Ini seperti sebuah keterlibatan yang amat sangat dalam dan sangat mendasar. Tidak pernah menyangka akan terjerumus sedalam ini. maut benar-benar sangat dekat, bukan hanya sebuah cerita, pengakuan dan filosof dari agama. Di sebuah ruang bernuansa putih, seorang gadis mulai menceritakan hal yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi dalam hidupnya 2 jam yang lalu. ketika maut benar-benar menantangnya dirinya.
“aku… aku … aku… aku tidak tau persis. Tapi akan ku ceritakan yang aku tau”
Bayang-bayang akan kejadian beberapa tahun lalu berputar kembali dalam ingatannya.
Rumah bernuansa kayu yang sangat ramai, bukan karena ada acara thanksgiving, party, BBQ atau acara tahun baru. Mereka semua berkumpul disini untuk memberikan penghormatan terakhir pada pria tua yang terlah berbaring didalam kotak kayu persegi panjang. Setelah jas hitam tidak mampu membuatnya gagah, wajahnya tetap pucat karena darah yang membeku dan selembar kain tipis menjadi penutup diatas kotak itu.
Orang-orang yang datang silih berganti mendekati peti mati dan berdiri beberapa agar lebih khusuk berdo’a untuk orang yang tertidur didalamnya. Sementara ada seorang wanita yang tidak berhenti meneteskan air mata duduk tak jauh dari peti, beberapa kali terdengar wanita itu mengucapkan sebuah nama. Nama ayahnya. seorang pria yang sudah berdiri disebelahnya sambil merangkulnya terus menguatkannya. Itu adalah suaminya.
Gadis ini tidak pernah melihat sebuah pemakaman seperti ini, mungkin ini pertama kalinya. Tidak terisak-isak tapi air mata tak sedikit yang telah membasahi pipinya. Matanya terus tertuju pada kayu persegi panjang yang perlahan-lahan turun dan tertutup tanah. Wanita disampinya tak mau kalah, teriakan tidak rela seakan terucap dari panggilan yang ia tujukan pada peti yang sudah tertutup tanah.
“Nak, naiklah ke mobil lebih dahulu. Ibu mu masih ingin disini” ucap seorang pria yang tidak lain adalah ayahnya. gadis itu tidak menjawab, dia hanya mengangguk sambil menyeka pipinya yang sudah basah. Dan perlahan meninggalkan gundukan tanah yang ada dihadapannya.
--------
“ada yang aneh saat aku keluar dari pemakaman. Aku melihat banyak pria memakai stelan jas hitam…” ucap gadis menjelaskan rekaman-rekaman kejadian yang masih berputar dalam memory otaknya.
“bukan kah sudah biasa orang-orang datang dengan menggunakan stelan jas hitam saat acara duka” potong salah satu orang dewasa dihadapannya.
“aku tau. Tapi ini berbeda. Entah kenapa aku bisa mengetahuinya begitu saja. Walau ku tau mereka sama seperti yang pelayat yang lain, tapi ada yang berbeda dari mereka”
“mereka ada berapa orang ? berapa orang yang kau curigai ?”
“3 orang, aku melihat mereka adalah 3 orang”
-----
Sepi mencekam dalam mobil, hanya ada dirinya yang sudah tidak meneteskan air mata. Merasa bosan, ia berusaha mencari-cari sesuatu yang bisa menghilangkan udara mencekap yang menyelimuti mobil.
-------
“tidak sengaja, aku menjatuhkan handphone dan aku menemukan sebuah kertas persegi yang beruliskan ‘tak akan lari gunung dikejar’”
“maksudnya”
“gunung memang tidak akan kemana-kemana. ‘Tidak perlu tergesah-gesah’ itu yang ku tau dari pelajaran sastra.”
“kau curiga dengan tulisan itu?”
“itu bukan tulisan ayah ku, apalagi ibu ku.”
“kakek mu?”