Ini cerpen yang sebenernya aku kirim ke sebuah majalah. karena halamannya kurang terus aku nggak dapet inspirasi lagi jadinya aku malas mau kirim lagi.
Hope you guys like it... :)
Aku Ario Saputra hanya seorang yang biasa saja dari keluarga tidak punya yang mencintai dengan sepenuh hati seorang wanita cantik Riana dari keluarga yang tergolong kaya. Perbedaan tidak membuat kami menjadi masalah. Hingga hubungan kami berlangsung selama dua tahun.
Hari ini, senin sore. Aku berniat menjemput Riana dari kampusnya. Kampus terkenal di Jakarta. Kampus yang hanya menjadi angan-anganku untuk kuliah disana. Karena aku tidak akan mampu kuliah disana. Dengan bermodalkan sepeda kumbang milik Bapakku, kukayuh sepeda itu penuh semangat.
Aku berhenti didepan gerbang masuk kampus. Mataku mencari-cari Riana. Biasanya dia akan menungguku disini. Seorang wanita yang ku kenal berjalan menghampiriku.
“Hai, Rio!” Serunya
“Hari Merry.” Sapaku “Mana Riana?” Tanyaku celingukan.
“Aku nggak ketemu dia hari ini.” Katanya mengangkat bahu “Aku duluan ya. Aku udah dijemput. Bye.” Kemudian dia berlari kearah mobil yang menunggu diseberang jalan.
Kuputuskan untuk mengayuh sepeda menyusuri jalan-jalan disekitar kampus. setelah beberapa meter dari kampus, aku melewati tempat kosong dibelakang kampus. Tempat ini jarang dilewati mahasiswa kampus. Entah kenapa naluriku ingin melewati tempat ini.
Aku melihat seorang wanita dikelilingi dua orang lelaki. Sepertinya wanita itu tersiksa. Aku mendengar wanita itu berteriak. Teriakan wanita itu sangat familiar. RIANA aku berteriak dipikiranku. Kujatuhkan sepedaku. Sekuat tenaga aku berlari menghampirinya. Samar-samar aku melihat luka melintang di seluruh tangan kiri dan kanannya.
“HAI APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!” Aku berteriak marah pada dua orang pemuda yang mencengkeram erat pergelangan tangan Riana.
“Bukan urusanmu!” Teriak salah satu lelaki padaku. “Doni, habisi saja dia!” Orang itu memerintah temannya yang berbadan kurus kemudian menatapku garang.
“Tolong jangan Burhan. Aku mohon.” Rengek Riana memelas. “Urusanmu hanya padaku. Jangan sakiti Rio.” Wajahnya dibanjiri airmata.
Aku tidak tega melihat wanita yang kucintai terluka. Seakan tubuhku ikut terluka. Tubuhku terasa panas. Panas yang sekan-akan membakar dan siap untuk menyerang siapapun yang menyakiti wanita yang kucintai. Untungnya bagiku, aku pernah belajar ilmu pencak silat selama tiga tahun sewaktu SMA. Kegiatan pelajaran tambahan yang selalu ku ikuti dan tidak pernah absen.