bagian 2

1.3K 46 0
                                    

Ku ayunkan kaki kananku dengan seluruh kekuatanku. Memukul tepat diperut lelaki yang bernama Burhan yang sejak tadi menatapku garang. Tubuh Burhan terbang memukul tembok tepat satu meter dibelakangnya. Doni hanya menatap takut kearahku dan melepaskan cengkeramannya pada Riana.

Riana berlari kearahku menangis  dan memeluk pinggangku erat-erat. Aku membelai rambutnya dan mengecup dahinya dengan lembut. “Maaf aku terlambat menjemputmu.”

Aku menatap garang Burhan yang terduduk memegang perutnya “Jauhi Riana atau kau berurusan denganku!!”

Burhan tertawa kecil “Hah, urusan kita belum selesai Riana.” ancamnya “dan kau akan menjadi milikku.” Seringai bodoh tersebar diwajah bajingan itu.

Aku berlari menghampirinya dan memukulnya dengan jurus-jurusku bertubi-tubi hingga babak belur. Tidak memberinya kesempatan sama sekali. Aku puas.

“Kau pantas mendapatkan itu!!” kataku marah. Ku alihkan pandanganku ke temannya yang sejak tadi terpaku ketakutan.

“Dan kau!” tunjukku pada Doni. “Bawa dia dari sini sebelum nyawanya melayang ditanganku.” Ancamku.

Doni mengangguk dan menyeret Burhan dengan kedua tangannya “Ayo bro kita pergi dari sini.”

Aku berjalan menghampiri Riana yang terduduk memeluk lututnya menangis tersedu-sedu. Wajahnya dibenamkan diantara lututnya. Aku berjongkok didepannya dan membelai lembut kepalanya. Dia mendongak menatapku. Matanya merah dan wajahnya dipenuhi airmata. Serta merta dia memelukku, menangis tersedu-sedu.

“Maafkan aku Na. Aku terlambat. Aku menyesal. Aku sangat menyesal.” Ucapku memeluk erat Riana.

Riana menggeleng kepala. “Kau tidak terlambat. Kau datang tepat pada waktunya.”

“Kau terluka, mari kita ke puskesmas untuk mengobati lukamu. Aku tidak ingin tanganmu infeksi.” Jari-jariku menyusuri luka-luka yang ada tangan kiri dan kanannya.

Riana tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya mengangguk lemah. Aku mengangkat tubuhnya. Berjalan ketempat sepeda yang tadi aku tinggal begitu saja.

“Ayo naik. Aku akan mengantarmu.” Kataku saat aku siap diatas sepeda. Dia mengangguk dan duduk diboncengan sepedaku. Aku mengayuh sepeda menuju puskesmas yang tidak jauh dari kampus. Sepanjang jalan Riana tidak mengatakan apa-apa. Mungkin dia shock pikirku.

Riana, My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang