12 September 1998

1.2K 25 2
                                    

Hari silih berganti minggu, bulan berganti tahun, seorang ibu sedang terbaring kesakitan di sebuah tempat tidur yang kumuh ditemani seorang lelaki berdiri di sampingnya sambil memegangi tangannya dan juga beberapa orang perempuan di sekitarnya. Dialah ibuku yang hendak melahirkanku kedunia yang fana ini.

" Terus bu.. terus sedikit lagi...!!"

Tak seberapa menit terlahirlah seorang bayi perempuan yang mungil dan lucu dialah Nurul Khofifah. Dengan bangga lelaki itu mengumandangkan azan di telinganya, tak lain dia adalah ayahnya sendiri.

Nurul terlahir dari seorang ibu bernama Fatimah ( samaran) dan seorang ayah bernama Usman ( samaran). Mereka keluarga yang hidup serba kekurangan. Setelah Nurul berumur 1 tahun lebih, Nurul tinggal di rumah nenek dari ayahnya. Karena mereka belum mempunyai tempat tinggal menetap jadi keluarganya masih menumpang di rumah mertua. Saat itu Nurul hanya mempunyai seorang teman bermain yaitu Zaffran kakak kandungnya sendiri. Setiap hari di lewatinya dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Suatu hari, Ibu Fatimah pergi menanam padi disawah milik mertuanya sedangkan Nurul dan Zaffran tinggal bersama nenek di rumah. Karena kelelahan menunggu dan mereka berdua sudah merasa lapar, Nurul pun menangis mencari ibunya. Waktu itu sumber makanan sangat susah di temukan. Padi sebagai makanan pokok pun masih kurang, akibatnya Nurul dan Zaffran tak di beri makan oleh neneknya sendiri baik ibu dan ayahnya ada apalagi kalau ibu dan ayahnya lagi pergi bekerja. Nurul yang masih kecil terus menangis kelaparan sedangkan Zaffran sendiri hanya mengusap- usap perutnya. Karena Nurul tak kunjung berhenti menangis, neneknya pun mengajak mereka keluar jalan- jalan. Namun, Zaffran menolak ajakan neneknya itu dengan alasan ia tak kuat jalan dan memilih hanya tinggal di rumah.

" Nenek keluar sebentar, kamu jangan nakal- nakal..!!" bentak sang nenek.

Zaffran hanya mengangguk dan tinggal di rumah sendiri setelah nenek dan adiknya Nurul keluar. Nurul di ajak keatas sebuah batu besar yang tak jauh dari rumah neneknya itu untuk melihat orang menanam padi supaya Nurul berhenti nangis. Tak berapa lama terdengar suara.

Plaaaangg....

Seperti ada benda terjatuh diatas rumah. Tanpa berpikir panjang, neneknya pun menyeretnya kembali kerumah. Setelah di buka pintu rumah terlihat Zaffran pucat sambil memegangi panci nasi. Disekitar Zaffran terduduk terlihat banyak nasi berserakan akibat panci yang terjatuh saat di raihnya.

" Zaffran.....," teriak neneknya melangkah maju dan di tariknya telinga Zaffran.

Melihat kelakuan neneknya itu kepada kakaknya, Nurul berteriak- teriak memanggil ibunya sambil menangis. Sedangkan Zaffran hanya bisa menangis dan pasrah atas kelakuan neneknya itu kepadanya.

kemudian mereka berdua di kurung dalam kamar lalu di kunci dari luar. Zaffran yang lebih paham sedikit dari Nurul hanya memeluk adiknya sambil terisak tangis juga sampai akhirnya mereka tertidur dalam keadaan perut keroncongan.

Setelah terdengar suara ibunya, barulah sang nenek membuka pintu kamar dimana mereka berdua di kurung.
Mereka berdua langsung berlari kepintu menanti kedatangan sang ibu. Saat ibunya datang, Nurul kembali menangis.

" Ma....!! mammaa... hick hick hick..," rengek Nurul saat di gendong sang ibu memasuki rumah.

" Iya. Ini mama bawa jambu untuk Nurul dan kakak," jawab ibunya dengan deraian air mata di pipihnya karena tak sanggup menahan air matanya lagi.

" Andaikan bisa aku bawa pulang jata makan siangku untuk kalian saja. Tapi aku tidak bisa bawa pulang nak...!!" gumam Ibu Fatimah dalam hati sambil menangis.

Satu hari hanya makan pagi itupun tak sampai kenyang karena harus di bagi dengan kakak. Mereka harus menahan lapar sampai malam itupun kalau di beri makan oleh neneknya. Ibunya tak sanggup menahan air mata setiap melihat anaknya merengek minta makan. Ia sangat berharap suatu saat nanti hidupnya lebih baik dan bisa memberi makan kepada anaknya. Sedangkan ayahnya sama sekali tak memperhatikannya. Dari pagi sampai malam ayahnya entah kemana. Ayahnya slalu pergi tanpa pamit. Sungguh berat kehidupan Nurul terutama yang di rasakan oleh sang Ibu. Harus nenghidupi anak-anaknya dan menghadapi semua perlakuan mertuanya serta perlakuan suaminya sendiri yang suka melakukan kekerasan bagi dirinya.

Perjuangan hidup sang AKHWATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang