Now or Never

58 2 0
                                    

Ada seorang pengemis kecil sedang menelusuri jalan yang besar ini hanya untuk meminta minta uang receh. Peluh yang membasahi dahinya, tak membuat ia kehilangan semangat. Terus saja ia menengadahkan tangan ke setiap kaca mobil yang lewat. Walaupun tak jarang ia menerima kekecewaan ketika kaca di depannya tak terbuka. Kembali lagi ia berjalan. Sekarang yang ada di depannya adalah seorang bapak-bapak pengendara motor. Dengan rikuh, ia tadahkan lagi kedua tangannya. Dengan perlahan bapak tersebut membuka kaca helm nya dan mengambil uang yang ada di saku kemejanya. Lalu diberikannya uang tersebut kepada pengemis tadi. Dan dengan rasa senang, diucapkannya terima kasih kepada bapak tersebut.

Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa hari sudah menjelang maghrib. Ia pulang dengan membawa majalah-majalah bekas yang ia temukan di tempat sampah tak jauh dari tempat ia mengemis tadi. Dengan berhati-hati, ia sembunyikan majalah tersebut dibawah baju nya. Ia tak mau dimarahi kedua orangtuanya, ketika tahu bukannya ia membawa sesuatu yang berharga, ia malah membawa majalah yang tidak berguna sama sekali untuk kehidupan mereka.

"Ayah!! Ibu!! Ani pulang!" serunya didepan pintu.

Ayah dan ibu nya langsung keluar mendengar anak sulung mereka sudah pulang. "Kenapa baru pulang jam segini?! Mana duit yang kamu dapat hari ini?! Banyak tidak?!" bentak si ayah dengan kasar. Lalu Ani mengeluarkan uang yang jumlahnya sedikit, namun sudah terlalu banyak untuk Ani yang sudah bekerja keras hari ini.

"Hanya ini yang Ani dapatkan, Yah." ucapnya ragu.

"Astaga, makan apa kita kalo kamu cuma dapet segini?! Jangan-jangan dari tadi kamu hanya bermain, bermain, dan bermain saja," sahut ibunya sambil merampas uang yang Ani berikan. Ketika sudah mendapatkan uang, sang ibu langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa memperdulikan ayah dan Ani yang masih di luar.

"Sudah lah. Yang penting kamu memberikan kami uang." Dengan cuek, ayah memasuki rumah dan menyusul ibu. Ani hanya tertunduk lesu.

Dengan gontai, ia masuk ke dalam kamar tidurnya bersama kedua adik perempuannya. Dicarinya kedua adiknya itu di kamarnya. Karena tidak mungkin adik-adiknya itu pergi tanpa sepengetahuannya. Sama dengan dirinya, mereka sangatlah takut dengan orang tuanya. Tidak berani menentang mereka. Makanya sungguh aneh, adiknya tidak ada di dalam kamar saat ini. Segera Ani berlari menuju kamar ayah dan ibunya.

"Ayah, Ibu, Jani dan Reni kemana?"

"Ya mereka bekerja lah. Cari duit! Dikira mereka bisa enak-enakan makan tidur makan tidur saja!" Sang Ibu langsung menutup pintu dengan keras seolah-seolah pintu itu terbuat dari kayu yang mahal sehingga ketika dibanting masih baik-baik saja. Namun lihatlah, pintu itu bahkan masih bergoyang-goyang selama Ani berdiri di tempat. Menatap pintu itu seakan-akan dia sedang menatap sang ibu yang dengan teganya menyuruh kedua adiknya yang bahkan umurnya tidak sampai setengah umur Ani sekarang.

Ketika Ani sedang bingung bagaimana cara mencari adiknya, ketukan pintu dari arah depan menyentaknya. Dengan perasaan penuh harap, ia membuka pintu itu. Seketika, kedua tangan mungil adiknya menubruk kakinya. Langsung saja ditariknya lengan adiknya menuju kamar tidur mereka. Agar kedatangan mereka tidak diketahui oleh orangtua mereka. Setelah tiba di kamar, Ani menananyakan darimana saja Jani dan Reni, sampai maghrib baru ada di rumah.

"Kami di suruh ibu, Mbak. Bangun-bangun kami berdua langsung di bentak bentak. Ibu nyuruh kami untuk cari duit kayak Mbak Ani. Karena Jani dan Reni tidak tahu kemana mbak Ani pergi, kami tersesat." Mendengar pengakuan jujur dari Jani, Ani langsung menangis sambil memeluk kedua adiknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Buku Dongeng Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang