Ketika semuanya hilang seiring dengan penyesalan yang menggerogoti dirimu semakin kuat hingga kau tak sanggup menahan nya lagi. Seperti itu yang ku rasakan bahkan terlintas di otak ku untuk lebih baik mati meregang nyawa dari pada harus merasakan sakitnya penyesalan yang kau tanggung sendiri.
Aku menatap nanar kepada sosok di depan ku ini. Ia hanya menatap ku datar, tatapan nya dingin dan tajam seakan mampu melukai tubuhku.
"Maaf" hanya itu yang mampu ku katakan untuk saat ini, tatapan nya tidak berubah terhadap ku. Oh tuhan, aku harus apa lagi?
"Aku minta maaf"ujar ku nyaris seperti bisikan. Ia menghela nafas kasar mendengar itu.
"Jika kau hanya menyuruhku datang untuk mendengar semua omong kosong mu itu, maka aku hanya membuang waktu ku untuk kebodohan mu itu." Omong kosong? Omong kosong katanya? Dia bahkan tak tau seberapa lama dan susah nya aku untuk mengucapkan satu kata ajaib itu.
Aku nyaris mati melihatnya beranjak dari depan ku, aku menangis tertahan menggigit bibirku agar isak tangisku tak terdengar. Aku tak perduli jika bibirku mengeluarkan darah sekarang. Aku berteriak memanggil nama nya tapi ia hanya terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun ke arah ku. Segitu bencinya kah ia kepada ku?
Aku melangkah gontai memasuki mobilku. Menangis, menangis, menangis hanya itu yang bisa ku lakukan sekarang. Tak peduli seberapa berantakannya diriku, yang ku fikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar ia mau memaafkan kesalahanku.
Penyesalan demi penyesalan itu seakan menggerogoti diriku seiring dengan berbagai macam kilasan balik terhadap apa yang kulakukan dulu terhadapnya. Aku tak perduli bagaimana ia yang dulu cukup untuk tetap berada disisiku dengan segala perlakuanku terhadap nya, aku tak perduli bagaimana ia selalu memaafkan kesalahan diri ku yang kurasa terlampau batas, tapi saat satu kesalahan yang berbulan bulan lalu aku lakukan terhadapnya membuat ia yang selalu memaafkan ku dan berada disisiku pergi, ya pergi menjauh seiring dengan keputusannya untuk mengakhiri hubangan ini secara sepihak.
Aku berteriak histeris saat ini, seperti orang gila. Memang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa penyesalah selalu datang belakangan. Aku merasakan itu sekarang, nyaris mati aku mengendarai mobilku melaju kencang seakan jalanan ini adalah sirkuit balap untukku tak perduli klakson mobil yang ku terima saat berulang kali aku menyalipkan mobilku memotong jalan kecepatan mobilku semakin cepat seiring kilasan balik tentang nya berkeliaran di otakku berulang kali aku mengumpat terhadap apa yang terjadi sekarang.
Aku mulai kehilangan arah sekarang, semua fikiran dan perasaan untuk mengakhiri hidupku muncul ke permukaan, seiring dengan laju mobilku yang melebihi batas kecepatan normal semakin melaju kencang, hingga terdengar bunyi yang keras pertanda semua fikiran dan perasaan ku untuk mati meregang nyawa telah terwujud.
Setidaknya mati dengan cara seperti ini sudah cukup untukku, untukku untuk tidak terjerat dalam perasaan bersalah dan penyesalan yang ku rasakan semakin lama.
Saat aku mendengar sayup suara orang meneriaki namaku aku bergumam "rey maaf" lalu semuanya gelap.
Tuhan memang baik. Terlalu baik untuk diriku yang telah mengecewakan salah satu makhluk ciptaannya yang sempurna. Ia menghukumku dengan kematian sekarang setelah dengan semua perasaan bodoh sialan itu.
Atau setelah kematian ini masihkan perasaan itu ada?