DUA

3.4K 456 70
                                    

DUA

KETEGANGAN tersebut tidak berlangsung lama. Setelah sekujur tubuhku melemas dan tanganku bergetar seraya memegang ponsel, keberanianku mulai menyesuaikan situasi. Cahaya kontras dari ponsel dekat pada wajah membuatku mengernyit, tapi itu tak masalah selama aku punya kegiatan di tengah kegelapan begini.

Di grup kepenulisan, aku mengirim pesan.

Fauzi F: Jir mati lampu

Mamam tuh cinta: Kasian kamu faw

Maya: Miris banget udah hujan mati lampu juga :v

Fauzi F: -_-

Maya: Mamam tuh cinta itu siapa sih?

Maya: Daritadi aku liatin cover sama statusnya geje ah ga kenal siapa

Mamam tuh cinta: :v

Fauzi F: Kayaknya si sandy deh ini

Mamam tuh cinta: :vvvv

Fauzi F: Tuh tuh liatin kelakuan

Dan perjalanan obrolan itu terus berlanjut. Kalian lihat sendiri memang tidak ada bagus-bagusnya. Tapi setidaknya dengan mengikuti percakapan, aku terbantu beradaptasi. Kegelapan tidak menakutiku seolah aku hanya anak kecil yang meringkuk di pojok ruang gelap. Petir melengking di luar sana juga sudah biasa berdenging dalam lubang telinga. Hujan masih deras—bahkan seperti tidak ada niat untuk berhenti. Nah, kan, aku mulai mengantuk lagi. Tanpa berpamit apa-apa aku langsung menutup obrolan, meletakkan ponselku lagi.

Namun sekilas sebelum memejamkan mata, pesan lainnya datang, menimbulkan notifikasi getar beruntun.

Tania Eli: Faw Faw!

Tania Eli: Faw!

Tania Eli: Fawawaw!

Tania Eli: Faw Fawle wle wle :ppp

Ternyata si pacar yang kuliah di kampus lain. Yah, masih satu kota. Aku tersenyum kecil ketika melihat panggilannya. Orang lain yang memanggilku terus-terusan seperti itu memang membuatku kesal.  Pengecualian untuk Eli. Kalau dia yang menyebutkannya, aku langsung gemas sendiri. Kadang aku mencubit hidung atau pipinya ketika dia menyebut penggalan panggilan namaku.

Fauzi F: Oit. Pakabar?

Tania Eli: Apasih. Kayak yang apa aja gitu nanyanya. Kangen tau ih

Fauzi F: Ya sama sih haha. Udah makan belum? (Pertanyaan basi)

Tania Eli: Kalau belum kamu mau perhatian? :p

Fauzi F: Ngapain perhatian, orang aku sendiri belum makan

Tania Eli: Cie kode mau diperhatiin juga ya?

Fauzi F: Anjis peka banget hahaha

Tania Eli: Faw Faw emeshin ih pengen ketemuuu

Siapa juga yang tidak ingin bertemu? Seorang biasa-biasa saja sepertiku, yang iseng suka dengan gadis tercantik di kelas bimbel, pendekatan biasa lalu diterima saat ditembak, adalah orang yang beruntung sejagat raya (itu hanya pendapatku, omong-omong. Tidak usah komentari ini berlebihan—walau aku tahu memang berlebihan, sih). Wajar aku langsung suka pada pandangan pertama pada Eli. Dia memang manis, cantik banget. Tidak lupa juara TO juga, walau bukan berarti ketika di medan asli alias Ujian Nasional dia juga juara. Tapi setidaknya dia mendapatkan universitas yang diinginkannya melalui jalur SBMPTN, sementara aku ... ya ... miris. Sudah kubilang aku hanya orang biasa.

Fisik itu memang modal pertama aku menyukainya. Yah, cuci mata, kan? Lagi pula lumayan juga andaikan aku punya pacar cantik, semua orang pasti iri padaku. Haha (itu memang angan-anganku dulu sewaktu pertama kali lihat, lho). Tapi ketika pendekatan berlangsung, aku mendapati bahwa diriku merasakan "tujuan" yang berbeda. Nyaman jika bicara dengannya, dan ada suatu rasa mendalam ingin membahagiakannya, melindunginya yang lebih kecil dariku. Ya ... ternyata ada juga kan, brengsek jadi serius?

Blackout [2015]Where stories live. Discover now