dari bentuk wajahnya, ia memang berbakat menjadi orang besar.

Itulah tiga santri gundul yang bercita-cita menggemparkan pesantren ini dengan mimpi-mimpi mereka.

"Man, ada cerita bagus nggak?" Tanya Juna.

"Buanyak. Untuk apa, Gung?"

"Ah, ente kaifa, Man. Penulis gak tahu informasi. Acara Panggung Gembira tinggal beberapa bulan lagi. Kita garap, kawan!"

"Oke. Siap!"

"Masalah dana, peralatan, pemain, biar produser kita yang urus. Kita bagian teknis dan lapangan..." kata Juna.

"Oke, kawan. Saya akan tulis skenarionya. Kebetulan saya punya cerita bagus tentang pesantren kita ini.."

"Sipp!, kita buktikan kepada ustad sombong itu, bahwa mimpi-mimpi kita bisa kita wujudkan..." mereka ber-tos dan saling menggenggam erat tangan.

"Man jadda wajada!" ujar keduanya.

Satu minggu, dua minggu Cipto menulis skenario untuk dipentaskan pada acara panggung gembira sebagai acara puncak tahunan pesantren. Edy telah menyeleksi semua pemainnya. Juna pun telah bersiap dengan strateginya menyutradarai skenario Cipto ke dalam sebuah drama.

"DI SINI AKU BAHAGIA" Itulah judul yang berhasil ditulis oleh Cipto. Berkisah tentang sindiran keadaan pesantren ini, berkisah tentang santri yang mencoba mewujudkan impiannnya. Berkisah tentang segala peristiwa di pesantren. Ketika membaca naskah ini, Juna langsung sepakat, menurutnya cerita ini akan menggegerkan pesantren, akan membangkitkan semangat bagi siapa saja yang menyaksikannya.

"Bukan main. Ini cerita dahsyat, kawan! Tak kusangka kau bisa menulisnya."

"Jangan disangka-sangka, kawan. Begitulah seorang penulis. Tampang bukanlah cermin dirinya. Tetapi hati, aku menulis itu dengan hati...!"

"Ah, lebay ente, Man!" Edy memukul pundaknya.

"Jum'at sore kita latihan!" Ujar Juna, sang sutradara.

"Siap!" Seru Edy dan Cipto.

Dan siang itu, ruang kelas ini menjadi saksi bagi mereka bertiga, mimpi-mimpi mereka akan segera terwujud.

3 SAHABATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang