Menyengat

915 58 8
                                    

sudah satu jam lebih aku memandangi kedua bola mata bening di balik kacamata itu, dan sesekali dia menggosok ujung hidung nya yang merah karena Flu.
sesorang yang mirip dengan mimpi ku tempo hari, mimpi yang menyeretku ke dalam dimensi visual yang menembus ruang dan waktu yang sampai sekarang aku tidak tahu dimensi macam apa itu.
ya, Ghaida kini aku tengah bersama Ghaida di sudut kafe tempat dimana aku sering menghabiskan waktu dengan Farish.

"jadi gimana ?"

tanya ku lagi saat Ghaida sudah selesai dengan separuh ceritanya yang di mulai sekitar satu jam yang lalu.
jari lentik nya bergerak membenahi batang kacamatanya kemudian kembali menatap ku.

"kemarin pas di bandung aku.."

"apa?"

aku memicingkan mata ku, seolah menerka jawaban Ghaida, atau mungkin sebenarnya aku sudah tahu apa yang akan Ghaida katakan.
baiklah biar ku perjelas, malam ini aku mengajak Ghaida berbicara tentang perasaan nya pada Ve, aku tahu sejak kejadian di bandung itu hati Ghaida pasti sangat hancur ya, aku juga (?).
semburat keraguan terlihat dari gerak matanya namun aku kembali mengunci matanya seolah menegaskan bahwa aku siap menjadi teman nya berbagi apa pun hal yang terjadi padanya.

Ghaida menghela nafaanya berat seolah apa yang akan ia katakan ini adalah kata-kata berbobot ribuan ton , baiklah aku sudah tidak sabar untuk mendengarnya langsung dari Ghaida.

"aku, aku ungkapin perasaan aku ke ka Ve kak.."

"terus ?"

"ka Ve nolak aku, aku udah memohon buat perasaan aku, bahkan mengemis tepatnya, tapi dia gak mau tahu dan tetap maksa aku buat lupain perasaan ini"

ku hela nafas ku dan ku tepuk pelan punggung tangan Ghaida yang berada di atas meja ternyata apa yang Ghaida katakan tidak jauh berbeda dengan apa yang ku lihat.

"Dan sekarang hubungan kamu sama Ve gimana ?"

"Was Frozen"

"what?"

tanya ku memperjelas ucapan Ghaida, kulihat Ghaida memandang kearah lain seolah mencari kata-kata yang tersembunyi pada wallpaper kafe di belakang ku.

"semuanya menjadi dingin dan membeku, aku dan kak Ve malah jadi canggung, sejak hari itu semuanya malah jadi beda"

"Does Ve hate you?"

"i don't know, it was absolutly my fault"

"no, you did'nt Ghai" tegas ku menyanggah sangkaan nya.

"tapi situasi awkward ini gak bakal terjadi kalo aku gak maksain perasaan aku ke kak Ve kan ?"


"aku udah ngerusak semua nya, aku udah bikin jarak renggang yang sangat renggang antara aku dan ka Ve dan aku yakin dia mulai gak nyaman sama aku"

"mungkin Ve hanya butuh waktu buat mikirin semuanya Ghai~"

"dia udah jelasin semuanya di hari itu juga kak, dia Straight kak, cukup sekali dia mencintai wanita dan itu cuma Kinal, cuma Kinal, cuma Kinal satu-satu nya wanita yang bisa di cintai selebihnya dia normal."

"bahkan aku jadi malu kak, sama perasaan ini, aku malu! gak sepantesnya aku ngerasain hal yang aku pikir cinta ini sama dia, mungkin ka Ve benar ini cuma sementara"

aku melihat kepedihan di balik kacamata itu, suara Ghaida bergetar menahan tangisnya agar tidak pecah, se tomboy apa pun dia, kodrat nya tetap saja wanita yang rapuh.

"dia hanya butuh waktu buat bisa nerima kamu"

"gak usah nge hibur aku ka, ini adalah kesalahan terbesar aku yang hanya akan satu kali terjadi, aku gak tahu kedepan nya aku sama ka Ve bakal kaya gimana "

BIRDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang