Duluan, yaa

176 6 4
                                    

Bel berbunyi, menandakan pulang sekolah.
"Vey, ikut gaa???"
"Kemana ra? Kantin? Greenhouse?"
"Greenhouse."
"Yuk.."
*
Di Greenhouse.
"Yaaah... tanamannya layu... parah ajaa"
"Ha? Kok bisa gi? Minggu kemaren baik-baik aja ah"
"Lupa disiram kayaknya vey, huaaa... parah ih parah" kesal Agi.
"Sabar aja, Ara juga kering kok" ujar Ara.
Nacy pun datang,
"Yahh... layu... ya ampun, siram pake air Oxy ah coba, kali aja tumbuh lagi... kan airnya mahal :')" ujar Nacy.
"Cy... plis deh, mending aku minum air Oxynya wkwk" pinta Arvey.
"Nih, ambil aja" jawab Nacy.

Beberapa menit kemudian.

"Eh, aku mau ke kantin, ada yg mau ikut?" tanya Arvey.
"Yuk... yuk... tunggu vey," jawab Agi.
"Yaudah, kita duluan ke kantin yaaa..." ujar Arvey.
"Iyaaa..." jawab mereka serempak.
*
Arvey Rinindya, siswi kelas X, yg dikenal berisik dikelasnya. Tapi kadang dia melakukan hal yg aneh, mungkin.
Agi Teddyandra, siswi kelas X, yg dikenal dengan suara emasnya, dan lagu-lagunya. Dia anak yang gak ribet-ribet amat, but actually, she so simple.

*

Arvey dan Agi pun pergi meninggalkan Greenhouse sekolah, dan meniti jalan setapak menuju kantin depan sekolah.
Sampailah di depan gerbang sekolah, sebuah sepeda berhenti di depan mereka.
"Duluan, yaa ^_^" ucap laki-laki itu.
Arvey terkejut dan gugup. Ia menunduk dan pipinya merona.
"Ah, I..Iyaaa, hati-hati" ujar Arvey.
Sepeda itu pun melesat kembali ke jalanan.
"Siapa vey?" tanya Agi.
"Oh, itu... Argen. Anak kelas X juga kok, hehe" jawab Arvey.
"Cie, jarang-jarang loh, ada cowo yg mau berenti dan bilang 'duluan, yaa' janganjangan...." goda Agi.
"Ih, apasih gi. Gitu kan, suka menghayal ketinggian" elak Arvey.
"Eh, tapi lumayan tau vey wkwk, buru lah laper nih" ujar Agi.
"Elu ajaaa, kagak ah... lagian dia kayaknya udah punya pujaan hatinya. Asik amat kata-katanya hahahaha" jelas Arvey.
"Ahh.. Masa iya? Gak usah Fakesmile gitu dong, kalo pujaan hatinya itu kamu?" ujar Agi.
"GAK MUNGKIN ! Lagian aku kayaknya tau siapa yg dia suka, ah lupakan. Buruan jajan yuk !" protes Arvey.
"Tapi mau kan kalo beneran suka sama kamu" goda Agi lagi.
"Sssttt!! Denger noh perut udah nyanyi" Sambil menutup mulutnya dengan telunjuk.

***

Hari yang cerah sesuai keinginan Arvey. Rencana untuk latihan panahannya bisa hancur jika hujan. Arvey bergegas merapikan bukunya dan meninggalkan kelas. Ia pun berjalan menuju rumahnya.
"Veyyy....!"
Arvey menoleh. Ya. Argen.
"Tumben sendirian? Gak sama Agi?"
"Ah, iya. Enggak. Dia di jemput ayahnya. Lagian aku juga buru-buru." gugup Arvey.
"Buru-buru? Mau bareng?"
"E...em, gak perlu. Aku gak mau repotin orang."
"Siapa yang ngerasa direpotin? Aku gak keberatan kok"
"Maaf, gen. Aku buru-buru. Duluan yaa. Dadah~"
Terlihat sekali pipi Arvey merona. Tampaknya ia benar-benar salah tingkah.
Argen menarik tangan Arvey.
"Mau aku anterin atau gak aku lepasin?"
"Tapi.. aku gak mau-"
"Diam dan naik saja"
Tanpa pikir panjang, Arvey pun naik ke sepeda Argen.
"Sekarang, pegang erat bajuku. Karna aku gak mau kamu jatuh gara-gara aku."
"I..iya.."
Sepeda itu melesat dengan cepat.

*

Sesampainya di rumah Arvey.
"Makasih ya gen. Aku duluan, yaa."
"Eeeh.. aku gak disuruh masuk dulu nih?"
Arvey menatap Argen dengan tatapan bingung.
"Enggak ding, bercanda. Aku duluan ya vey. Bye~"
Arvey menatap sepeda itu menjauh sambil tersenyum.

***

Toko buku saat weekend memang sangat ramai. Untunglah kassa pembayaran ada banyak. Jadi tak perlu tunggu lama mengantri.
Seperti biasa pada weekend, Arvey selalu membeli alat tulis dan alat lukisnya. Jika beruntung, Arvey menemukan item langka ataupun antik. Seperti novel tahun 90an ataupun pallet dengan ukiran. Sejak kecil Arvey memang senang sekali dengan hal-hal berkaitan dengan seni. Walaupun tidak terhebat dalam seni, setidaknya dia bisa.
"Vey?" suara itu terdengar tak asing.
"A..argen? Kok kamu disini?"
"Loh kenapa? Ini kan tempat umum"
"Yah, gapapa. Aku gak pernah lihat kamu disini soalnya."
"Wah berarti kamu sering kesini dong?"
"Iya."
"Singkat, jelas, padat amat vey. By the way, sendirian aja?"
"Hmm.."
"Buset, dijawab setidaknya 'iya' atau apa kek."
"Tadi katanya ga mau dijawab 'iya'"
"Bukan gituuuu"
"Kamu sendiri, sendirian?"
"Enggak, aku sekarang sama kamu."
"Apaan sih"
"Eh aku gak salah kan? Sekarang kan aku lagi sama kamu."
"Hihh, gak lucu."
"Yeehh, dingin amat kayak es batu. Aku kesini sama Higra. Kamu tau kan? Agi pasti kenal juga"
"Oh, dia siswi yang ikut paduan suara itu kan?"
"Iyap."
"Dia.......?"
"Apa? eh duluan yaa. Kayaknya Higra udah selesai tuh lagi antri di kasir. Dah Arvey."
"Daah"

Hari libur yang cerah ini harus kelabu karna kejadian tadi. Walau Arvey tak tahu mereka sudah resmi menjalin hubungan atau tidak, yang jelas hal itu membuat Arvey terbakar cemburu. Sakit, sangat sakit.

***

"Tumben mukanya murung gitu, kenapa vey?" tanya Agi.
"Ha? Murung? Iyatah? Oh, ini nih, aku gak ngerti sama pelajaran fisika bagian ini, mau bantu?" jawab Arvey.
"Oh, ini... wait, aku inget-inget dulu" ujar Agi.
Ketika mereka berbincang di perpus, tiba-tiba Nadya menghampiri mereka.
"Hey...! Kalian ngapain disini hayo" kejutnya.
"Sstttt !" ujar kepala perpustakaan.
Seketika Arvey dan Agi tertawa kecil dibalik tangan mereka.
"Kalian lagi ngapain?" tanya Nadya sekali lagi.
"Lagi belajar fisika nih, ikutan ga?" tanya Arvey.
"Sebenernya dirikuh mau ikutan, tapi sebenernya dirikuh juga ada janji" ujar Nadya.
"Janji sama siapa tuh? Alex? Hayo ngaku !" goda Agi.
"Tuhkan, ngapain Alex dibawa-bawa, duhduhduh... parah banget" ujar Nadya.
"Yaudah, tapi Agi benerkan?" goda Arvey.
"Ahh, dari pada disini di godain terus sama kalian, mending dirikuh cari novel." ujar Nadya.
"Iya, setelahnya baca bareng Alex." serempak Arvey dan Agi.
"Hussss.... belajar fisika sana, uwe mau go away dulu :P" Nadya pun meninggalkan mereka berdua.
Suasana perpustakaan begitu hening, padahal ada beberapa dan sekelompok orang.
"Vey, vey... itu Argen kan?" tanya Agi sambil menunjuk kearah Argen.
"Iya, dia Argen. Mending bantuin aku ih, gak usah kemana-mana" ketus Arvey.
"Apaan sih, nanya doang kok. Nanti geh, kok... dia sama Higra?!" kaget Agi.
"Ya" singkat Arvey.
"Elaaaahhh, nih anak PMS yak? atau jangan-jangan....." tebak Agi.
"Apasih gi, buru ih bantuin..." kesal Arvey.
"Tuhkan, Arvey ketauan kan, cemburukan? Ngaku !!!" tebak Agi lagi.
"Enggak ih, ngapain juga. Udah yuk lah pergi dari sini, bentar lagi masuk." ujar Arvey sambil menarik tangan Agi.
"Waduhh, cemburu menguras segalanya. Sampe tanganku pun ditarik begini, jangan kasar dong. Bentar, aku mau pinjem buku dulu." jelas Agi.
"Yaudah, buruan yaa. Aku tunggu di depan aja." ujar Arvey.

Beberapa menit kemudian.
Argen keluar perpustakaan hendak membuang sampah rautan pensilnya, dan kemudian melihat Arvey disana.
Argen menepuk pundak Arvey.
"Dor.."
"Gi, apaan sih pake nepuk segala sakit tau, lagian lama bang......." belum Arvey menyelesaikan kalimatnya, Arvey terkejut.
"Wew, Arvey bisa marah juga ternyata, menarik. Maaf vey, aku terlalu keras mukulmu ya? Maafin ya..." jelas Argen.
"Oh, enggak kok, gapapa hehehe... aku kira.. kamu temen.. eh maksudnya, aku kira kamu Agi. Gak kok gak keras, tadi aku cuma bercanda, hehehe santai aja" ujar Arvey.
Agi pun keluar perpustakaan.
"Vey, maaf lama barusan abis cek buku baru. Eh, ini Argen kan? yang pernah kamu ceritain itu vey?" tanya Agi berpura-pura.
"Apaan sih gi, suka ngelantur. Lupa minum obat ya? Oh iya, kamu kan harusnya minum obat dulu, nanti batuknya nambah parah lagi. Buru yuk ke kelas, bentar lagi masuk. Kita duluan ya gen, bye" jawab Arvey gugup.
"Eh, vey.."
"A..apa?"
"Hati-hati" sambil tersenyum.
Arvey memalingkan wajah dan berjalan menjauh.
Mereka berdua pun meninggalkan Argen di depan perpustakaan.

Pinky RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang