TIGA

3.6K 442 89
                                    

TIGA

KARENA ketakutan setengah mati aku memejamkan mata saat detik-detik keberadaan orang misterius tadi. Dan tanpa disadari aku malah jatuh terlelap. Lumayan lama. Dua jam aku tidur, jadi sekarang sudah sore.

Dan hujan tak sedikit pun reda.

Aku lupa membalas pesan Eli tadi. Semoga saja dia tidak khawatir dengan cara kutinggal pesannya terbaca saja. Segera kuhubungi lagi, tapi tampaknya terlalu lama. Dia pasti tidak akan langsung membalas seperti tadi.

Fauzi F: Mbb. Ketiduran

Fauzi F: Gapapa el. Malah sempet bobo ganteng aku

Benar saja, dia tidak langsung membalas.

Aku menatap langit-langit kamarku lagi. Masih gelap. Kusimpulkan masih mati lampu karena lampu kamar mandiku tidak pernah mati, soalnya saklarnya rusak, dan untuk sementara ini kamar mandi masih gelap, tandanya listrik memang belum jalan lagi. Aku ingin tanya pada ibu-ibu penjaga kos, tapi keadaan di luar sana masih membuatku takut. Apalagi orang tadi ... apa dia masih berkeliaran di luar? Ya, kalau cuaca tidak segelap ini mungkin lain kali aku akan tanya apa salahku menutup jendela padanya. Mengapa aku tidak mau melakukannya sekarang karena itu tadi, aku masih takut dan kecurigaanku masih besar. Lagi pula apa salahnya, sih? Apa terlalu berisik? Hei, aku sering melakukannya tiap kali berangkat kuliah, dan dia tidak pernah marah sebelumnya.

Sebagai seorang penulis, tiba-tiba saja aku mendapat sebuah gagasan imajinatif. Terlalu konyol tapi boleh juga. Sepi ini, bagaimana jika orang-orang ternyata tidak ada? Atau, bagaimana jika mereka sekarang tengah berkeliaran dalam wujud zombi?

Aku jadi ingat erangan tadi.

Ah, tidak mungkin. Zombi hanya fiksi.

Kuusap wajahku, aku bangkit dari kasur. Punggungku rasanya seperti hendak patah. Kuputar tubuhku ke kanan dan ke kiri sampai menimbulkan derakan nyaman, kemudian aku malah berbaring lagi.

Hujannya masih sama .... Tapi tidak seramai sebelumnya. Setidaknya sedikit mereda. Petir juga tidak sahut-menyahut seperti tadi, bahkan sudah tidak ada.

Aku jadi penasaran ingin mengecek keadaan di luar melalui jendela. Tapi mungkin nanti saja ketika hujan sudah reda. Sekarang aku kembali memeriksa ponselku. Grup lainnya sudah kembali tenang, tapi grup keluargaku malah semakin ricuh.

Iseng karena aku rindu pada ayah dan ibuku, aku memberi kabar. Di sini mati lampu, aku tidak bisa mengerjakan apapun selain tidur-tiduran atau tidur siang—eh, sore. Tugasku menumpuk, ibuku bilang harusnya jangan dibiasakan menumpuk, tapi mau bagaimanapun memang jadwal pengerjaannya susah diatur. Kalau tidak mau bertumpuk, tiap aku menyelesaikan satu tugas, aku harus menyelesaikan yang selanjutnya lagi. Dan asal kau tahu, aku bukan robot yang bisa mengerjakan perintah seberat itu.

Sebetulnya aku jadi kasihan dengan ibuku. Sebagai anak sulung yang lebih lama menjadi anak, pasti ia sangat rindu. Ibuku sekarang tinggal bersama adikku yang pendiam, lebih suka menghabiskan waktunya dengan barang elektronik ketimbang manusia. Sedangkan ayahku bekerja di luar kota. Aku jadi ingat ketika masa-masa penghabisan libur sehabis lulus SMA di mana kampusku sudah ditentukan karena aku tidak lulus ujian bersama. Ibuku mengeluh kecewa bahwa aku akan pergi. Miris memang meninggalkan ibuku dengan adik super pendiam begitu (jujur saja bahkan aku tidak kangen dengannya). Tapi yang namanya menuntut ilmu, ibuku tidak mau menghalang-halangi.

Dan sekarang aku yang rindu padanya.

Fauzi F: Mam nanti aku akhir minggu pulang. Masakin apa kek hehe

Dina Fachmawati: Iya nanti mm masak. Kasih saran dulu masak apa

Fauzi F: Ga tau. Coba tanyain papa tuh

Blackout [2015]Where stories live. Discover now