"Candra jangan!" Aku berteriak kepada candra yang hendak melintas ke seberang jalan. Tanpa menoleh kiri kanan candra terus berjalan tak perduli transportasi berlalu lalang. Ia hanya menatap lurus, lurus, lurus dan lurus.
Aku suka candra, candra yang mengerti aku, aku yang mengerti candra, candra yang menyayangiku, aku yang menyayangi candra, kami terikat. Tapi tidak dengan keadaan sekarang. Sebelum sebuah kenyataan pahit menampar kami.
"Candra berhenti!!" Aku mengejar candra yang terus berjalan, langkahnya terhenti saat ia berdiri di tengah jalan, sinar lampu dari kendaran membuatnya silau lalu menatap dalam diam saat sebuah mobil melaju kencang kearahnya.
Candra diam mematung saat mobil itu semakin dekat kearahnya. Aku menjerit sekerasnya saat tubuh candra terlempar dan kepalanya terbentur trotoar, dia membuktikan ucapannya. Mati di depanku.
Aku berlari kearahnya dan menangis saat darah menggenangi tubuhnya, memanggil namanya tapi ia hanya tersenyum dan menatapku dengan linangan air mata.
Aku menggeleng seakan menolak takdir yang merenggut dan memisahkan ku dengan candra, tapi semakin kuat aku menolak maka semakin kuat rasa bersalah dan menyesal.
Andaikan dulu aku dan candra tidak bertemu dan memadu kasih, maka candra masih ada disini, ia masih hidup dan menikmati kehidupannya dengan bahagia. Andaikan dulu... Andaikan...
Aku tak mungkin menyalahkan sang agung, ini semua salahku. Seandainya aku tau lebih awal bahwa memang seharusnya kami tidak bersama maka aku akan dengan sangat sekuat hati menolak candra untuk ku.
Tapi untuk apa menyesali sebuah keadaan, kalau semuanya sudah terjadi di depan mata.
Seandainya takdir bisa ku ubah, maka dengan senang hati akan ku ubah semua takdir agar aku tetap bisa bersama candra di dunia ini.
Aku... Aku... Aku... Aku marah! tapi pada siapa aku harus marah? pada siapa aku harus menyalahkan ke adaan? aku merasa kalau aku yang harus di salahkan, tapi ini tidak adil! haruskah takdir begitu kejam kepada ku? kepada candra? kepada kami yang hanya salah dalam mencintai?
Tidak ada yang bisa ku harapkan lagi saat candra menutup mata nya, dan berhenti bernafas untuk selamanya. Aku memeluk nya erat, tak perduli dengan orang-orang yang berusaha memisahkan kami agar candra bisa di bawa kerumah sakit.
Untuk apa candra di bawa ke rumah sakit? ia telah mati di depanku, di dalam pelukan ku. Cukup dengan takdir yang memisahkan kami, cukup dengan maut yang memisahkan kami, jangan mereka juga yang akan memisahkan kami. Aku ingin bersama candra!
Aku menagis keras dan semakin kuat memeluk candra, tubuh tanpa nyawa yang dilumuri banyak darah. Siapa yang kuat saat orang yang dicintainya mati di depan mata mu sendiri?
Aku ingin bersama candra.
Aku ingin bersama kakak kandung ku.
"Jatuh Cinta menjadi sebuah kesalahan ketika jatuh cinta kepada saudaramu sendiri"
diambil dari beberapa kisah nyata yang di fiksikan-