#2 imagine

272 11 0
                                    

Aroma embun pagi yang membelai hidung; sinar matahari yang tak mau berpaling dari wajah; semua itu membantu ragaku untuk segera bangun. Aku menoleh ke sampingku, dia tidak ada. Ya, justin tidak ada di sampingku saat aku terbangun.

"Dimana dia?" Panikku dalam hati.

Aku mencium bau yang sangat aku benci, bau yang bisa membakar paru-paru. Memicingkan mataku, mencoba melihat siluet wajah yang ada di balkon apartementku dan justin ini.

Oh, got him. Dia disana; terduduk diam dengan cigar yang mengepul di selipan jari-jarinya. Aku benci ini, aku benci dia smoke.

Aku segera terbangun dengan segera; baru kuingat jika hanya bra dan underwear yang menempel di tubuhku. Masa bodo, aku tak peduli; terlalu memakan waktu untuk memakai pakaian lengkap lagi pula tak ada siapa disini selain kami.

Aku berjalan ke arah balkon tempat dimana justin sedang menghabiskan sebatang cigarnya.

Seketika mata hazel yang super indah miliknya bertemu dengan kedua mataku; dia terlihat sedikit terkejut dengan bangunnya aku.

"Fuck, put your clothes on." Justin memicingkan matanya dengan menyatukan kedua alisnya.

Aku tetap tak bersuara dan menempatkan kedua bokongku di kursi tepat disebelahnya. Justin tetap melanjutkan kegiatannya; menghisap cigar dan menghembuskan asap berwarna putih itu melalui bibir indahnya. Oh sial.

Aku memandanginya meskipun justin tetap mematung lurus ke arah depan. Dengan tak banyak berpikir, aku mengambil sebatang cigar di atas meja dan menyalakannya dengan korek api.

Melihat apa yang aku lakukan; justin seketika langsung berpaling menatapku. "What the hell are you doing?" Tanyanya sedikit panik.

"Trying to smoke." Jawabku santai.

"No no no, you cant! Put it back!" Serunya.

Aku tetap tak mendengarkan suruhannya. Segera aku menempatkan cigar di sela-sela jariku dan ingin menghisapnya.

"No, baby i said no!" Justin langsung merebut cigar yang ada ditanganku dan membuangnya.

"Why justin why?!" Seruku. Aku berdiri seraya berteriak dihadapannya.

"Cigarette is shit, you know." Jawabnya sambil menaruh cigarnya di asbak.

"Then why the fuck you still smoke?" Rintihku. Air mataku mungkin saja akan segera menetes; oh betapa cengengnya aku.

"Im so sorry baby." Dia mendekat dan mendekap tubuh half nakedku.

"F-for the millon time i told you that my father passed away because those shit, then why you do that?!" Ujarku terisak.

Ya, papaku meninggal sekitar dua tahun yang lalu karena cigar; ci.fucking.garette. Dan sekarang aku harus berdiam diri meliat justin menyentuh benda itu? Sorry not sorry; i knew he is 21 but for real, the fuckingman who in 21 still motherfucking alive without cigar.

"Im sorry baby, i j-just i was stress out." Mohonnya.

Aku terdiam tak membalas penjelasannya, justin masih setia menenggelamkan dagunya dileherku.

"Shhh, dont cry baby. Please dont cry, sorry baby; my bad." Lontarnya.

"I love you justin, i dont wanna being alone in the middle of time when im losing you. So dont." Tangisku.

"I know right baby, please trust me. I will never smoke again." Janjinya.

"Liar." Sahutku.

Setelah kalimat itu terlontar dari bibirku, justin langsung membalikkan tubuhku sehingga menghadap tubuhnya. Tangannya yang kekar mengunci tubuh rampingku agar tetap diam.

imagines stuckWhere stories live. Discover now